Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
SUDAH lama korban lantang bersuara dan tak terhitung pula data bicara. Korban terus berjatuhan, tapi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) baru disetujui di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR, kemarin.
Perjalanan RUU TPKS menjadi undang-undang masih panjang. Setelah disetujui Baleg, RUU itu dibawa ke rapat paripurna DPR untuk dimintai persetujuan menjadi RUU inisiatif dewan. Kemudian pimpinan DPR menyurati Presiden agar menunjuk menteri yang mewakili Presiden dalam membahas RUU TPKS. Nantinya ada dua tingkatan pembahasan di DPR bersama pemerintah.
Harus jujur diakui bahwa kematian Novia Widyasari Rahayu, mahasiswi Universitas Brawijaya Malang, menjadi pemantik perubahan sikap fraksi-fraksi di Baleg DPR. Ia mengalami tindakan kekerasan seksual, tapi pelakunya sulit dijerat hukum secara maksimal karena payung hukumnya masih dimain-mainkan di Senayan.
Hingga minggu lalu, lima fraksi di Baleg DPR masih kukuh menolak RUU TPKS. Jika divoting saat itu, jumlah penolak lebih banyak. Perubahan sikap baru muncul setelah meledak kasus Novia di media sosial, menjadi viral pada Sabtu (4/12).
Kasus Novia menyedot perhatian publik. Siaran pers Komnas Perempuan pada 6 Desember membuat terperangah. Disebutkan bahwa NWR ialah korban kekerasan yang bertumpuk dan berulang-ulang dalam durasi hampir dua tahun sejak 2019. Ia terjebak dalam siklus kekerasan di dalam pacaran yang menyebabkannya terpapar pada tindak eksploitasi seksual dan pemaksaan aborsi.
Menurut data Komnas Perempuan, kekerasan dalam pacaran ialah jenis kasus kekerasan di ruang privat/personal yang ketiga terbanyak dilaporkan. Pada kurun 2015-2020 tercatat 11.975 kasus yang dilaporkan berbagai pengada layanan di hampir 34 provinsi, sekitar 20% dari total kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di ranah privat.
Kasus NWR merupakan salah satu dari 4.500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode Januari-Oktober 2021. Ini sudah dua kali lipat lebih banyak daripada jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan pada 2020.
Simpati publik atas tragedi Novia berujung pada desakan agar DPR segera mengesahkan RUU TPKS. Desakan itu sangat kuat sehingga mengubah konstelasi kekuatan di Baleg. Kemarin, tujuh fraksi menyetujui RUU TPKS untuk menjadi usulan inisiatif DPR.
Ketujuh fraksi itu ialah Fraksi PDIP, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai NasDem, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP. Fraksi Golkar meminta penundaan pengambilan keputusan dengan alasan masih ingin mendengarkan masukan publik dan Fraksi PKS tegas menolaknya.
Alasan masih ingin mendengarkan masukan publik terkesan mengada-ada. Itu karena pada pembahasan tingkat pertama, pembuat undang-undang berkewajiban menampung aspirasi masyarakat.
RUU TPKS yang semula bernama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah menempuh jalan sangat panjang. Kelahirannya diinisiasi kelompok masyarakat sipil pada 2012 dan menembus Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada 2016.
Tarik ulur diwarnai sensasi terjadi di Baleg. RUU itu baru dibahas pada Oktober 2017, tetapi dua tahun kemudian muncul petisi penolakan. Karena itulah, hingga akhir DPR periode 2014-2019, RUU TPKS tidak bisa diselesaikan. Lebih ironisnya lagi, pada tahun lalu, RUU itu dikeluarkan dari Prolegnas dan baru masuk lagi dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Setelah disetujui Baleg, tugas publik untuk mengawasi pembahasannya di DPR bersama pemerintah. Diawasi karena kekerasan seksual mengganggu rasa aman dan kebebasan seseorang serta dapat menimbulkan penderitaan fisik dan psikologis bagi korban. Bukankah Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa setiap orang berhak mendapatkan rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan?
Publik harus memastikan RUU TPKS dibahas memenuhi syarat formil. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 harus dijadikan rujukan, terutama terkait dengan partisipasi publik.
Menurut MK, partisipasi masyarakat dalam suatu pembentukan undang-undang bertujuan antara lain membangun lembaga legislatif yang lebih inklusif dan representatif dalam pengambilan keputusan.
Paling penting lagi ialah partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna. Ada tiga syarat partisipasi masyarakat lebih bermakna. Pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya. Kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya. Ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Putusan MK itu menyadarkan kita bahwa substansi sama pentingnya dengan prosedur dalam pembahasan RUU TPKS. Karena itu, agar RUU TPKS tidak cacat formil maupun materil, baik kiranya DPR mendengarkan masyarakat, suara korban dan menyimak data bicara, jangan asyik-asyik sendiri di Senayan.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved