Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Menjinakkan FPI versus ‘Mematikan’ FPI

Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group
01/1/2021 05:00
Menjinakkan FPI versus ‘Mematikan’ FPI
(MI/EBET)

Seorang cendekiawan menulis status di laman Facebook-nya merespons kedatangan  Rizieq Shihab di Bandara Soekarno. Kita tahu Rizieq disambut secara luar biasa sekembalinya dari Saudi Arabia. Sang cendekiawan menafsirkan sambutan luar biasa itu menunjukkan betapa dahsyatnya karisma seorang Rizieq.
 
Sang cendekiawan menulis begini: Sejak awal kontestasi saya berulang kali memperingatkan kepada pejabat negara bahwa Rizieq akan tumbuh jauh lebih besar dari yang sewajarnya jika negara menggunakan pasukan aparatusnya. Hanya dengan menggunakan sarana budaya dan intelektual negara bisa membawa Rizieq ke tempat sosial dan budaya aslinya….

Sang cendekiawan kiranya mempertentangkan pendekatan kultural dan pendekatan struktural dalam “menaklukkan” Rizieq dan Front Pembela Islam. Sang cendekiawan kiranya lebih memilih pendekatan kultural. Saya mengenal sang cendekiawan seorang antropolog. Wajar bila dia lebih memilih pendekatan kultural.

“Apakah sebaiknya Rizieq dijinakkan atau ‘dimatikan’?” tanya seorang pejabat keamanan kepada saya. Pertanyaan sang pejabat kiranya serupa dengan perdebatan apakah kita semestinya menggunakan pendekatan kultural atau pendekatan struktural untuk menaklukkan Rizieq dan FPI-nya. Menjinakkan pendekatan kultural, ‘mematikan’ pendekatan struktural.

Kita tahu FPI lahir dari “pembinaan” aparat di awal-awal reformasi. Aparat seperti membiarkan FPI melakukan berbagai tindakan polisional terhadap berbagai “pelanggaran hukum” dalam istilah hukum negara atau “kemaksiatan” dan “kesesatan” dalam bahasa hukum agama. FPI menggerebek perjudian, bar, kantor Majalah Playboy Indonesia, hingga menyerang kelompok Ahmadiyah dan Syiah. 

Pembiaran ini kiranya bagian dari pembinaan. Ini bisa dikatakan satu pendekatan kultural. FPI dan Rizieq ternyata makin besar. Itu artinya pendekatan kultural justru menyebabkan Rizieq dan FPI besar.

Pemerintahan Presiden Susulo Bambang Yudhoyono mencoba menjinakkan dan memelihara Rizieq dan FPI. Menjinakkan kemudian merawat tentu membuat yang dijinakkan dan dirawat itu tumbuh besar.  Itulah sebabnya Robin Bush menyatakan SBY bertanggung jawab atas meningkatnya intoleransi yang dilakoni kelompok-kelompok semacam FPI.

Robin Bush menulis, ‘Tak disangsikan bahwa selama periode kepresidenan Yudhoyono, Indonesia mengalami peningkatan kadar intoleransi beragama, ditambah meningkatnya kekerasan agama dan kontraksi dalam hak-hak minoritas agama. Penganut Ahmadiyah, Syiah, dan Kristen menjadi korban serius dari kecenderungan semacam itu, tetapi meningkatnya intoleransi agama juga dirasakan kalangan muslim Sunni liberal dan ateis. Pemerintah pusat secara signifikan menjadi kunci pendorong di belakang kecenderungan tersebut dan Yudhoyono, sebagai kepala pemerintahan sepanjang 2004-2014, harus bertanggung jawab…’.

Pemerintah SBY boleh jadi bermaksud menaklukkan FPI dengan membinanya melalui pendekatan kultural. Namun, yang terjadi FPI dan Rizieq justru tumbuh makin besar. Sekali lagi, pendekatan kultural untuk menaklukkan FPI justru membuatnya makin besar.

Berdasarkan fakta-fakta FPI justru makin besar karena pendekatan kultural, kembali ke pertanyaan pejabat keamanan tadi apakah FPI sebaiknnya dijinakkan atau ‘dimatikan’, saya tegas menjawab ‘dimatikan.’ Saya menjawab negara semestinya menggunakan pendekatan struktural untuk menaklukkan FPI.

Negara melakukan itu, menggunakan pendekatan struktural untuk menaklukkan Rizieq dan FPI-nya. Polisi telah menjadikan Rizieq sebagai tersangka dalam sejumlah kasus kerumunan. Sebentar lagi boleh jadi polisi akan membuka kembali penyidikan kasus chat mesum Rizieq atas perintah pengadilan.

PTPN menyomasi FPI untuk mengosongkan lahan miliknya di Megamendung. Bogor, Jawa Barat, yang dikuasai FPI. FPI membangun Markaz Syariah di sana.  PTPN ialah BUMN, bagian dari negara. Somasi pendekatan hukum, pendekatan struktural. Itu artinya dalam kasus ini, negara juga menggunakan pendekatan struktural terhadap FPI.

Pemerintah juga melarang kegiatan FPI. Pertimbangan hukum yang mendasari pelarangan itu. Pendekatan hukum ialah pendekatan struktural.  Pelarangan kegiatan FPI merupakan pendekatan struktural.

Kita masih menantikan efektivitas pendekatan struktural yang dilakukan pemerintah terhadap FPI. Yang pasti, fakta-fakta menunjukkan pendekatan kultural justru membuat FPI makin besar. Pendekatan struktural semestinya ampuh menaklukkan FPI.



Berita Lainnya
  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik