Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PRESIDEN Joko Widodo kembali menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja investasi dan ekspor. Sudah enam kali rapat terbatas kabinet membahas dua persoalan itu, tetapi tidak pernah ada hasil nyata yang bisa dirasakan.
Inti persoalannya sebenarnya terletak pada kemauan kita untuk menyamakan cara pandang terhadap yang namanya investasi dan kemudian melepaskan ego sektoral. Mustahil kita akan bisa menarik investasi apabila setiap kementerian hanya memikirkan agendanya sendiri dan tidak peduli terhadap arah besar yang ingin kita capai.
Dalam kolom terakhir kita sudah angkat bagaimana menariknya Indonesia di mata investor asing. Perusahaan Jepang, Inpex dan Shell, berani untuk menanamkan modalnya sampai US$20 miliar atau hampir Rp300 triliun untuk menggarap Blok Migas Masela di Maluku. Kalau tidak ada jaminan mendapatkan keuntungan, siapa mau bertaruh dengan uang yang begitu besar.
Hal yang sama dilakukan pengusaha Indonesia. Prajogo Pangestu misalnya, berani investasi US$3,2 miliar untuk mengambil alih pembangkit panas bumi dari Chevron. Pabrik Petrokimia Chandra Asri pun terus berekspansi meningkatkan produksi. Bersama Michelin, Prancis, Prajogo juga sedang membangun pabrik bahan baku ban sintetis di Serang, Banten.
Banyak pengusaha asing dan juga Indonesia berminat menambah investasinya di sini. Namun, mereka tidak mendapatkan dukungan yang penuh dan optimal dari pemerintah.
Sering kali dukungan dari satu kementerian, tidak diikuti dukungan kementerian yang lain. Dalam eksplorasi migas untuk meningkatkan kapasitas produksi misalnya, hambatan datang dari Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Orang yang baru mau memulai kegiatan produksi sudah dihadang biaya-biaya di depan. Memang ada janji untuk mendapatkan restitusi, tetapi kita tahu mengurus restitusi itu bukan hanya lama, melainkan juga biayanya yang tidak murah.
Tidak bosan kita angkat pengalaman anak perusahaan Perusahaan Gas Negara, Saka Energi, untuk melakukan eksplorasi di Perairan Lamongan. Waktu untuk mengurus izin pengurusan penyewaan rig dari luar negeri membutuhkan waktu 2 tahun. Padahal, biaya sewa rig satu hari itu mencapai US$200 ribu.
Pengusaha tidak pernah dilihat sebagai partner pembangunan. Kita sering kali hanya melihat pengusaha sebagai orang yang sekadar mencari untung. Tidak pernah kita mau melihat, untung itu hasil dari sebuah proses. Tidak sedikit pengusaha yang sudah berupaya membesarkan usahanya, akhirnya malah kehilangan modalnya.
Tidak usah heran apabila persepsi pejabat kepada yang namanya pengusaha sering kali negatif. Yang sering kali dibangun ialah kecurigaan. Akibatnya, pejabat cenderung menghindar dan bahkan tidak mau membantu pengusaha mencarikan jalan keluar ketika menghadapi masalah.
Padahal, seharusnya pengusaha dilihat dari rekam jejaknya. Pengusaha yang telah merintis usahanya sejak lama dan jelas kegiatan usahanya, pasti tidak berani mempertaruhkan reputasi untuk kegiatan-kegiatan yang bisa merusak nama baiknya.
Penegak hukum kita kalau sudah menjadikan seorang pengusaha sebagai target operasi, tidak pernah mau melihat fakta-fakta itu. Bahkan mereka tidak peduli kepada kelangsungan usaha orang itu, padahal ada ribuan orang yang bisa terpengaruh kehidupannya ketika hukum diterapkan secara membabi buta.
Tidak terkecuali terjadi juga pada badan usaha milik negara. Tidak sedikit Direksi BUMN harus berurusan dengan penegak hukum hanya karena kebijakan korporasi yang ia lakukan. Padahal, tidak ada niatan jahat atau kick-back yang diterima dari investasi yang dilakukan.
Kalau presiden berharap investasi mengalir lebih deras ke Indonesia, persoalan ini harus diselesaikan. Selanjutnya kita perlu fokus kepada lima sektor industri yang sudah ditetapkan untuk dibangun dan semua pihak harus berkontribusi agar tujuan besar itu bisa tercapai.
Dengan adanya fokus pembangunan industri yang kita lakukan, maka cara untuk mendorong ekspornya pun bisa dibuat lebih terarah. Apalagi jika pada pemerintahan mendatang ada pemisahan antara perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri yang berorientasi ekspor.
Kementerian Perdagangan ke depan tidak salah apabila tugasnya hanya mengendalikan urusan perdagangan dalam negeri agar tingkat inflasi bisa dikendalikan. Urusan perdagangan luar negeri diserahkan kepada Kementerian Perindustrian sehingga kita memiliki Kementerian Industri dan Perdagangan Internasional yang akan lebih memudahkan kita mengukur kinerja ekspornya.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved