Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Enaknya Pejabat Kita

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
11/3/2022 05:00
Enaknya Pejabat Kita
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

ENAK benar jadi pejabat di negeri ini. Sudah gajinya tinggi, tunjangan dan fasilitas berlimpah. Kalau tak mampu mengatasi persoalan, tinggal menyalahkan rakyat.

Itulah hak-hak istimewa yang seolah melekat dalam pejabat. Memang, tidak semua pejabat melakukan itu. Akan tetapi, beberapa contoh terkini memperlihatkan betapa pejabat mau enaknya sendiri. Tak mau susah, tak mau memeras otak banting tulang untuk memenuhi tugas dan kewajibannya. Tak mau kaki menjadi kepala, kepala jadi kaki, untuk melunasi sumpahnya sebagai abdi rakyat.

Pejabat idealnya punya kelebihan dari yang lain. Dia mesti pintar di atas rata-rata. Harus pula punya integritas dan kredibilitas istimewa.

Pejabat eloknya juga punya kapasitas sebagai problem solver. Bukan pencari masalah, apalagi pelempar masalah. Itulah kenapa pejabat berhak atas pendapatan yang tinggi. Dia dibayar mahal oleh rakyat.

Karena itu, geregetan betul rasanya ketika ada pejabat yang tak mampu menjadi pemecah masalah di saat rakyat menghadapi masalah. Masalah minyak goreng, misalnya. Masalah ini sudah berlangsung sejak akhir 2021. Sudah sekitar empat bulan.

Awalnya harga minyak goreng melambung tinggi. Tinggi sekali. Lalu para pejabat di pemerintah mematok harga eceren tertinggi. Niatnya bagus agar rakyat tak dipermainkan produsen dan pedagang. Akan tetapi, hasilnya, minyak goreng langka. Rakyat susah mendapatkannya. Harga murah, tetapi barang tidak ada, apalah gunanya.

Keinginan rakyat simpel, yakni barang gampang didapat, harga terjangkau. Namun, keinginan yang sederhana itu tetap saja berujung rumit. Pemerintah katanya sudah menempuh banyak langkah, tapi minyak goreng di lapangan tetap gaib. Lalu, muncullah pejabat yang menjadi pelempar kesalahan.

Dia adalah pejabat di Kementerian Perdagangan, kementerian yang bertugas mengurusi minyak goreng. Irjen Kemendag Didid Noordiatmoko awalnya mengungkapkan, produksi minyak goreng sudah mendekati kebutuhan dalam negeri. Seharusnya, kata dia, kelangkaan bisa segera teratasi.

Didid menekankan, pemerintah secara bertahap menyelesaikan persoalan. Namun, muncul persoalan baru dampak dari kenaikan harga dan kelangkaan barang, yakni panic buying. Kata dia, ketika mendapat kesempatan, rakyat membeli melebihi kebutuhan. Hasil riset menyebutkan kebutuhan minyak goreng per orang hanya 0,8-1 liter per bulan. Dia melontarkan indikasi, banyak rumah tangga menstok minyak goreng.

Bagi pejabat, kesengkarutan minyak goreng yang tak kunjung terurai karena salah rakyat. Coba kalau rakyat tak menimbun minyak goreng di rumah, pasti urusan sudah beres. Begitulah pikirannya. Gampang, sangat gampang. Padahal, jangankan menimbun, alih-alih menstok di dapur, untuk mendapatkan barang seliter saja rakyat kebanyakan sulit.

Menyalahkan orang lain ketika tak berdaya menuntaskan masalah jelas bukan kriteria pejabat yang baik. Apalagi yang disalahkan rakyat. Rakyat bukan tempatnya salah. Bukan kali ini saja rakyat jadi keranjang kesalahan.

Dulu, saat menjabat Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani mendapat sorotan miring. Saat menanggapi permintaan Gubernur Made Mangku Pastika agar alokasi raskin daerah Bali dinaikkan, dia justru berkelakar menjawab, ''Jangan banyak-banyak makanlah, diet sedikit tidak apa-apa.''

Ada pula seorang menteri yang menyalahkan petani ketika harga cabai melambung. Kata dia, tingginya harga cabai menjadi siklus tahunan karena petani sangat responsif terhadap situasi di lapangan. Saat harga naik, petani ramai-ramai menanam cabai. Ketika harga turun, mereka ogah menanamnya.

Ketika pandemi covid-19 menggila pun, beberapa kali pejabat menyalahkan rakyat. Tatkala kasus melonjak, ada saja yang bilang karena warga tidak patuh pada protokol kesehatan. Di lain waktu, ada yang menyebut karena rakyat nekat mudik, ngotot liburan, maka penularan kembali luas.

Rakyat bisa keliru. Tetapi tidaklah tepat menempatkan mereka sebagai muara kesalahan. Logikanya sebaiknya kita balik, kenapa rakyat tak patuh? Karena pejabat gagal membuat mereka patuh. Padahal pemerintah oleh negara diberi segala perangkat untuk memastikan rakyat patuh.

Menyalahkan rakyat sama saja tak pandai menari lalu bilang lantai terjungkat. Ibarat buruk wajah cermin dibelah. Ia berbahaya. Bukankah mereka yang selalu menutup-nutupi kesalahan dan menyalahkan pihak lain cenderung terus-menerus berbuat kesalahan?

Akan tetapi, itulah enaknya menjadi pejabat di negeri ini. Beda dengan di negeri wakanda. Di sana, jika gagal, jika tak mampu mengatasi masalah rakyat, pejabat tak menyalahkan rakyat. Ia yang bertanggung jawab, bahkan tak jarang yang memilih mundur menanggalkan segala kenyamanan. Itulah kesatria.

Pramoedya Ananta Toer pernah bilang, apa yang diharapkan dari mereka yang hanya bercita-cita jadi pejabat negeri, sebagai apa pun, yang hidupnya hanya penantian datangnya gaji? Kita, setidaknya saya, pun sulit berharap kepada pejabat-pejabat model demikian.



Berita Lainnya
  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.