Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
LAURA Quinn, salah seorang pendiri lembaga kontra disinformasi bernama Catalist. Berdasarkan penelitiannya, Quinn merekomendasikan solusi melawan disinformasi bukan dengan menyerangnya, melainkan memaksa platform menghapus dan melarang konten disinformatif itu.
“Ketika Anda diserang, insting Anda ialah menolak dengan berkata, ‘Itu tidak benar’, tetapi jika Anda melakukan itu, platform mendorongnya dan algoritme membacanya sebagai, ‘Oh, ini populer, orang menginginkannya lagi’,” kata Quinn seperti dikutip Time edisi 15-22 Februari 2021. “Platform-platform punya kebijakan melawan perilaku fitnah, tetapi mereka perlu dipaksa.”
Di seputar Pilpres Amerika 2020, Facebook dan Twitter memblokir akun Donald Trump sampai presiden Amerika itu selesai menjabat. Trump dikenal gemar menyampaikan disinformasi melalui media sosial. Kemenangan Trump atas Hillary Clinton pada Pilpres Amerika 2016 tak terlepas dari disinformasi yang dia tebar di media sosial.
Yang dilakukan Quinn dan kawan-kawannya rentan dituduh melanggar kebebasan berpendapat, bertentangan dengan demokrasi. Padahal, Quinn dan kawan-kawan ingin menyelamatkan Pilpres AS 2020, menyelamatkan demokrasi. Inilah dilema demokrasi. Tindakan yang sebetulnya hendak menegakkan demokrasi dianggap ingin membengkokkan demokrasi.
Pilpres dan demokrasi Amerika terselamatkan. Trump gagal menjadi presiden untuk periode kedua. Apa boleh buat, ukuran kemenangan demokrasi ialah kekalahan Trump.
Quinn tak sampai mendapat tuduhan tindakannya bertentangan dengan demokrasi. Berbeda dengan di Indonesia, tindakan serupa yang dilakukan Quinn dianggap melanggar kebebasan berbicara, kebebasan sipil, bertentangan dengan demokrasi.
Ketika pemerintah memblokir akun Telegram yang menyebarkan terorisme, warganet menganggap Presiden Jokowi diktator dan anti-Islam. Padahal, dengan memblokir Telegram, pemerintah hendak menyelamatkan rakyat Indonesia dari terorisme, menyelamatkan demokrasi juga. Toh, setelah Telegram sepakat memfilter konten terorisme dan radikalisme, pemerintah membuka blokirnya.
Ketika membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia dan kemudian Front Pembela Islam, pemerintah dituduh membungkam kebebasan sipil. Padahal, HTI organisasi antidemokrasi yang berjuang menegakkan khilafah di Indonesia. Pun FPI organisasi yang acap melakoni kekerasan dan prosyariah dan itu bertentangan dengan demokrasi. Itu artinya dengan membubarkan kedua organisasi, negara telah menyelamatkan demokrasi.
Ilmuwan Robin Bush menganggap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertanggung jawab atas maraknya intoleransi dan kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok radikal dan intoleran. Bush menilai begitu karena SBY selama 10 tahun berkuasa memelihara kelompok-kelompok tersebut. Akan tetapi, ketika pemerintah menindak kelompok-kelompok radikal itu demi menegakkan demokrasi, ilmuwan Greg Fealy mengatakan Presiden Jokowi melakukan kampanye penindasan sistematis terhadap kalangan islamis.
Ketika mempersilakan masyarakat mengkritik pemerintah, Presiden Jokowi malah mendapat serangan balik. Kata para penyerang, bagaimana mengkritik pemerintah kalau setelah mengkritik harus berurusan dengan polisi. Mantan Wapres Jusuf Kalla sampai bertanya bagaimana caranya mengkritik tanpa berurusan dengan polisi.
JK mungkin kini lupa membedakan kritik dengan fitnah, nyinyir, ujaran kebencian, hoaks, hujatan, makian. Keluarga JK pernah melaporkan Ferdinand Hutahaean yang ‘mengkritik’ JK membiayai kepulangan Rizieq Shihab ke Indonesia dari Arab Saudi. JK menduga Ferdinand bukan mengkritik, melainkan memfitnah. Pun, JK melaporkan Ferdinand karena perangkat hukumnya tersedia, yakni UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Itu artinya JK dan keluarganya dulu, ketika melaporkan Ferdinand, ingat caranya mengkritik tanpa harus berurusan dengan polisi. Caranya lontarkanlah kritik, bukan fitnah, hoaks, ujaran kebencian, dan sejenisnya.
Melaporkan ke polisi dugaan pelanggaran hukum, serupa yang dilakukan JK, sebetulnya tindakan demokratis. Bukankah rule of law pertanda demokrasi? Yang tidak demokratis bila orang main hakim sendiri alih-alih melaporkannya ke polisi.
Negara harus memilih satu di antara dilema demokrasi itu. Negara semestinya memilih langkah yang kiranya bermanfaat bagi demokrasi. Manfaatnya mungkin tidak dirasakan hari ini, tetapi di masa mendatang.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved