Ma’ruf Amin dan Erick Thohir

Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
26/10/2021 05:00
Ma’ruf Amin dan Erick Thohir
Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

APAKAH Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir layak mendapat gelar doktor honoris causa?

Jawaban mesti dikembalikan kepada persyaratan pokok; apakah tiap-tiap pejabat itu termasuk ‘seseorang yang dianggap telah berjasa dan atau berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia’?

Adalah Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang berencana memberi gelar doktor kehormatan kepada kedua pejabat itu. Muncul keberatan dari mereka yang membahasakan diri sebagai Aliansi Dosen UNJ. Mereka menilai kedua pejabat tersebut tidak memenuhi syarat mendapatkan gelar doktor honoris causa dari UNJ.

Di UNJ ada ketentuan bahwa gelar doktor honoris causa tidak diberikan oleh UNJ kepada siapa pun yang sedang menjabat dalam pemerintahan. Hal ini untuk menjaga moral akademik UNJ. Ini berarti gelar kehormatan itu hanya diberikan kepada Ma’ruf Amin dan Erick Thohir jika peraturan itu diubah atau dilanggar.

Mengubah peraturan universitas hanya untuk kepentingan memberi Dr HC kepada wapres dan seorang menteri kiranya bukan perbuatan terhormat. Terlebih bila universitas melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri. Ini ‘keterlaluan’.

Faktanya memang banyak orang di negeri ini yang mendapat gelar Dr HC justru ketika sedang menjadi pejabat publik. Akan tetapi, tidak muncul polemik di universitas karena di universitas itu mungkin tak ada ketentuan bahwa Dr HC tidak diberikan kepada pejabat. Kemungkinan lain mereka berpandangan memberi gelar Dr HC perkara yang lumrah. Kenapa mesti diributin?

Yang elok tentu universitas memberi gelar Dr HC setelah seseorang itu menjadi mantan pejabat. Elok karena menunjukkan bahwa jasa atau karya orang itu memang luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia sehingga takkan lekang kendati yang bersangkutan bukan lagi pejabat.

Memberi gelar kehormatan Dr HC kepada pejabat tak terhindar dari penilaian bahwa ‘ada udang di balik batu’. Tentu bukan ‘udang kecil’. Inilah gelar kehormatan beraroma transaksional.

Ada juga perkara langka. Universitas memberi gelar Dr HC kepada seorang alumnusnya karena amat bangga. Belum pernah ada lulusannya menjadi menteri. Barangkali dalam 20 tahun ke depan belum tentu terulang.

Begitu banyak orang yang mendapat gelar Dr HC di dalam kedudukan sebagai pejabat publik yang jasa dan karyanya ‘biasa-biasa saja’ sehingga pemberian gelar itu sebetulnya tak terasa lagi sebagai sebuah kehormatan. Yang terjadi seperti sebuah musim. Ada musim rambutan, ada musim universitas memberi gelar Dr HC.

Rambutan ada yang manis, ada yang asam. Apakah ‘rasa’ yang melekat pada doktor honoris causa Wapres Ma’ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir? Bagi yang hendak memberi gelar itu rasanya manis, manis sekali. Bagi yang menentangnya, rasanya asam sekali. Bahkan mungkin pahit sekali. Kiranya penolakan sejumlah dosen itu merupakan rasa pahit yang perlu dirasakan sebagai kritik yang sehat bagi universitas.

Para petinggi di universitas mungkin telah mengidap complacency, kepuasan dengan diri sendiri. Mereka tak melihat ada hal yang salah dalam hal pemberian gelar kehormatan doktor honoris causa. Mereka tak bertepuk sebelah tangan. Para petinggi negeri pun mungkin termasuk the complacent class (meminjam istilah ekonom Tyler Cowen). Kelas yang puas diri, yang dalam hal ini merasa diri sangat patut mendapat kehormatan doktor honoris causa karena telah memberi jasa dan/atau karya yang luar biasa.

Barangkali sia-sia berharap Wapres Ma’ruf Amin atau Menteri Erick Thohir menyatakan tidak bersedia diberi gelar Dr HC. Kendati sia-sia, saya tetap berharap mereka melakukannya. Kenapa? Jokowi 21 kali menolak pemberian gelar doktor honoris causa. Suatu hari dia menjawab, “Buat saya berat itu. Saya ini orang bodoh kayak gini. Berat lho, jangan sampai kita mendapatkan sesuatu yang sebenarnya kita belum layak. Saya pikir-pikir dulu, ini berat.”

Suatu hari yang lain Jokowi berkata, ”Saya kan hanya insinyur kehutanan dari UGM. Itu saja sudah cukup.”

Jokowi menunjukkan dirinya bukan penyandang complacency. Dia bukan jenis yang puas dengan diri sendiri. Dia tahu diri. Dia menolak pemberian gelar doktor kehormatan itu. Bukankah ini contoh yang bagus?



Berita Lainnya
  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.