Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Jejak Saran Saldi Isra

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
29/11/2021 05:00
Jejak Saran Saldi Isra
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(Ebet/MI)

HASIL tidak pernah mengkhianati proses. Akan tetapi, proses itulah yang selama ini diabaikan Mahkamah Konstitusi dalam menguji konstitusionalitas sebuah undang-undang.

Sejak berdiri pada 2003, MK hampir tidak pernah mengabulkan uji formil. Mahkamah terjebak pada teks karena hanya fokus pada materi undang-undang. Fokus uji materi ialah kata, kalimat, ayat, dan pasal sampai titik komanya berkesesuaian dengan konstitusi.

Mahkamah mengabaikan dengan kesadaran penuh prosedurnya seperti dalam Putusan MK Nomor 27/PUUVII/ 2009 terkait dengan pengujian prosedur pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

MK berkesimpulan bahwa terdapat cacat prosedural dalam pembentukan undang-undang itu. Namun, demi asas kemanfaatan hukum, UU 3/2009 tetap berlaku sehingga amar putusannya menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Itu artinya hasil akhir mengalahkan proses.

Setelah 18 tahun berdiri, muncul kesadaran MK untuk memuliakan proses. Sejarah dicatatkan MK pada 25 November 2021 dengan menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ialah cacat formil sebagaimana putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Sudah terlalu banyak uji formil kandas di MK. Padahal, fungsi pengujian formil sejatinya menempatkan MK sebagai pengawal hukum yang demokratis. Mengawal proses pembentukan undang-undang agar berjalan secara demokratis yang taat pada asas tata cara pembuatannya.

Ada empat standar pengujian formil yang disebutkan dalam Putusan MK Nomor 79/PUU-XVII/2019. Pertama, pengujian atas pelaksanaan tata cara atau prosedur pembentukan undang-undang, baik dalam pembahasan maupun dalam pengambilan keputusan atas rancangan suatu undang-undang menjadi undang-undang.

Kedua, pengujian atas bentuk, format, atau struktur undang-undang. Ketiga, pengujian berkenaan dengan kewenangan lembaga yang mengambil keputusan dalam proses pembentukan undang-undang. Keempat, pengujian atas hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil.

 

Kalau mau jujur, ada jejak pemikiran hakim konstitusi Saldi Isra dalam putusan cacat formil itu. Jejak itu ditemukan dalam pidato pengukuhan guru besarnya pada 11 Februari 2010. Ia menyampaikan pidato berjudul Purifikasi Proses Legislasi melalui Pengujian Undang-Undang. Ia menyoroti praktik moral hazard berupa suap dan korupsi dalam proses pembentukan undang-undang.

Saldi menyarankan harus ada keberanian Mahkamah Konstitusi bahwa moral hazard merupakan pelanggaran moral substansi yang amat serius dalam proses pembentukan undang-undang. ”MK harus bisa menjadi pihak luar yang memberikan shock therapy kepada DPR sebab DPR akan sulit memperbaiki dirinya dengan cepat.”

Terkait dengan pentingnya terapi kejut dari MK juga diutarakan Saldi Isra saat menjadi saksi ahli pemohon dalam perkara Nomor 27/PUU-VII/2009. Ia mengatakan jika ada terapi kejut dari MK, sangat mungkin akan ada perubahan perilaku di DPR dalam kaitan pembuatan undang-undang.

Menurut Saldi, secara konstitusional, harapan besar untuk membangunkan kembali legislasi yang telah cukup lama mengalami mati rasa (termasuk mati rasa dalam tingkat kehadiran dalam persetujuan RUU) ada pada MK. Ketika harapan itu diutarakan, Saldi masih menjadi seorang intelektual murni.

Tujuh tahun kemudian, tepatnya pada 11 April 2017, Saldi Isra dilantik Presiden Joko Widodo menggantikan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi masa jabatan 2017–2022. Meski sudah menjadi hakim konstitusi, Saldi Isra tidak serta-merta bisa mewujudkan gagasannya untuk menjadikan MK sebagai pihak luar yang bisa memberikan terapi kejut kepada pembuat undang-undang.

Butuh waktu empat tahun bagi Saldi Isra bersama empat hakim konstitusi lainnya untuk memberikan shock therapy kepada pembuat undang-undang dengan menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil.

Jika membaca secara saksama pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 juga ditemukan jejak pemikiran Saldi Isra. Pada 19 Oktober 2009, Saldi menulis artikel berjudul Kudeta Redaksional. Ia menyoroti hilangnya ‘ayat tembakau’ dari RUU Kesehatan.

Berdasarkan konstitusi, tulis Saldi, segala perubahan atas substansi UU harus dilakukan DPR dan pemerintah. Semua perubahan dilakukan melalui proses legislasi, bukan melalui cara-cara liar di luar formalitas konstitusi.

Pemikiran Saldi itu bisa ditemukan dalam pertimbangan hukum MK poin 3.17.6. Disebutkan, rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, tidak boleh lagi dilakukan perubahan yang sifatnya substansial. Kalaupun terpaksa dilakukan perubahan, hanyalah bersifat format atau penulisan karena adanya kesalahan pengetikan dan perubahan tersebut tidak boleh mengubah makna norma pasal atau substansi rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama.

Eloknya, hasil dan proses itu sama-sama menjadi keutamaan sebuah undang-undang. Sherry Arnstein mengingatkan bahwa sering kali dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang terjadi memenuhi aspek formalnya saja. Masalah substansi, moralitas konstitusional, dan lain-lain dikesampingkan. Jangan sampai itu terjadi.



Berita Lainnya
  • Mengakhiri Anomali

    19/8/2025 05:00

    BANGSA Indonesia baru saja merayakan 80 tahun usia kemerdekaan.

  • Topeng Arogansi Bopeng Kewarasan

    18/8/2025 05:00

    ADA persoalan serius, sangat serius, yang melilit sebagian kepala daerah. Persoalan yang dimaksud ialah topeng arogansi kekuasaan dipakai untuk menutupi buruknya akal sehat.

  • Ibadah bukan Ladang Rasuah

    16/8/2025 05:00

    LADANG ibadah malah dijadikan ladang korupsi.

  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.