Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PERJALANAN menyeberang Selat Sunda bagi kami sekeluarga ialah sebuah nostalgia. Belasan tahun lalu berlayar dengan feri dari Banten menuju Bakauheni, Lampung, atau sebaliknya, ialah rutinas bulanan yang selalu ditunggu.
Ada kenikmatan luar biasa menyeberang laut jika dibandingkan dengan perjalanan lewat udara. Makan siang di kapal sambil memandang laut lepas sungguh 'bonus kenikmatan' yang tak tergantikan. "Bangsa bahari harus menjadikan laut sebagai kerinduan," kata saya pada segenap keluarga.
Ahad silam kami pun 'menapaktilasi' perjalanan itu. Kali ini dengan pelayanan perahu eksekutif yang lebih cepat, hanya satu jam, jika dibandingkan dengan pelayaran reguler 2,5-3 jam. Gedung dermaga eksekutif tiga lantai yang megah dan modern diresmikan Presiden Jokowi pada Maret lalu. Banten-Lampung memang punya hubungan lekat yang direpresentasikan Gunung Krakatau di Selat Sunda sebagai 'milik bersama'.
Krakatau meletus pada 27 Agustus 1883 dan menimbulkan tsunami hebat. Tragedi itu menewaskan 36 ribu orang dan menenggelamkan 300 desa di Banten dan Lampung. Ledakan gunung terhebat di dunia pada abad ke-19 itu, menurut para ahli, 30 kali ledakan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, Jepang.
Meletusnya Gunung Krakatau terjadi ketika ilmu pengetahuan dan sains telah berkembang, yakni kabel bawah laut telah terpasang. Wajar jika publikasinya ramai. Salah satu yang ikut meramaikan publikasi itu Muhammad Saleh yang menulis Syair Lampung Karam, tiga bulan setelah tragedi itu terjadi. Sebuah karya yang menurut para filolog disebut syair kewartawanan.
Letusan Krakatau menciptakan kaldera 5-7 km dengan kedalaman 279 meter di bawah permukaan laut. Kaldera inilah yang kemudian menjadi 'janin gunung' yang pada 1928 lahir sebagai Gunung Anak Krakatau. Sang anak gunung berapi yang tumbuh sekitar 18 inci setiap bulan itu sangat aktif.
Menurut geolog Inggris, Simon Winchester, meskipun letusan dahsyat telah terjadi, Anak Krakatau menyimpan potensi yang sama dengan induknya. Hitung-hitungan ilmu pengetahuan, Anak Krakatau akan meletus pada 2015-2083. Tak meleset nubuat itu. Desember tahun lalu, Anak Krakatau mengikuti jejak 'induknya', meletus dan dilanjutkan tsunami. Lebih dari 500 orang wafat.
Ketika menyeberang Selat Sunda pula, warta wafatnya ahli bencana alam Sutopo Purwo Nugroho ramai dibincangkan, bahkan menjadi trending topic di media sosial. Seluruh negeri, termasuk Presiden Jokowi, mengucapkan belasungkawa dan merasa kehilangan sosok penuh dedikasi itu.
Jabatan Sutopo ialah Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pria berusia 49 itu meninggal dunia di Guangzhou, Tiongkok, Ahad lalu. Kanker paru stadium gawat menjadi penyebabnya. Bahkan, informasi kebencanaan itu ia tulis secara teratur ketika dalam kondisi amat parah.
Sutopo ialah humas lembaga negara paling terkemuka. Kesigapan dalam memberikan informasi dan menjelaskan seputar kebencanaan di Indonesia, seperti tak mengenal waktu. Ia kamus berjalan tentang bencana alam. Sutopo memang bekerja dengan segenap hatinya.
Kita tak akan membaca cicitannya dan mendengar omongannya Sutopo lagi seputar bencana. Namun, ia telah mengingatkan dan menyadarkan kita, bahwa hidup di negeri kaya bencana, tak bisa memusuhinya. Justru kita mesti bersahabat dengan bencana.
Sebagai sahabat, kita harus mempelajari karakter dan kebiasaannya. Di Selat Sunda sepanjang 30 km itu, kami pun tak pernah membayangkan kengerian meletusnya Krakatau atau bencana lainnya sebab ia hidup dalam garis edar hukum-hukumnya. Kenikmatan menyeberang Selat Sunda tak berkurang sedikit jua.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved