Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
PEMBACA budiman, izinkanlah saya sebagai orang awam kali ini 'bermain-main' menafsir pengertian 'inkonstitusionalitas bersyarat'. Inilah pengertian yang diproduksi Mahkamah Konstitusi, sang pengawal Undang-Undang Dasar, dalam putusannya terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.
Pengertian pertama ialah diperbolehkan ada undang-undang yang tidak sesuai dengan konstitusi. Sebuah pengertian yang mencong. Inilah bermain-main pengertian dengan konstitusi yang amat berbahaya.
Terus terang sulit dimengerti MK menghasilkan putusan yang memperkenankan 'inkonstitusionalitas'. Apa pun alasannya, apa pun argumentasinya, bersyarat sekalipun.
Pengertian yang kedua perihal inkonstitusionalitas bersyarat selama dua tahun. Selama dua tahun ini diperkenankan ada sebuah undang-undang yang 'inkonstitusional'. Hemat saya, sedetik pun tak boleh terjadi sebuah undang-undang diizinkan inkonstitusional oleh putusan MK.
Tentu logis timbul pertanyaan kenapa MK memberi waktu dua tahun? Kenapa tidak tiga tahun? Atau kenapa tidak setahun saja?
Kiranya setahun terlalu singkat untuk membereskan sebuah omnibus law yang centang perenang. Di dalam perkara ini rasanya MK tak ingin pemerintah dan DPR, pembentuk undang-undang, kembali tergesa-gesa. Bukankah porak-parik UU Cipta Kerja ini akibat dibuat dengan ngebut?
Kenapa tidak tiga tahun? Kiranya ini waktu terlalu panjang yang dapat mengakibatkan terjadinya 'inkonstitusionalitas yang kebablasan'. Yang bikin UU Cipta Kerja, presiden dan DPR hasil Pemilu 2019, umurnya tak sampai tiga tahun lagi. Akan ada DPR dan presiden baru, hasil Pemilu 2024. Apakah mereka mau repot 'mencuci piring' warisan undang-undang yang cacat formal pembentukannya? Jawabnya tidak.
Bila tidak diperbaiki dalam dua tahun ini, UU Cipta Kerja akan batal dengan sendirinya karena inkonstitusional. Bila itu yang terjadi, undang-undang orisinal sebelum dipermak dan disatukan menjadi UU Cipta Kerja, otomatis berlaku kembali sesuai dengan aslinya.
Putusan MK kali ini berisi larangan. Selama dua tahun ini pemerintah dilarang membuat peraturan pelaksana sebagaimana diperintahkan UU Cipta Kerja. Akan tetapi, peraturan pelaksana yang sudah dibuat, tetap berlaku. Tetap berlaku karena tercakup di dalam pengertian undang-undang yang inkonstitusional bersyarat.
Larangan lainnya ialah selama dua tahun ini pemerintah tidak boleh mengambil kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas bertautan dengan UU Cipta Kerja. Ini larangan luar biasa terhadap pemerintah yang tugasnya membuat kebijakan kepublikan. Pemerintah harus patuh. Ini akibat perbuatan pemerintah. UU Cipta Kerja inisiatif pemerintah. Sekarang undang-undang ini 'masih dalam rawat jalan' selama dua tahun. Tunggulah 'sehat' secara konstitusional, barulah pemerintah boleh membuat peraturan pelaksana.
Empat dari sembilan hakim konstitusi menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) atas putusan MK itu. Sebuah bukti bahwa putusan diambil dengan 'sangat berat hati'.
Putusan MK bersifat final dan mengikat. Sifat 'final' itu belum terwujud. Kali ini putusan MK bersifat 'semifinal'. Dia baru 'akan' final dua tahun lagi. Belum tentu tuntas. Kelak masih terbuka kemungkinan ada yang memiliki legal standing memohon ke MK untuk mengujinya kembali. Capek deh.
Kesimpulan, ada pakar hukum tata negara yang bilang putusan MK kali ini membingungkan. Ini pun pelajaran bagi pemerintah dan DPR untuk tidak sembrono membuat undang-undang yang membingungkan.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved