Sunatullah Anies

Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group
23/2/2021 05:00
Sunatullah Anies
Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MENYERAP air sebanyak-banyaknya ke dalam bumi ketimbang mengalirkan sebanyak-banyaknya air ke laut untuk mencegah banjir bukanlah pengetahuan baru. Selain untuk mencegah banjir, teknik semacam itu menjadi sarana persediaan air tanah.

Institut Pertanian Bogor tercatat yang menemukan biopori di Indonesia. Biopori ialah pori-pori yang berfungsi menyerap air hujan ke dalam bumi. Pemerintah pada 2015 mencanangkan program pembuatan lima juta biopori.

Pada 2013, Gubernur DKI Jokowi menerbitkan peraturan gubernur yang mewajibkan setiap bangunan yang memiliki izin mendirikan bangunan untuk membangun sumur resapan. Sumur resapan berfungsi menampung dan menyerap air hujan dari talang-talang air di bangunan-bangunan. Sumur resapan menjadikan air hujan tidak langsung mengalir ke selokan, tetapi terserap ke bumi.

Basuki Tjahaja Purnama ketika menjadi Gubernur DKI menggantikan Jokowi membangun banyak ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau juga berfungsi menyerap air hujan ke dalam tanah. Ahok, misalnya, menjadikan bekas lokalisasi Kalijodo sebagai ruang terbuka hijau.

Menyerap air sebanyak-banyaknya ke dalam bumi ketimbang mengalirkan sebanyak-banyaknya air ke laut untuk mencegah banjir seolah pengetahuan baru di tangan Anies Baswedan. Bahkan di tangan Anies, ia seolah menjadi hukum alam baru, sunatullah baru. Kita sebut saja ini sunatullah pertama.

Kata Anies di markas Front Pembela Islam menjelang Pilkada DKI 2017, kesalahan besar Jakarta membangun gorong-gorong untuk mengalirkan air ke laut. Gorong-gorong bikin air terlalu lama antre mengalir ke laut, sedangkan sunatullah tadi bikin air langsung menyerap ke bumi.

Memakai jalan pikiran Anies, kesalahan besar juga New York, Tokyo, London, Singapura, Kuala Lumpur, dan kota-kota besar lain di dunia membangun gorong-gorong besar untuk mengalirkan air ke laut demi mencegah banjir. Faktanya kota-kota tersebut jauh lebih sukses mengendalikan banjir jika dibandingkan dengan Jakarta.

Barangkali karena takut kualat menentang sunatullah, Anies ogah menormalisasi sungai. Anies maunya menaturalisasi sungai. Entah apa beda normalisasi dan naturalisasi, hanya Anies yang tahu. Ibarat menumpang bajaj di jalan-jalan Ibu Kota, cuma sopirnya yang tahu kapan kendaraan roda tiga itu berbelok atau berhenti. Wallahualam.

Celakanya kita terbatas pengetahuan tentang apa yang dilakukan Anies untuk menjalankan sunatullah itu. Dari berita, kita baru tahu di penghujung 2020, Pemprov DKI mencanangkan program pembuatan 1.000 sumur resapan dengan anggaran Rp7 miliar.

Anies mungkin lupa dengan sunatullah lain tentang air. Sudah menjadi sunatullah, hukum alam, air senantiasa mencari tempat lebih rendah. Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah. Tempat terendah di bumi ialah laut. Air mengalir dari gunung ke laut melalui sungai-sungai. Ini sunatullah kedua.

Banyak yang melawan sunatullah itu. Masyarakat, misalnya, membangun bangunan di bantaran sungai yang menghambat aliran air ke laut sehingga terjadi banjir. Kepala daerah membiarkannya, emoh merelokalisasi permukiman dari bantara sungai, takut popularitasnya ikut mengalir ke laut juga.

Tak perlu takut kualat, menormalisasi, menaturalisasi, atau apa pun namanya, kiranya upaya menjalankan sunatullah, bukan menentangnya. Menormalisasi atau menaturalisasi sungai bikin air mengalir lancar sampai ke laut. Para Gubernur pendahulu Anies sudah melakukan nornalisasi atau naturalisasi itu.

Sunatullah ketiga ialah bentuk air senantiasa mengikuti wadahnya. Air yang dituangkan ke dalam gelas, bentuknya seperti gelas.Ketika banjir melanda Bundaran Hotel Indonesia, seperti kita saksikan lewat foto-foto dari udara, bentuk air serupa Bundaran Hotel Indonesia. Kala banjir melanda Kemang, bentuk air seperti Kemang. 

Para Gubernur pendahulu Anies sudah melakukan nornalisasi atau naturalisasi itu.

Supaya sunatullah ketiga bisa dikendalikan, laksanakan sunatullah pertama dan kedua. Agar bentuk air tidak sampai menyerupai Ibu Kota Jakarta, resap atau seraplah air ke dalam bumi, juga normalisasi atau naturalisasilah sungai-sungai.

 



Berita Lainnya
  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.