Headline

Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Bupati Tambang Masalah

Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group
21/5/2020 05:25
Bupati Tambang Masalah
Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

JIKA lautan penuh ombak ganas mampu melahirkan pelaut tangguh, mengapa selama pandemi virus korona atau covid-19 tak kunjung muncul bupati yang tangguh?

Virus korona jenis baru itu sangatlah buas, malah lebih ganas daripada ombak. Buas karena tak kasatmata, tapi mencabut banyak nyawa rakyat. Pada titik itulah muncul kerinduan akan kehadiran bupati yang tangguh berperang melawan korona.

Mengapa merindukan bupati? Jawabannya sederhana. Jumlah bupati jauh lebih banyak daripada wali kota. Di negeri ini terdapat 416 bupati dan 98 wali kota. Selama masa pandemi, bupati menjadi tenar karena ada di antara mereka adu mulut sehingga viral di media sosial. Bukan viral karena tikam kepala bela rakyat.

Pada level provinsi, penanganan pandemi covid-19 bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai gubernur yang bisa diproyeksikan menjadi calon presiden pada 2024.

Sejauh yang terekam dalam pemberitaan media massa, pandemi covid-19 menjadi panggung pengabdian empat gubernur. Mereka ialah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Hanta Yuda AR, pendiri dan Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, dalam tulisannya di Kolom Pakar

harian ini menyebut periode masa darurat penanganan pandemi covid-19 memang menjadi panggung politik paling strategis bagi empat gubernur itu.

Akan tetapi, menurut Hanta Yuda, dinamika politik hari ini boleh jadi hanya semacam 'akademi capres pandemi', yaitu baru tahap awal atau bahkan belum masuk sama sekali fase kompetisi politik yang sesungguhnya.

Panggung pandemi ini hanya efektif dimanfaatkan para petahana untuk kontestasi pilkada di 270 daerah. Mereka, pada umumnya bupati, memanfaatkan pandemi covid-19 sebagai panggung kampanye gratis untuk mendapatkan keuntungan elektoral.

Sejauh ini, berdasarkan data dugaan pelanggaran pilkada, Bawaslu RI mencatat ada 157 pelanggaran administrasi, 2 pelanggaran pidana, 26 pelanggaran kode etik, dan 351 pelanggaran hukum lainnya. Sementara itu, pelanggaran netralitas aparatur sipil negara sebanyak 326 kasus.

Ironisnya, ini yang membuat kita mengurut dada, bantuan sosial untuk orang-orang miskin juga dipolitisasi. Bansos yang dibiayai APBN dan APBD itu seolah-olah dibiayai uang dari saku petahana.

Bawaslu RI mencatat ada 23 kabupaten/kota yang tersebar di 11 provinsi yang diduga melakukan politisasi dengan cara menempelkan gambar calon petahana dalam bansos. Seorang bupati petahana di Jawa Tengah menempelkan foto dirinya pada bansos yang disalurkan Kementerian Sosial.

Harus tegas dikatakan bahwa kampanye terselubung di tengah pandemi covid-19 tidak etis dan merefleksikan kualitas kepala daerah yang juga tidak layak dipilih masyarakat.

Andai pandemi covid-19 sebagai ujian, 55,6% kepala daerah tidak lulus tes kemampuan manajemen dan kualitas kepemimpinan. Kemampuan mereka melakukan verfikasi dan validasi data rakyat miskin di daerah yang dipimpin sangatlah lemah. Sebanyak 286 dari 514 kabupaten/kota, dalam lima tahun terakhir ini, belum pernah memperbarui data penduduk miskin yang menjadi kewajiban mereka.

Kualitas manajemen dan kualitas kepemimpinan kepala daerah malah tergerus oleh perilaku bupati yang mencari sensasi di media sosial. Mereka meributkan bansos, yang muncul malah buih-buih, bukan solusi atas kekisruhan penyaluran bantuan.

Pada mulanya viral video seorang bupati menyebut menteri bodoh. Video itu dikomentari bupati lainnya. Komentar bupati itu, “Kalau ada bupati menyatakan menteri bodoh, jangan-jangan dia enggak bisa mengurus daerahnya. Jangan-jangan enggak bisa mengurus wilayahnya.”


Kemudian terjadi perang mulut di antara dua bupati itu yang videonya kembali menjadi viral. Mereka saling merendahkan. Memang, kedua bupati itu tidak bertarung dalam Pilkada 2020, tapi anak salah satu bupati digadang-gadang menjadi penerusnya.

Pandemi covid-19 juga melahirkan bupati yang kelewat kreatif. Meski daerahnya tidak menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), bupati suka-suka menutup seluruh akses. Bahkan, seluruh rumah sakit di daerahnya dilarang dijadikan rujukan untuk kabupaten tetangga.

Daerah mestinya minta izin kepada Menteri Kesehatan jika menerapkan PSBB. Tidak bisa atas nama diskresi, bupati mengambil kebijakan malah melampaui PSBB, mirip lockdown.

Kreativitas yang melampaui batas itu akibat ada udang di balik batu. Sang bupati mengambil kebijakan populis diduga demi keuntungan elektoral karena ia mau maju dalam pilkada.

Sejauh yang bisa direkam dari pemberitaan media massa, ternyata tidak semua bupati sibuk mengatasi pandemi covid-19. Ada daerah yang terpapar oleh korona tapi pemberitaan pandeminya justru ditenggelamkan isu tambang dan rencana pembangunan pabrik semen. Isu pandemi covid-19 tenggelam karena derasnya penolakan elemen masyarakat atas tambang dan pabrik semen, sementara bupati membentang karpet merah untuk investor yang berpotensi merusak lingkungan.

Sang bupati lupa atau pura-pura lupa bahwa ada kaitan antara virus korona dan kerusakan alam. Paus Fransiskus saat merayakan Hari Bumi mengingatkan perilaku manusia terhadap alam dan virus korona sebagai dampaknya.

"Saya mengapresiasi langkah-langkah aktivis lingkungan hidup. Penting bagi mereka yang muda untuk turun ke jalan dan mengajari kita semua bahwa tidak akan ada masa depan apabila kita tidak memperlakukan alam dengan baik," kata Paus pada 22 April.

Ternyata banyak bupati yang tidak menjadikan pandemi covid-19 sebagai panggung pengabdian. Adanya syarat mampu jasmani dan rohani untuk calon kepala daerah tidak tampak saat pandemi. Lafal sumpah berbakti kepada masyarakat hanya pemanis bibir. Pandemi covid-19 malah dijadikan panggung politik, bupati hanya menambang masalah.



Berita Lainnya
  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.