Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
KETUA Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo konsisten dengan sikapnya. Hanya tiga hal yang membuat bangsa ini bisa selamat dari ancaman wabah virus korona yaitu, “Disiplin, disiplin, dan disiplin.”
Disiplin merupakan kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit untuk dilaksanakan. Banyak negara maju gagal untuk mengendalikan penyebaran virus korona karena lemahnya disiplin. Italia, Spanyol, bahkan Amerika Serikat terus bertambah warga yang terpapar covid-19 karena tidak mampu menegakkan disiplin.
Sebaliknya negara demokrasi yang mampu menanamkan sikap disiplin seperti Korea Selatan dan Jerman bisa menyelamatkan banyak jiwa warganya. Demikian pula negara yang sentralistis seperti Tiongkok dan Vietnam sukses untuk mengendalikan penyebaran virus korona, karena disiplin menjadi keharusan.
Di mana kira-kira kita berada? Jujur harus kita katakan, bangsa ini rendah disiplinnya. Bahkan sistem demokrasi membuat semua orang merasa boleh berbuat apa saja. Kebebasan tanpa tanggung jawab membuat kita cenderung menabrak semua aturan.
Ketidaktertiban mudah sekali kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Pengendara motor yang melawan arus sama sekali tidak peduli keselamatan orang lain. Kalau ia diperingatkan bukannya berterima kasih, tetapi malah bisa balik memarahi kita.
Kebebasan tanpa batas membuat negara ini tidak mengenal lagi kata ‘rahasia’. Surat berklasifikasi ‘rahasia’ pada satu lembaga bisa beredar dengan bebas di media sosial. Bahkan pers pun menggunakan materi itu untuk dijadikan berita dengan interprestasi yang sesukanya dibuat. Lebih ironis lagi ketika pejabat negara bersikap seperti bukan pengamat, bukan menjadi seorang eksekutif.
Dengan kondisi seperti ini aneh jika banyak pihak mendesak pemerintah untuk melakukan karantina wilayah. Bahkan bahasanya dibuat mentereng seperti di negara lain yaitu lockdown. Seakan itulah satu-satunya jawaban untuk mengendalikan wabah virus korona.
Padahal kebijakan apa pun jika tidak diikuti dengan disiplin, hasilnya akan sama sama. Mau itu lockdown maupun tidak lockdown, kalau warganya tetap terus berdekatan, tetap masih berkerumun, tidak disiplin kepada dirinya, termasuk masih mudah memegang mulut, hidung, dan mata dengan tangan yang belum dicuci pakai sabun, penularan masih akan terjadi.
Ketika warga kita pun masih banyak yang tinggal di tempat yang tidak layak, entah lingkungannya kumuh atau satu rumah diisi beberapa keluarga, potensi penularannya semakin tinggi. Apalagi jika tidak diikuti sikap disiplin untuk tetap tinggal di rumah, akan membuat kebijakan apa pun tidak mungkin bisa berjalan efektif.
Apalagi sekarang Dana Moneter Internasional sudah mengingatkan, pandemi virus korona telah menciptakan resesi global. Kehidupan ke depan akan semakin berat. Apalagi ketika negara tidak memiliki kemampuan memberikan jaminan sosial dalam jangka waktu yang panjang.
Kesalahan dalam mengambil kebijakan akan membuat kita mengulang peristiwa kelam 1998. Krisis kesehatan akan memantik krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis sosial. Ketika krisis sosial tidak tertangani, yang akan terjadi krisis politik.
Lalu langkah terbaik apa yang harus kita lakukan? Kembali ke disiplin tadi. Bagaimana kita mau menyadari bahwa virus korona ini sangat berbahaya? Penularannya melalui percikan air liur dari orang yang terpapar covid-19. Untuk itu kita harus disiplin untuk tidak berdekatan dan tidak berkerumun.
Satu hal yang juga harus kita pahami, virus korona itu takut dengan sabun. Kalau kita sering mencuci tangan memakai sabun, virus ini akan mati. Kita harus disiplin untuk sering mencuci tangan dan jangan memegang mulut, hidung, dan mata sebelum mencuci tangan dengan sabun.
Kalau kita bisa disiplin melakukan itu, kita bisa seperti bangsa Jerman. Mereka tidak perlu melakukan karantina wilayah untuk mencegah penyebaran virus. Kalau 14 hari penularan bisa diputus, negara itu akan terbebas dari virus korona.
Sekarang yang lebih penting kita pikirkan, bagaimana persoalan ekonomi dan sosial masyarakat bisa ditangani? Daripada terus berdebat soal karantina wilayah, lebih baik kita menggalang solidaritas sosial. Tidak perlu besar-besar, cukup kita peduli kepada mereka yang kekurangan di RT kita masing-masing. Kalau semua mau berbuat dan diikuti dengan disiplin diri, kita akan cepat melewati masa-masa yang membuat kita tertekan ini.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved