Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Hoaks di Ranah Digital Diprediksi Marak dalam Pilkada

Ardi Teristi Hardi
31/8/2024 12:06
Hoaks di Ranah Digital Diprediksi Marak dalam Pilkada
Ilustrasi hoaks.(Dok. Antara)

PENYELENGGARAAN Pemilu sering disertai dengan membanjirnya berita hoaks di media digital. Berbagai pihak yang konsen dalam penyelenggaraan Pemilu pun memperkirakan, berita hoaks juga akan membanjiri ranah digital jelang Pilkada 2024, tetapi dengan tema yang berbeda-beda di masing-masing darah.

Deputi Sekretaris Eksekutif CfDS, Iradat Wirid menekankan fenomena mass misinformation yang paling disorot sepanjang sejarah pemilu jatuh pada Pemilu 2019. Saat itu, hoaks atau kabar bohong merajalela di internet, dan dampaknya terlihat dari munculnya fenomena voter suppression.

Hal ini menyebabkan penyelenggara pemilu dan organisasi masyarakat sipil menjadi kerepotan dalam menanggulanginya.

Baca juga : LKPP Turut Sukseskan Pilkada 2024 melalui Pengadaan Barang dan Jasa

“(Dalam mass misinformasi itu) terdapat tekanan terhadap para pemilih yang bersifat mengintimidasi secara langsung, terjadi penyebaran disinformasi untuk mengelabui pemilih, adanya gangguan jalur komunikasi lawan sehingga sulit berkomunikasi dengan pemilih, dan hak seseorang untuk memilih diusik,” kata dia dalam diskusi bertajuk Gotong Royong Lawan Disinformasi Pemilu: Upaya Multipihak di Indonesia di Fisipol UGM, Kamis (29/8).

Peneliti Perludem, Heroik Pratama mengatakan, jika mengacu pada riset 2021, ruang kontestasi dalam Pemilu tidak tidak hanya terjadi pada di dunia riil, tetapi juga di dunia digital. Kontestasi di dunia digital banyak memunculkan hoaks yang membuat terjadinya gangguan-penggunaan hak pilih, proses pemilu, dan legitimasi terhadap hasil pemilu.

Ia mencontohkan informasi hoaks yang sering muncul, dalam Pemilu selalu muncul meme ODGJ yang memilih. Padahal, ODGJ memang diperbolehkan untuk menggunakan hak pilihnya.

Baca juga : Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana Pastikan Persiapan Pilkada 2024 di Wilayahnya Berjalan Lancar

Kemudian muncul informasi hoaks terkait pemilih tinggal datang ke TPS lokasi memilih walau dia tidak terdaftar di TPS tersebut. Lalu, ada pula yang membuat narasi terkait data Sirekap yang dimanipulasi. Padahal, penghitungan suara dalam Pemilu dilakukan secara manual dan berjenjang.

Menjelang Pemilu pada 2024 lalu, media sosial Indonesia, seperti TikTok dan X dibanjiri oleh disinformasi politik, yang mana ditemukan hingga 1.292 kasus disinformasi politik. Selain dapat memicu kekerasan, disinformasi politik dapat menyebabkan masalah lain dalam pemilu. Dampak tersebut termasuk mendelegitimasi proses dan hasil pemilu, mengacaukan informasi pemilu, mengganggu hak pilih, dan memanipulasi informasi untuk kepentingan kandidat tertentu.

“Isu-isu di dunia digital seperti di Pemilu akan tetap muncul, tetapi berbeda di situasinya di Pilkada,” kata dia.

Baca juga : Pakar Sebut Putusan MK Bisa Saja Baru Berlaku di Pilkada 2029

Isu Politik Identitas

Ia memperkirakan, salah satu isu yang pasti akan muncul adalah terkait politik identitas. Serangan di dunia digital tidak hanya menyasar Paslon, tetapi juga penyelenggara, hingga tahapan pemilu.

Sementara itu, Ketua Mafindo, Septiaji Eko Nugroho mengatakan, mulai 2019, haoks di dunia digital luar biasa saat masa-masa Pemilu. Banyak isu sara bertebaran di sana.

“Saat itu, kami sadar tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri untuk melawannya, butuh semakin intensif sehingga dibentuklah Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu,” terang dia.

Baca juga : Golkar Sebut KIM Solid Meskipun Peta Politik Bakal Berubah

Koalisi ini melakukan Langkah-langkah edukasi, vaksinasi informasi, penanganan konten hoaks, hingga melaporkan informasi hoaks itu dari koalisi.

“Dengan laporan dari koalisi, dalam hitungan hari bisa ditangani YouTube,” terang dia.

Keberadaan koalisi ini juga menjaga agar konten ditangani dengan tetap berpedoman pada kebebasan berpendapat.

Anggota Bawaslu DIY, Umi Illiayani mengatakan, pelaksanaan Pemilu paling banyak mendapat serangan informasi hoaks terkait proses. “Serangannya mengikuti tren nasional. Paling banyak pemerintah yang diserang. Pemilu sudah grand design,” terang dia.

Bahkan, pihaknya pun merekrut influencer untuk melawan black campaign dan hoaks di media sosial. Para influencer tersebut bertugas untuk melakukan sosialisasi terkait berita benar. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya