Praduga Absah Pembubaran Ormas

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
04/1/2021 05:00
Praduga Absah Pembubaran Ormas
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PEMERINTAH dituding melakukan praktik otoritarianisme karena membubarkan organisasi kemasyarakatan tanpa proses peradilan. Jika penudingnya anggota DPR, tentu saja ia hilang ingatan. Undang-undanglah yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membubarkan ormas tanpa proses peradilan.

Undang-undang itu dibuat DPR bersama dengan pemerintah. Pada mulanya kewenangan membubarkan ormas ada di tangan pemerintah berdasarkan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas. Kemudian, kewenangan itu dialihkan ke pengadilan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Kewenangan pembubaran ormas kembali dialihkan kepada pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Kok, sekarang ada anggota DPR menjadi pahlawan kesiangan, padahal ikut menyetujui pengesahan undang-undang? Jika ada anggota seperti itu, namanya amnesia terhormat. Anggota dewan terhormat itu lupa ingatan.

Pada saat masih berstatus perppu, sebanyak tujuh kali pengajuan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi. Semua ditolak MK. Ketika sudah diundangkan, menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, tiga kali diuji di MK dan semuanya ditolak. Dengan demikian, pembubaran ormas oleh pemerintah sesungguhnya teruji konstitusionalitasnya dan bukan praktik otoritarianisme.

Persetujuan perppu menjadi undang-undang pada 24 Oktober 2017 melalui mekanisme voting. Sebanyak tujuh fraksi menyetujui untuk diundangkan, yaitu Fraksi PDIP, PPP, PKB, Golkar, NasDem, Demokrat, dan Hanura. Tiga fraksi menolak, yaitu PKS, Gerindra, dan PAN.

“Dari total 445 yang hadir, setuju 314, 131 anggota tidak setuju maka rapat paripurna menyetujui Perppu Nomor 2/2017 tentang Ormas menjadi UU,” kata pemimpin rapat, Fadli Zon, sambil mengetuk palu tanda pengesahan. Kini, Fadli Zon malah paling getol menolak pembubaran ormas oleh pemerintah.

Pengesahan perppu itu disertai catatan bahwa akan dilakukan revisi terhadap beberapa pasal yang dinilai berpotensi menjadi pasal karet dan bisa melanggar hak untuk berserikat. Catatan itu ditindaklanjuti dengan memasukkan revisi UU Ormas dalam daftar program legislasi nasional 2019-2024 sebagai usul DPR. Rencana revisi ada di urutan ke-28 dari 248 RUU yang masuk prolegnas.

Pasal karet yang hendak direvisi terkait dengan sanksi administrasi berupa pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum yang diatur dalam Pasal 61 UU 16/2017. Pencabutan surat keterangan terdaftar oleh menteri dan pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Pencabutan status badan hukum ormas, menurut Pasal 80A, sekaligus dinyatakan bubar ormas tersebut.

Pembubaran ormas tanpa proses hukum yang diatur Pasal 80A itulah yang paling banyak diuji di MK. Para pemohon menilai pemerintah melanggar hak berserikat dan semana-mena.

Putusan MK Nomor 2/PUU-XVI/2018 justru menguatkan posisi pemerintah. MK berpendapat bahwa Pasal 80A itu ialah kelanjutan dari penjatuhan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 61. Sebagai sanksi administratif, yang berwenang menjatuhkannya ialah pejabat administrasi atau tata usaha negara yang relevan.

Menurut MK, setiap tindakan atau perbuatan pejabat administrasi atau tata usaha negara bersandar pada berlakunya prinsip atau asas legalitas dalam hukum administrasi negara.

Legalitas yang dimaksud, antara lain, dalam setiap perbuatan pejabat administrasi negara berlaku asas praduga absah (presumption of legality), yaitu bahwa perbuatan itu harus dianggap sah sampai ada tindakan hukum yang membatalkan perbuatan tersebut. Salah satu institusi yang dapat membatalkan perbuatan atau tindakan pejabat administrasi negara ialah pengadilan, dalam hal ini pengadilan tata usaha negara.

MK juga menyatakan tidak benar pendapat yang menyebutkan UU 16/2017 telah menghilangkan peran pengadilan dalam penjatuhan sanksi terhadap ormas. Menurut MK, peran pengadilan dalam hal ini tetap ada, yaitu dengan mempersoalkan keabsahan tindakan negara (pemerintah) yang menjatuhkan sanksi terhadap suatu ormas melalui pengadilan.

Bedanya, jika menurut ketentuan sebelumnya peran pengadilan ditempatkan di awal proses penjatuhan sanksi, pada saat ini peran pengadilan ditempatkan di bagian akhir. “Hal demikian tidaklah dapat dikatakan bertentangan dengan negara hukum sebab peran pengadilan tetap ada,” demikian jelas MK.

Pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 19 Juli 2017 dengan cara mencabut status badan hukum mereka. HTI menggugat ke PTUN sampai kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan kasasi pada 14 Februari 2017 justru mengesahkan pembubaran tersebut.

Apakah pembubaran Front Pembela Islam (FPI) pada 30 Desember 2020 akan digugat ke PTUN? Pembubaran itu harus dianggap sah sampai ada keputusan pengadilan yang membatalkannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 



Berita Lainnya
  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.