Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MANTRA-MANTRA hitam yang
terbang
bagai burung dalam angin
kini lenyap
jadi berita-berita indah tentang
kau Mamuju
Saya menemukan Mamuju dalam sebuah puisi yang ditulis penyair sekaligus musikus lokal, Suparman Sopu. Puisi yang dia beri judul Mamuju itu ditulis pada 1993. Dalam puisi ini mantramantra hitam menjadi penanda tentang Mamuju. Mamuju digambarkan sangat erat dengan ilmu hitam yang kini mulai pelanpelan ditinggalkan.
Namun, nyatanya stigma mantra-mantra hitam masih sangat melekat sejak beberapa tahun lalu, bahkan hingga ke Makassar, Sulawesi Selatan. Seorang kawan mengingat sekali waktu berkuliah di Makassar. Para senior akan mulai berkata saat ia memperkenalkan diri dari Mamuju, "Oh, pasti kau bisa bikin lembek-lembek kepala."
Pada bait akhir puisinya, Suparman Sopu kembali menekankan perihal mantra-mantra hitam itu:
oh... Mamuju
mantra-mantra hitam
yang terbang bagai burung-burung dalam angin
kini segera jadi cerita
dongeng kakek di tempat tidur.
Pada 1993, Suparman menulis bahwa Mamuju (sebagian orang menyebutnya Manakarra), yang kini ibu kota Provinsi Sulawesi Barat, mulai masuk masa transisi dari kota 'kemistisannya menuju ke kota yang lebih 'logis dan modern'. Ia menegaskan bahwa mantra-mantra hitam kini segera jadi cerita dongeng kakek di tempat tidur.
Apakah perubahan itu diikuti hilangnya kebajikan lokal? Saya belum menemukan riset panjang soal itu. Saya hanya menemukan kegelisahan kecil dari beberapa orang Mamuju tentang bagaimana mulai pudarnya identitas mereka. 'Mamuju ialah kota yang sama dengan kota-kota lain, begitu kata mereka'.
Lalu, apakah gempa bermagnitudo 6,2 di Mamuju dan Majene, Sulbar, dini hari kemarin, merupakan salah satu penanda ikut ditiup anginnya kebajikan lokal seperti sajak Suparman Sopu? Tak usah berdebat soal itu. Yang jelas, gempa itu meratakan sebagian gedung-gedung, menimbun apa saja yang berlindung di bawahnya. Ribuan orang menjadi korban, puluhan di antaranya meninggal dunia. Kita berduka sedalam-dalamnya untuk wilayah yang lahir pada 5 Oktober 2004 itu.
Saya jadi teringat ucapan Nabi Muhammad: wa kafaa bil mauti waidha (Dan cukuplah kematian sebagai pemberi nasihat). Sabda Nabi itu bahkan telah 'diterjemahkan'dalam bahasa yang lain, 'berdamailah dengan bencana wahai yang hidup di dataran bencana'. Tapi, nyatanya memang kita belum sepenuhnya sanggup mengakrabi bencana.
Cara kita mengambil 'kebijakan'masih jauh dari kebajikan. Banyak yang mengabaikan standar kegempaan dalam mendirikan bangunan. Saya ambil contoh bangunan di Bukittinggi, Sumatra Barat, hanya 20% dari ribuan bangunan yang sesuai standar keamanan bencana. Itu pun, menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bukittinggi, belum diikuti kebijakan penanganan maksimal. Kondisi tidak jauh berbeda ada di berbagai wilayah di Tanah Air, termasuk di Mamuju dan Majene, Sulbar.
Padahal, aturan sudah ditetapkan: bangunan harus disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 1726-2002 yang menetapkan standar tertentu untuk sebuah bangunan agar tahan gempa. Tujuannya jelas, supaya jika gempa melanda, korban jiwa bisa diminimalisasi. Jika itu diikuti, berarti kita sudah berdamai dengan bencana.
Jepang ialah contoh nyata bagaimana 'mengakrabi' bencana. Karena 'Negeri Sakura itu' merupakan negara yang paling sering dilanda gempa, sejak 1971 Jepang mewajibkan semua bangunan harus didesain tahan gempa. Aturan itu dipertegas lagi pada 1981 setelah gempa di Prefektur Miyagi. Kendati gempa bermagnitudo lebih dari 7 mengguncang Jepang, tak banyak bangunan roboh. Situasi yang sama terjadi juga di Meksiko saat gempa bermagnitudo 7,5 mengguncang negeri Sombrero tersebut.
Sekali lagi, kita berduka sedalam-dalamnya untuk gempa di Mamuju dan Majene. Sembari berikhtiar dan membantu para korban bencana, saatnya lebih keras menemukan hikmah, mengambil nasihat agar korban tak lagi berjatuhan saban ada bencana.
Seperti moto Sulbar dari bahasa Mandar, Mellete Diatonganan yang berarti 'meniti pada kebenaran', begitu pulalah kebenaran Tuhan melalui sunatullah di negeri bencana.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved