Headline

Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Bersama dalam Duka

Djadjat Sudradjat, Dewan Redaksi Media Group
07/8/2018 05:30
Bersama dalam Duka
(MI/Tiyok)

DALAM duka nestapa, solidaritas mestilah dikukuhkan dan solitaritas disingkirkan. Itulah elan bersaudara; bersaudara antarsesama warga negara, bersaudara sesama manusia. Benarlah aforisme ini, 'Kalau ingin melihat manusia sejati dan sebaliknya, lihatlah ketika mereka mengalami duka nestapa'.

Itu pula yang mesti kita tunjukkan ketika dalam sepekan ini dua gempa utama melanda Pulau Lombok, Nusa Tanggara Barat (NTB). Bencana yang menelan banyak korban. Duka dan trauma pastilah bertumpuk-tumpuk, berkelindan.

Maka, doa dan ihtiar yang meringankan beban penderitaan itulah yang mesti kita lakukan.

Gempa pada Ahad (29/7) di Pulau Seribu Masjid itu berkekuatan 6,4 pada skala Richter, menewaskan 14 orang, ratusan luka, dan ribuah rumah serta bangunan rusak. Ahad (5/8) gempa terjadi lagi. Gempa berkekuatan 7,0 pada skala Richter. Pusat gempa pada 8,3 lintang selatan, 116,48 bujur timur Kabupaten Lombok Utara, dengan kedalaman 15 kilometer.

Daya rusak gempa terakhir ini lebih tinggi. Sekitar 100 orang meninggal, ratusan luka, dan bisa jadi bangunan rusak lebih banyak lagi. Getaran gempa juga terasa di Flores, Bali, dan sebagian Jawa Timur. Secara bersamaan terjadi juga gempa di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, dan Mentawai, Sumatra Barat. Duka yang tak tertahankan.

Kita kerap kagum, dalam suasana duka, ada yang bergerak cepat tak mengenal penat, baik dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun para relawan, juga siapa saja yang bertugas di bidang pelayanan.

Mereka paham, menolong korban bencana perlu cepat. Yang wafat harus lekas dikebumikan, yang luka harus segera diobati, yang hilang harus secepatnya dicari, yang trauma harus segera dikuatkan jiwanya.

Namun, di tengah mereka yang menebar kebajikan, ada saja yang tega mengayuh laba. Laba materi dan laba yang lain; politisasi bencana, misalnya. Bahwa gempa terjadi karena Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB) mendukung Jokowi.

"TGB, dalam gempa Jokowi tak bisa menolong Anda." Ini kicauan sebuah akun Twitter. Itulah kuasa jemari yang kapan saja bisa digerakkan. Karena TGB berbalik mendukung Jokowi, bencana pun datang. Itu pesan kicauan itu.

Padahal, bacalah sejarah bencana di negeri ini (seperti gempa bumi,

tsunami, gunung meletus), melimpah sumbernya. Kita pun tahu, secara

tektonik Lombok memang kawasan seismik aktif. Lombok berpotensi diguncang gempa karena terletak di antara dua pembangkit gempa dari selatan dan utara.

Dari selatan terdapat zona subduksi lempeng Indo-Australia yang menghunjam ke bawah Pulau Lombok, sedangkan dari utara terdapat struktur geologi sesar naik Flores (Flores back arc thrusting). Sejak gempa 25 Juli 1856 hingga kini, sedikitnya Lombok telah dilanda gempa besar lebih 10 kali. Fakta itu cukuplah untuk membuktikan pulau ini rawan gempa.

Potensi gempa bisa diditeksi dan aktivitas lempeng tektonik bisa diketahui.

Namun, sains belum sampai pada nubuat yang tepat kapan persisnya gempa

terjadi dan berapa kekuatannya. Justru inilah yang mestinya kita sadari

hidup di tengah geografi yang akrab dengan bencana. Terlebih NTB punya

sejarah meletusnya Gunung Tambora plus tsunami pada 1815, yang menimbun

tiga kerajaan dan membunuh sekitar 5.000 jiwa.

"Jalan keluarnya, kita harus terus meningkatkan kapasitas dalam memahami ilmu gempa bumi, cara selamat menghadapi gempa, dan bagaimana memitigasi gempa bumi agar kita selamat dan dapat hidup harmoni dengan alam," kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono. Ini kebajikan yang perlu sikap bersama.

Begitulah, mestinya dalam geografi yang akrab dengan bencana, semangat

persaudaraan kita justru semakin lekat. Negeri ini pula mestinya menjadi salah satu tempat utama studi tentang kebencanaan, antara lain gempa, gunung meletus, dan tsunami. Kita mestinya menjadi contoh bagaimana menghadapi itu semua jika dibandingkan dengan bangsa lain yang tak sekaya kita dalam hal bencana.

Demokrasi yang kian dewasa selalu ada perekat yang menyatukan di tengah perbedaan. Bencana alam, prestasi anak bangsa, pelecehan dan hinaan terhadap simbol negara, serta ancaman terhadap kedaulatan negara ialah beberapa di antara yang bisa menyatukan. Duka Lombok pun sudah selayaknya menjadi duka kita bersama. Jangan ada yang memolitisasi bencana.***



Berita Lainnya
  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.