Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
TAHUN baru 2019 telah kita jelang. Kita menyadari tahun ini memang bukan tahun yang mudah. Perekonomian dunia diprediksikan akan mengalami perlambatan. Namun, bukan berarti tidak ada harapan untuk bisa meraih sesuatu yang lebih baik.
Kita perlu mengangkat lagi pidato yang disampaikan Presiden Bank Dunia Kim Jim-young pada Pertemuan Tahunan Bank Dunia-Dana Moneter Internasional di Bali tahun lalu. Kim mengambil contoh transformasi yang dilakukan negaranya, Korea Selatan. Pemimpin di negaranya memetik betul pelajaran yang disampaikan Presiden Soekarno saat berpidato di Konferensi Asia-Afrika 1955.
Presiden Soekarno ketika itu mengajak para pemimpin Asia-Afrika untuk tidak takut berbuat. Pemimpin itu jangan dibimbing rasa takut, tetapi sebaliknya harus: ”Dipandu oleh harapan dan tekad; dibimbing oleh cita-cita; dan dibimbing oleh mimpi.”
Ketika pertama kali Korsel menerima pinjaman dari Bank Dunia pada 1962, dana itu dipakai untuk membangun rel kereta. Namun, setelah itu, pinjaman yang didapatkan dipergunakan sepenuhnya untuk pendidikan.
Pembangunan manusia menjadi perhatian utama Korsel. Konstitusi memang menetapkan seluruh anak di Korsel harus mendapatkan pendidikan dasar.
Hasilnya memang luar biasa. Apabila pada saat Kemerdekaan 1945 baru 54% anak yang mengecap pendidikan sekolah dasar, pada 1959 jumlahnya meningkat menjadi 96%. Kemudian 1960, anak-anak di Korsel bisa masuk sekolah menengah pertama tanpa harus melewati tes. Pada 1974, pemerintah membuat standardisasi untuk pendidikan sekolah menengah atas.
Bersama dengan perumahan perencanaan pembangunan lima tahunan, pada 1960-an, pemerintah Korsel menetapkan juga rencana lima tahun untuk pendidikan sains dan teknologi. Pada saat yang bersamaan didirikan lembaga-lembaga riset dan Korean Advanced Institute of Sciences.
Investasi jangka panjang pada pendidikan dan pembangunan manusia membawa Korsel menjadi negara maju. Dalam waktu 37 tahun, produk domestik bruto Korsel meningkat 47 kali. Dengan PDB lebih dari US$1,5 triliun, Korsel kini berada pada peringkat ke-11 negara dengan PDB tertinggi di dunia.
Tepatlah apabila Presiden Joko Widodo memfokuskan kepada pembangunan manusia pada tahun ini. Setelah fokus melakukan pembangunan infrastruktur untuk menekan tingginya biaya logistik, saatnyalah untuk membangun manusia Indonesia agar kita bisa memanfaatkan secara optimal sumber daya yang kita miliki.
Dengan pendidikan rata-rata hanya 6,7 tahun sekarang ini, memang mustahil Indonesia akan bisa melompat menjadi negara maju. Kita membutuhkan ahli-ahli sains dan teknologi yang cukup jumlahnya agar kita mampu membuat sendiri mesin dan barang modal yang diperlukan untuk membangun industri.
Presiden berencana untuk mengirimkan dalam jumlah besar anak Indonesia untuk menimba ilmu ke luar negeri sekaligus membuka mata mereka tentang kemajuan yang terjadi di dunia. Pada saat yang bersamaan akan juga didatangkan para pengajar kelas dunia ke Indonesia agar lebih banyak anak Indonesia yang mempunyai kesempatan untuk mengasah ilmu.
Tantangan terberat yang kita hadapi dalam melakukan pembangunan ialah tingginya defisit perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan. Penyebabnya ialah karena kita terlalu banyak mengekspor dalam bentuk komoditas dan mengimpor dalam bentuk jadi. Akibatnya, nilai tambah itu lebih banyak dinikmati bangsa lain.
Kita sulit untuk membangun industri dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi karena tingginya ketergantungan kepada impor barang dan jasa. Kita harus menguasai industri permesinan dan barang modal agar tidak selalu harus mengimpornya ketika hendak membangun industri. Di sinilah kita membutuhkan hadirnya anak-anak Indonesia yang cerdas dan produktif, bukan mereka yang pandai menyebar hoaks.
Tahun ini hanya bisa kita lewati dengan baik apabila kita memiliki kecerdasan. Begitu banyak jebakan yang harus kita bisa lewati, terutama dalam perekonomian global. Kita belum bisa menebak apa yang akan terjadi setelah 29 Maret nanti ketika Inggris resmi melepaskan diri setelah 46 tahun bergabung dengan Uni Eropa. Belum lagi Italia yang mau mengikuti jejak Inggris untuk keluar dari UE.
Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok juga bisa menjadi sandungan. Apalagi AS dibayang-bayangi resesi. Dampak positif dari kebijakan pajak yang diterapkan Presiden Trump pada 2017 lalu ternyata belum cukup membuat industri 'Negeri Paman Sam' itu kukuh.
Bank Sentral AS melihat adanya potensi pemanasan ekonomi di negaranya, yang mau tidak mau harus direspons kenaikan tingkat suku bunga. Ibarat buah simalakama, kenaikan terus tingkat suku bunga berpengaruh kepada geliat ekonomi yang kalau tidak tertangani dengan baik, bisa menyebabkan resesi pada 2020 nanti.
Belum lagi perekonomian Tiongkok yang harus menghadapi proteksi di banyak negara. Padahal, utang luar negeri mereka sudah mencapai 200% dari PDB. Kita benar-benar harus memperkukuh perekonomian kita agar tidak terimbas oleh dampak buruk. Itu membutuhkan keberanian dan tekad yang kuat dari kita bersama untuk melihat tantangan ini sebagai tantangan yang harus kita pecahkan bersama.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved