Melek Imlek

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group
25/1/2020 05:10
Melek Imlek
Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SEORANG Tionghoa mengurus KTP di kantor kelurahan. Dia menulis namanya Jasnowo Diponegoro. Petugas kelurahan heran, nama itu terlalu Jawa dan gagah perkasa karena membawa-bawa Diponegoro segala. Orang Jawa tulen saja jarang memakai nama besar pahlawan nasional itu. Takut kualat mungkin. Cuma jalan yang berani pakai nama Diponegoro.

Demi melihat keheranan petugas kelurahan, orang Tionghoa itu menjelaskan namanya singkatan dari bekas cino dadi jowo dipekso negoro (bekas cina jadi Jawa dipaksa negara).

Cerita di atas cuma anekdot. Akan tetapi, ia sarat makna. Anekdot itu sindiran telak atas kebijakan asimilasi negara di zaman Orde Lama yang mengharuskan orang-orang Tionghoa menggunakan nama Indonesia.

Pengusaha kayu Phang Djoe Phen mengubah namanya menjadi Prajogo Pangestu. Pendiri Bank Danamon, Djaw Jaw Wu, mengganti namanya menjadi Usman Admadjaja. Pemilik Grup Sampoerna, Liem Tian Po, bersalin nama menjadi Putera Sampoerna. Liem Sioe Liong lebih kita kenal sebagai Soedono Salim.

Bukannya asimilasi, kebijakan itu lebih merupakan diskriminasi. Sejarah Indonesia sarat dengan torehan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Selain keharusan menggunakan nama Indonesia, pelarangan perayaan Imlek dan pelarangan pertunjukkan kesenian Barongsai hingga terjegalnya Ahok menjadi Gubernur DKI merupakan beberapa contoh diskriminasi terhadap etnis Tionghoa.

Pun sejarah mencatat orang Tionghoa acap menjadi sasaran kekerasan. Sejak huru-hara anti-Tionghoa pada awal abad ke-20 hingga kerusuhan Mei 1998, kalangan Tionghoa menjadi sasaran kekerasan massa.

Di Yogyakarta orang Tionghoa tidak boleh memiliki tanah. Di satu RW di Surabaya, Jawa Timur, orang Tionghoa hampir saja membayar iuran lebih mahal daripada orang “pribumi”, tetapi, syukurnya, aturan itu tidak sampai diberlakukan.

Penyebab diskriminasi dan kekerasan yang menimpa kalangan Tionghoa ialah kecemburuan ekonomi. Dibentuk opini kalangan Tionghoa menguasai ekonomi Indonesia. Sejumlah kebijakan ekonomi pemerintah sejak masa Presiden Soekarno hingga penghujung masa Presiden Soeharto dijalankan untuk menghadang penguasaan ekonomi oleh kalangan Tionghoa. Padahal, bila bepergian ke Singakawang, Kalimantan Barat, kita masih menjumpai banyak orang Tionghoa miskin.

Penyebab lain, orang Tionghoa dianggap eksklusif. Di Medan, Sumatera Utara, misalnya, rumah orang Tionghoa berpagar tinggi dan rapat.  Namun, itu karena orang Tionghoa kerap menjadi sasaran pemerasan berdalih permintaan sumbangan oleh preman berseragam ormas.

Orang Tionghoa di Medan juga dituduh sering bercakap-cakap menggunakan bahasa mereka di ruang publik. Apa bedanya dengan orang Padang yang bercakap-cakap dalam bahasa Minang di pasar-pasar atau orang Batak yang bercakap-cakap dalam bahasa Batak di terminal, misalnya? Kita protes orang Tionghoa bercakap dalam bahasa mereka, sementara kita tenang-tenang saja mendengar orang Minang atau Batak berbicara dalam bahasa mereka karena kita menganggap Tionghoa bukanlah bagian Indonesia, melainkan pendatang.

Penelitian menunjukkan tidak ada orang Indonesia asli. Orang Indonesia pada dasarnya pendatang. Bukan tidak mungkin tubuh kita mengandung DNA Tionghoa. Swastika Noorsabri, pengusaha yang mengaku Jawa tulen, ternyata memiliki ras Tionghoa setelah dites DNA-nya. Gus Dur terus terang mengaku keturunan Tionghoa.

Bila bukan diskriminasi, keharusan orang Tionghoa menggunakan nama Indonesia sekurang-kurangnya merupakan asimilasi yang dipaksakan. Asimilasi semestinya alami. Baju koko atau yang dulu disebut baju kerah Shanghai yang sering dipakai Abdul Somad dan Felix Siauw sebentuk asimilasi alami. Makanan mi atau siomay yang kita sukai juga asimilasi alami. Pun, sebutan Engkong atau Babeh Ridwan Saidi asimilasi alami.

Kebijakan asimilasi yang baik ialah menyerap tradisi atau budaya Tionghoa menjadi bagian Indonesia. Penetapan Konghucu sebagai agama resmi dan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional merupakan kebijakan asimilasi yang tepat.

Imlek 2571 tahun 2020 hari ini merupakan tahun tikus logam. Tikus binatang cerdik. Logam melambangkan kekukuhan hati. Akan tetapi, mungkin mereka yang hatinya dipenuhi kebencian, mengartikan tikus binatang licik sehingga orang Tionghoa juga licik. Ampun.

Imlek kali ini semestinya bikin kita melek bahwa Tionghoa bagian Indonesia. Selamat Tahun Baru Imlek 2571.



Berita Lainnya
  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.