Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Kritisisme Vs Nyinyirisme

Abdul Kohar, Dewan Redaksi Media Group
16/12/2020 05:00
Kritisisme Vs Nyinyirisme
(MI/EBET)

SEBERAPA besar manfaat skeptisisme bagi harapan pemulihan ekonomi? Bagi saya, jawabannya amat jelas: nyaris nihil. Itu karena skeptisisme, alias keraguan, kini hanya berbeda selapis kulit bawang dengan nyinyirisme.

Skeptisisme amat berbeda dengan kritisisme. Kalau skeptisisme kini cenderung nyinyir, sikap kritis justru sebaliknya. Kritisisme bisa menghindarkan pengambil kebijakan ekonomi dari keter­pelesetan saat mengatur strategi, menentukan keputusan, atau membuat resep pemulihan ekonomi. Yang repot, banyak pengkritik yang membabi buta dan mengumbar sekadar skeptisisme, bukan kritisisme.

Skeptisisme inilah yang rutin dikembangkan sejumlah tokoh saat menanggapi optimisme pemerintah, khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, akan kebangkitan ekonomi kita di 2021. Beberapa kali Bu Menteri meyakinkan publik bahwa ekonomi kita akan bangkit di 2021.

Sri Mulyani tidak asal bicara. Ia sepenuhnya menggenggam data. Ia dan timnya punya analisis atas kecenderungan-kecenderungan geliat ekonomi di triwulan terakhir 2020 ini. Dari situlah muncul optimisme bahwa ekonomi kita bisa tumbuh 4% hingga 5%, tahun depan.

Tren perdagangan kita juga menunjukkan prospek menggembirakan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus US$2,62 miliar pada November 2020. Surplus tersebut dipicu ekspor yang mero­ket, mencapai US$15,28 miliar. Angka tersebut melampaui impor yang senilai US$12,66 miliar.

Bila diselisik lebih jauh, neraca perdagangan kita dari Januari hingga November 2020 juga membiru, menguatkan alasan Menteri Keuangan untuk menebar optimisme. Secara kumulatif, sejak Januari hingga November 2020 neraca perdagangan Indonesia surplus US$19,66 miliar. Surplus itu jauh lebih baik bila dibandingkan dengan defisit pada dua tahun terakhir, yaitu US$3,51 miliar pada 2019 dan US$7,62 miliar pada 2018.

Lembaga-lembaga internasional seperti IMF, World Bank, ADB, dan Morgan Stanley juga memprediksi perekonomian sejumlah negara, termasuk Indonesia, akan bangkit tahun depan. Kendati memasang angka berbeda-beda, umumnya selisih angka prediksi mereka tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran yang sama: 4% hingga 5%.

Namun, para pengumbar skeptisisme terkesan menutup mata atas deretan fakta, data, dan beragam analisis tersebut. Ada, misalnya, mantan pejabat menulis di Twitter dengan pandangan yang sangat skeptis, bahkan nyinyir, dengan menyebut Sri Mulyani bluffing (membual) dengan optimismenya terkait dengan pertumbuhan ekonomi. ‘Sang mantan’ justru memprediksi perekonomian kita akan ambyar di 2021. Sulit membedakan antara analisis, prediksi, dan provokasi.

Tidak ada analisis data, apalagi fakta. ‘Sang mantan’ bahkan secara ‘sadis’ menulis: ‘Ironi yang semakin menjadi-jadi. Kekuasaan semakin ditumpuk, tapi kemampuan untuk selesaikan masalah semakin nihil’.

Skeptisisme seperti itu jumlahnya tidak cuma satu, ada beberapa. Mereka ada yang menyebut diri penganut Cartesian doubt (metode keraguan Descartes). Padahal, Rene Descartes, sang filsuf abad ke-16 yang melahirkan metode itu, memegang skeptisisme sekadar sebagai metode, bukan filsafat. Sebagai filsafat, Descartes lebih memegang kritisisme, yang sangat berguna dalam upaya pencarian kebenaran.

Skeptisisme sebagai filsafat bermula sebagai keraguan, berakhir sebagai keraguan pula--alias nihilisme. Sebaliknya, skeptisisme sebagai metode bermula sebagai keraguan, berakhir sebagai pengetahuan atau kritik. Yang terakhir inilah jalan yang dimaksud sebagai Cartesian doubt.

Kalau ada orang di warung kopi meragukan optimisme pemerintah tentang kebangkitan ekonomi, itu skeptisisme. Kalau ada profesor kampus bilang kebangkitan ekonomi belum bisa diraih dalam waktu cepat karena instrumen-instru­men daya ungkit lemah, pengaruh global belum signifikan, masih terlalu mengandalkan APBN, dan seterusnya, itulah kritisisme yang banyak faedahnya bagi pengambilan kebijakan.

Kalau ada ‘orang sekolahan’ mengumbar skeptisisme seperti obrolan orang di warung kopi, lalu apa gunanya pendidikan panjang yang ia tempuh itu? Punya pisau tajam analisis kritis, kok, memilih menumpulkan diri dengan nyinyir tak berkesudahan. Malu, ih.



Berita Lainnya
  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.