Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Menghentikan Kekerasan

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
01/12/2021 05:00
Menghentikan Kekerasan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

ADA dua jenis kekerasan yang kerap dilakukan oleh sejumlah ormas di negeri ini. Pertama, kekerasan berbasis ideologis. Kelompok yang satu ini mengatasnamakan 'jihad keyakinan dan surga' dalam melakukan aksi. Kedua, mereka yang melakukan kekerasan untuk tujuan penguasaan aset-aset ekonomi, juga demi mendapat jatah proyek.

Baik golongan pertama maupun kedua memiliki misi yang sama, yakni mendelegitimasi negara. Wibawa negara dibuat rontok di hadapan warganya. Dua-duanya juga mengancam rasa aman publik. Dua-duanya berusaha membuat kuku-kuku negara tumpul, kaki-kaki negara lemah.

Dua-duanya lahir dari rahim ibu kandung yang sama, yakni demokrasi. Akan tetapi, setelah lahir, mereka menjadi musuh utama demokrasi karena kekerasan bertentangan dengan spirit dan substansi demokrasi. Jalan hidup melalui demokrasi dengan seperangkat institusinya adalah sarana nonkekerasan.

Di bawah kondisi demokratis, kepentingan dan kekuasaan tidak bisa diperoleh lewat jalan pemaksaan, tetapi melalui konsensus yang memerlukan penghormatan publik. Prinsip-prinsip yang dilakukan pun atas dasar aturan hukum, bukan maunya sendiri.

Maka, masuk akal bila umumnya publik berharap negara bertindak keras atas pelaku kekerasan itu. Negara sudah menunjukkan taringnya untuk pelaku kekerasan atas nama keyakinan, meski akar-akarnya masih belum sepenuhnya habis. Kini, yang juga ditunggu ialah tangan kuat negara untuk membekuk pelaku kekerasan bermotif penguasaan aset dan proyek yang mulai kerap muncul akhir-akhir ini.

Tanpa ketegasan itu, wibawa negara akan dirongrong terus. Ujung-ujungnya, kualitas demokrasi akan merosot. Manakala perkembangan demokrasi belakangan ini diwarnai berbagai ekspresi kekerasan, baik fisik maupun verbal, maka kondisi demokrasi kita jelas berada di ambang bahaya. Lebih mengerikan lagi bila berbagai ekspresi kekerasan di ruang publik itu makin merebak, seolah-olah di luar kapasitas negara untuk mengendalikannya.

Perkembangan ini, bila dibiarkan, mengarah pada pelaksanaan demokrasi yang masih bersandar pada gerak sentripetal kekuasaan. Gerak seperti itu sekadar bersifat narsistik. Sebaliknya, bila negara bertindak dan spiral kekerasan bisa dihentikan, demokrasi kita menuju ke gerak sentrifugal yang berorientasi pada kemaslahatan umum.

Jurnalis dan penulis asal Inggris, Humphrey Hawksley, pernah mengingatkan betapa bahayanya demokrasi yang lemah atau dilemahkan oleh kekerasan. Dalam bukunya, Democracy Kills, ia memperlihatkan potret yang mengerikan, penduduk di bawah sistem demokrasi lemah otoritas berpeluang mati lebih besar ketimbang di bawah sistem kediktatoran. Sebagai contoh, harapan hidup warga negara demokratis Haiti hanya 57 tahun, jauh jika dibandingkan dengan mereka yang hidup di bawah kediktatoran Kuba yang mencapai 77 tahun.

Demokrasi memang bermaksud menghilangkan pemerintahan otoriter, tetapi tak bisa ditegakkan tanpa wibawa otoritas. Tanpa wibawa otoritas negara hukum, kata Humphrey, demokrasi bisa mengarah pada anarki. Dalam kondisi itu, demokrasi melakukan tindakan bunuh diri.

Pada titik tertentu, orang kemudian berimajinasi tentang masa lampau. Kalimat 'Piye kabare? Penak jamanku toh’ sebenarnya juga bagian ekspresi kekesalan masyarakat atas pembiaran tindakan kekerasan yang mengancam rasa aman. Kalimat yang kerap dijumpai dalam meme atau di bagian belakang mobil truk itu memuat sindiran agar negara bertindak memperbaiki keadaan.

Apalagi, beberapa aksi kekerasan itu bahkan memakan korban jiwa. Ada juga kekerasan yang menimpa perwira menengah polisi. Saya mendengar polisi segera bertindak atas beragam aksi brutal itu. Semoga yang saya dengar benar, bukan halu.

John Stuart Mill, filsuf Inggris yang hidup di abad ke-19, menekankan tidak ada pembenaran atas kekerasan. Satu-satunya justifikasi bagi tindakan melawan ialah perlindungan diri (self-protection), dan satu-satunya rintangan atas kebebasan yang bisa dijustifikasi ialah untuk mencegah bahaya bagi orang lain.



Berita Lainnya
  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.