Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Pawang Hujan

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
22/3/2022 05:00
Pawang Hujan
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PERHELATAN Grand Prix Indonesia di Sirkuit Mandalika berakhir sudah. Nama Indonesia pun mendunia, tidak hanya lantaran keberhasilan ajang Moto-GP seri kedua itu, tetapi juga karena keunikan di luar lintasan.

Sirkuit Mandalika tak cuma menjadi saksi bagi kehebatan Miguel Oliveira. Di atas motor tunggangannya, pembalap Red Bull KTM itu tampil sebagai juara. Dia mengalahkan Fabio Quartararo yang menempati urutan kedua dan Johann Zarco di urutan ketiga.

Sirkuit Mandalika juga menjadi saksi bagi sepak terjang Rara Istiani Wulandari. Dengan bertelanjang kaki menyusuri paddock hingga lintasan balap, dia unjuk aksi untuk menghentikan hujan. Rara bukan pembalap. Rara ialah pawang hujan.

Aksi Rara menyedot perhatian. Dia juga menjadi bintang. Banyak media asing memberitakannya. Heran bercampur kagum, itulah reaksi mereka.

Media Italia Periodicodaily, misalnya, memasang headline 'Pawang Hujan untuk Menangkal Hujan di Moto-GP'. Mereka mewartakan bahwa seorang pawang memiliki kekuatan nyata melawan fenomena atmosfer serta mampu mengendalikan dan menenangkan badai terganas sekalipun.

Media Jerman Speed Week menyoroti keberhasilan Rara, si pawang hujan, meredakan hujan badai di Sirkuit Mandalika. Mereka menyebut, di Indonesia pawang hujan ialah orang-orang dengan kemampuan dunia lain.

Mundo Deportivo, media Spanyol, mengabarkan GP Indonesia bisa digelar setelah memanggil tarian antihujan melalui pawang hujan. Akun Twitter @MotoGP bahkan mengunggah aksi Rara dengan tulisan 'The Master'. Beberapa jam kemudian, mereka menambahkan cicitan 'IT WORKED'. Berhasil.

Rara memang tak butuh waktu terlalu lama untuk 'menghentikan' hujan. Hujan tak kunjung reda yang membuat penyelenggara dan penonton waswas akhirnya berhenti sekitar 20 menit setelah ritual Rara. Balapan utama Moto-GP pun bisa dihelat.

Boleh percaya boleh juga tidak. Tidak ada larangan untuk meyakini bahwa hujan deras disertai angin kencang bisa berkesudahan berkat jasa Rara. Tidak ada larangan pula untuk tidak meyakini bahwa hujan berhenti karena kesaktian Rara, tetapi karena memang sudah saatnya berhenti.

Yang pasti, Rara menjadi warna tersendiri di GP Indonesia. Tidak ada sejarahnya di Moto-GP, pawang hujan ikut unjuk kehebatan. Hanya di Sirkuit Mandalika, cuma di Indonesia, ada pawang hujan. Elokkah?

Seperti biasa, pro dan kontra langsung mengemuka. Negeri ini kiranya sudah kadung terbelah. Apa pun masalahnya, siapa pun pemerannya, pertikaian di media sosial dibikin ramai. Yang penting beda, yang penting kami benar mereka salah, itu prinsip mereka.

Bagi yang kontra, penggunaan pawang hujan di Mandalika ialah sesuatu yang memalukan. Aib. Kepada dunia, kita seakan menunjukkan diri sebagai bangsa terbelakang. Bangsa yang masih percaya pada hal-hal mistis, takhayul. Bangsa yang masih mengandalkan hal-hal yang tak masuk akal. Lebih jauh lagi, ia ditarik-tarik ke ranah agama.

Bagi yang pro, setidaknya yang tidak keberatan, penggunaan pawang hujan di Mandalika bukanlah persoalan yang perlu dipersoalkan. Apa salahnya memakai jasa pawang hujan untuk tujuan yang baik? Bukankah itu bagian dari ikhtiar untuk melengkapi ikhtiar lain lewat teknologi? Begitulah prinsip mereka.

Penggunaan teknologi memang digunakan pula untuk menghadapi cuaca di Mandalika. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar operasi teknologi modifikasi cuaca. Jadi, teknologi berbasis akal dan pawang hujan yang berlandaskan supranatural berkolaborasi.

Harus diakui, keberadaan pawang hujan masih diakui. Tak cuma di Sirkuit Mandalika, jasa pawang hujan juga kerap digunakan mulai hajatan kampung hingga kelas nasional, bahkan internasional. Pada pembukaan Asian Games 2018 di Senayan, Rara pun dilibatkan.

Bagi sebagian orang, pawang hujan mungkin simbol keterbelakangan. Namun, tidak sedikit pula yang menempatkannya sebagai bagian dari local wisdom, kearifan lokal. Ia perlu dilestarikan.

Kiranya tak perlu kita meributkan pawang hujan. Meski sulit diterima akal, faktanya ia tetap dibutuhkan. Dalam buku Drawings of Balinese Sorcery seperti dikutip Imaniar Yordan Christy di jurnalnya, Objek-Objek dalam Ritual Penangkal Hujan, Hooykaas memadankan tolak hujan dengan the art of clearing the sky, ilmu membersihkan langit. Sebaliknya, panggil hujan dipadankan dengan the art of making wind and rain, ilmu membuat angin dan hujan. Keduanya sama-sama dilakukan dengan gabungan mantra dan sarana.

Ritual menolak hujan juga disebutkan tak cuma monopoli negara terbelakang atau berkembang. Di negara pemimpin teknologi seperti Jepang, ia masih ada. Untuk menangkal hujan, sebagian rakyat Jepang memercayai boneka putih yang digantung di jendela. Ritual itu disebut teru-teru bozu.

Jadi, buat apa meributkan pawang hujan di GP Indonesia di Sirkuit Mandalika? Bukankah lebih berfaedah jika kita meributkan bagaimana caranya bangsa ini punya pembalap Moto-GP?



Berita Lainnya
  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.