Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Memurnikan Dokter

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media group
23/4/2020 05:30
Memurnikan Dokter
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media group(MI/Ebet)

PROFESI dokter pernah dianggap mulia karena terkandung tugas suci di dalamnya. Imhetop sang dokter pertama yang dikenal dalam sejarah dianggap sebagai Tuhan oleh rakyat Mesir.

Waktu terus berjalan. Zaman keemasan dokter terkikis pada pertengahan abad ke-19. Status sosial dan peran suci dokter mulai mendapat ancaman.

Ancaman itu datang dari pengobatan alternatif yang dipraktikkan dukun, tabib, dan paranormal. Gema ancaman kian bergaung seirama dengan munculnya teori baru dalam bidang medis. Teori itu menyebutkan penyakit tidak saja disebabkan hal-hal ilmiah, tetapi juga oleh hal-hal nonilmiah termasuk supranatural.

Pergeseran peran profesi dokter yang disebutkan di atas bisa dibaca dalam buku yang ditulis dr Iqbal Mochtar berjudul Dokter juga Manusia. Ada bagian dalam buku itu yang menyoroti pergeseran sangat jauh profesi ini menjadi komersial. Pasien bukan lagi objek mengumpulkan amal, melainkan pundi uang.

Kiranya tidak berlebihan untuk menyebutkan pandemi covid-19 menjadi momentum memurnikan profesi dokter. Jujur dikatakan bahwa dokter, bersama tenaga kesehatan lainnya, berada di garis terdepan. Mereka harus bergulat dengan penyakit yang belum ada obatnya ini dengan alat pengaman diri seadanya.

Bayang-bayang kematian pasien dan ketakutan tertular terus menghantui para dokter. Sudah ada yang terpapar covid-19, bahkan ada di antara mereka yang meninggal. Dalam profesi itu bersemayam trust, kredibilitas, dan respek.

Pandemi covid-19 sekaligus meneguhkan bahwa hanya profesi dokter yang mampu menyelamatkan nyawa pasien. Bukan dukun, tabib, dan paranormal. Belum ada pasien covid-19 mendatangi pengobatan alternatif yang buka praktik di mana-mana.

Tugas berat negara pascacovid-19 ialah terus merawat dan menyalakan kemurnian profesi dokter sehingga tidak liar menjadi komersial. Karena itu, negara harus memastikan dua undang-undang terkait dokter tetap tegak lurus.

Pertama, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Tujuan pendidikan kedokteran ialah menghasilkan dokter dan dokter gigi berbudi luhur, bermartabat, bermutu, berkompeten, berbudaya menolong, beretika, berdedikasi tinggi, profesional, dan berorientasi pada keselamatan pasien.

Kedua, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pengaturan praktik kedokteran bertujuan memberikan perlindungan kepada pasien; mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan dokter dan dokter gigi; dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.

Sialnya, fakta empiris ialah menjadi dokter, dan seterusnya dokter spesialis, bahkan superspesialis, terang memerlukan investasi, membutuhkan uang tidak sedikit. Menjadi dokter bukan lagi semata panggilan untuk menyelamatkan dan memperkaya kehidupan dan kemanusiaan, melainkan juga sebuah perhitungan perihal return on investment.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai universitas swasta, biaya pendidikan sampai tamat sarjana bisa mencapai sekitar Rp750 juta. Belum lagi pendidikan lanjutan untuk mengambil spesialis yang butuh biaya selangit.

Setamat dari pendidikan, dokter bicara modal kembali. Caranya, dokter tidak cukup praktik di satu tempat, di satu rumah sakit. Makin langka keahlian, makin populer reputasi, dokter itu semakin berpraktik di banyak tempat. Di sini, pasien bukan lagi manusia sakit, melainkan manusia yang menghasilkan pundi-pundi uang untuk mengembalikan modal pendidikan dan ditambah lagi biaya panjat sosial.

Profesi dokter telanjur dianggap menaikkan status sosial alias panjat sosial. Karena itulah, meski berbiaya selangit, anak-anak milenial berlomba-lomba masuk Fakultas Kedokteran. Sekitar 12 ribu dokter dihasilkan setiap tahun.

Jumlah dokter saat ini memang melebihi kebutuhan, tetapi sebarannya timpang. Kekurangan dokter terjadi di wilayah, seperti NTT, Papua, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Banyak menumpuk di kota besar, Jakarta, Medan, dan lainnya.

Dokter menumpuk di kota-kota besar untuk mencari uang. Seorang dokter bisa berpraktik di banyak tempat. Ia hilir mudik, dari pagi hingga malam, sehingga praktis tidak bisa lagi memberikan pelayanan terbaik kepada setiap pasiennya. Tidak punya waktu membaca literatur terkini. Lebih konyol lagi, dokter cenderung kehilangan kemampuan mendengarkan keluhan pasien, buat diagnosis tergesa-gesa, timbullah malapraktik.

Saatnya negara mengintervensi pendidikan kedokteran dengan menggelontorkan uang agar biaya pendidikan menjadi murah. Rakyat merindukan dokter yang tetap setia mengemban tugas suci kemanusiaan.

 



Berita Lainnya
  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.