Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PAKAR hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menerangkan salah satu penghambat bagi pendaftaran calon baru di masa perpanjangan pendaftaran adalah adanya ketentuan KPU dalam Keputusan KPU No 1229 Tahun 2024, yang mengharuskan partai yang hendak mengubah dukungannya untuk memperoleh kesepakatan dengan anggota koalisi partai yang lama.
Kesepakatan itu dalam rangka mendapatkan persetujuan tertulis untuk keluar atau berpisah dari koalisi calon tunggal dan selanjutnya mengusung calon yang baru.
"Hal tersebut jelas tidak logis. Tentu koalisi lama pasti akan menghambat hadirnya penantang atau calon baru yang bisa jadi lawan mereka. Kalaupun disepakati dan mendapat persetujuan, hal itu bisa saja menimbulkan kecurigaan publik sebagai upaya untuk membentuk calon boneka karena merupakan hasil kesepakatan dengan koalisi calon tunggal," kata dia, Kamis (5/9).
Baca juga : Perpanjangan Pendaftaran Ditutup, Pilkada Calon Tunggal di 41 Daerah
Hal tersebut praktis merugikan calon yang baru yang pada akhirnya perpanjangan pendaftaran kembali, dan partai boleh mengubah peta dukungan kalau harus dengan disertai persetujuan anggota koalisi lama
"Untuk apa dibuka. Mestinya, koalisi berjalan alamiah saja. Kalau ada partai yang ingin pisah jalan di masa perpanjangan pendaftaran, biarkan berpisah jalan atau mengubah dukungan dengan apa adanya."
Ia mengingatkan pada pilkada serentak sejak 2015-2020, KPU tidak pernah memberlakukan aturan serupa itu yang tidak masuk akal dan sangat menghambat lahirnya konstelasi politik baru di daerah bercalon tunggal.
Baca juga : Ada Perpanjangan Waktu Pendaftran, Calon Tunggal Pilkada 2024 Diharapkan Berkurang
Selain itu, bagi daerah-daerah yang tetap lanjut dengan calon tunggal, hal itu tak lepas dari kuatnya petahana baik dari sisi modal politik, sosial, dan kapital. Sehingga partai lebih memilih pragmatis dan mendukung calon dari pada memajukan calon namun dikalkulasikan pasti kalah dan harus keluar ongkos politik yang tidak sedikit.
"Perhitungan politik tersebut sama sekali tidak memperhitungkan fungsi partai sebagai instrumen kaderisasi dan rekrutmen politik yang mestinya diperankan dengan baik oleh parpol," katanya.
Alasan lain ialah sentralisasi pencalonan dengan rekomendasi parpol di tingkat pusat yang sudah solid untuk mengusung calon tunggal membuat partai di tingkat daerah sulit untuk mengambil keputusan berbeda dengan DPP mereka. Apalagi jika ada tukar guling kesepakatan pencalonan sesam parpol antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. (J-2)
LSI Denny JA Rilis Exitpool dan Quick Count Pilkada 2024 di Tujuh Provinsi
Penyandang DIsabilitas Gunakan Hak Pilihnya
Partai politik diharapkan mampu mengalkulasi ulang dukungan terhadap pasangan calon kepala daerah di provinsi atau kabupaten/kota yang masih terdapat satu kadidat saja alias calon tunggal.
Putusan MK Nomor 60/PUU/XXII/2024 dinilai belum secara signifikan menekan lahirnya calon tunggal di daerah.
“Wilayah dengan satu pasangan calon ada satu provinsi, 35 kabupaten, 5 kota, dengan total 41 wilayah."
JURU Bicara PDIP Chico Hakim membenarkan terkait biaya politik yang mahal pada Pilkada 2024.
Rapat antara KPU, Bawaslu dan Komisi II DPR RI akan membahas ketentuan pilkada ulang bila kotak kosong menang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved