Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Peramah yang Marah-Marah

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
16/10/2021 05:00
Peramah yang Marah-Marah
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

INDONESIA itu bangsa peramah, bukan pemarah. Rakyat dan pemimpinnya suka ramah-tamah serta ogah marah-marah. Kalimat itu sudah didengungkan berabad-abad lampau sejak nama Indonesia belum ada. Jadi, kalau ada yang hobi marah-marah, jangan-jangan dia lupa bahwa ia orang Indonesia.

Hingga kini, watak bangsa ramah itu masih terus dipromosikan. Ke seantero dunia, malah. Tujuannya agar orang luar mau berkunjung ke seluruh Nusantara dan menetap lama di tempat-tempat yang dikunjungi itu. Hanya dengan modal awal senyum, salam, dan sapa, devisa bakal datang mengisi pundi-pundi negeri.

Namun, tidak semua sepakat dengan pernyataan bahwa bangsa kita full peramah. Sejarah masa lampau menjadi argumennya. Banyak jejak yang menunjukkan kita juga bangsa pemarah. Sejumlah perebutan kekuasaan di negeri ini, contohnya, didahului kemarahan dan dilakukan dengan penuh amarah.

Demi takhta dan asmara, pada masa Kerajaan Singasari (sekarang Jawa Timur), Ken Arok melampiaskan amarahnya dengan membunuh Tunggul Ametung. Dalam Babad Tanah Jawa juga dilukiskan bagaimana elite kerajaan di Jawa mengajak rakyat untuk 'marah bersama-sama' demi menumbangkan lawan politik.

Berkali-kali pula sejarah pergantian kekuasaan di era pascakemerdekaan dilalui dengan amarah bahkan pertumpahan darah. Dari Orde Lama ke Orde Baru, kemarahan meletup di mana-mana. Begitu pula saat Orde Reformasi melengserkan Orde Baru, kemarahan juga membuncah. Di era reformasi, pada masa transisi demokrasi, kemarahan malah mendapat panggung.

Pada masa transisi politik, konflik sosial begitu gampangnya memicu kekerasan kolektif. Ketika sistem politik otoriter-sentralistis bermetamorfosis ke sistem demokratis-desentralistis, sistem ekonomi kapitalisme pertemanan ke sistem ekonomi pasar dan sistem sosial makin terpolarisasi, letupan kemarahan yang berujung konflik menjadi mudah kita temui.

Hanya gara-gara persoalan sepele, kemarahan bisa menjadi kekerasan masif yang destruktif. Bahkan, mulai muncul keraguan bahwa kita bangsa penuh sopan santun. Kemarahan, juga kekerasan, seolah-olah menjadi saluran tunggal untuk penyelesaian suatu masalah.

Pada saat Jakarta dipimpin Ahok, kemarahan seolah menjadi menu harian. Namun, ada yang membela bahwa sudah saatnya Jakarta 'dimarahi'. Untuk sejenak, kemarahan Ahok serasa cespleng mengatasi masalah. Akan tetapi, dalam jangka menengah, ia menjadi bumerang bagi sang pemarah: tidak dipilih dalam Pilkada.

Ketika Ahok sudah mulai bisa mengerem tabiat marah-marah, muncul pengulang Ahok. Namanya Tri Rismaharini. Bu Risma suka marah-marah sejak menjadi Wali Kota Surabaya. Kebiasaan itu ia bawa hingga menjadi Menteri Sosial. Meski sudah berkali-kali diingatkan untuk menghentikan kemarahan yang tidak perlu, Risma bergeming.

Alhasil, mulai ada perlawanan. Sayangnya, juga dengan cara marah-marah. Itulah yang terjadi di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, tengah pekan ini, saat Mensos mengunjungi tempat yang disebut sang pemrotes sebagai 'sarang supplier bansos'.

Dengan marah-marah dan menuding ke arah Bu Mensos, sang pemrotes menyarankan Risma sebaiknya melihat langsung distribusi bansos ke penerima yang ia sebut masih amburadul ketimbang menjenguk supplier. Dengan marah-marah pula Risma merasa difitnah dan meminta data bukti bahwa tempat yang ia kunjungi, termasuk supplier, yang boleh jadi bagian dari sengkarut distribusi bansos. Setidaknya, menurut versi pemrotes.

Tak mengherankan jika dalam ruang besar Republik ini, kemarahan begitu terlihat jelas. Elite yang marah-marah, dibalas rakyat dengan marah-marah, berakhir dengan merebaknya spiral kemarahan. Maksud substantif dari kemarahan untuk menyetop kesengkarutan pun menguap.

Namun, sekali lagi, saya meyakini itu bukan watak 'asli' bangsa ini. Dalam istilah mahaguru sosiologi Emile Durkheim, itu anomi: situasi kegamangan, keadaan yang berbanding terbalik dengan situasi 'normal'. Itu kondisi temporer, tidak permanen. Bakal menemukan titik keseimbangan baru manakala sudah mulai terkendali. Senjata kita cuma satu, yakni mari menonton parade kemarahan ini dengan rileks. Boleh sambil menyeruput kopi sembari mendengarkan Rhoma Irama mendendangkan lagu Pemarah dan Santai.



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik