Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Potensi Gegar Budaya dan Pamer Kuasa dalam Kabinet Merah Putih

Lely Arrianie Guru Besar Komunikasi Politik LSPR
24/10/2024 05:00
Potensi Gegar Budaya  dan Pamer Kuasa dalam Kabinet Merah Putih
(Dok. Metro TV)

BARU dua hari dilantik sebagai menteri di Kabinet Merah putih, jagat maya diramaikan oleh ulah salah seorang menteri yang menggunakan kop surat kementerian untuk acara pribadi. Untung saja Mahfud MD mengingatkan, dan serta-merta kasus itu pun viral di media mainstream dan media sosial.

Betapapun Presiden Prabowo menyatakan bahwa kabinetnya adalah zaken, tetapi realitas menunjukkan bahwa masih ada yang belum tahu bagaimana menjadi menteri dan memimpin birokrasi. Alih-alih bukan belum tahu, tapi memang tidak mau tahu. Sindrom berkuasa mengabaikan cara bekerja sesuai dengan etika dan logika.

Padahal, mereka semua sudah diultimatum oleh Presiden Prabowo lewat pidato seusai pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia 2024-2029. Penekanan pidato Presiden Prabowo menjanjikan 3 hal, yaitu harapan (hope), perubahan (change), dan kesatuan (unity). Ini persis yang disyaratkan dalam teori peran dan kepemimpinan. Bahwa tiap kali pergantian kepemimpinan dilakukan, maka tugas pemimpin ialah mengelola dan menghadirkan serta memastikan ketiga hal tersebut.

 

Autokritik dan politik birokrasi

Pidato Prabowo yang disampaikan secara berapi-api tersebut, juga memuat autokritik terhadap dirinya yang sebelumnya menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi, bahwa atas nama data, pemerintahan Jokowi menikmati benar angka-angka statistik soal kepuasan publik, pertumbuhan ekonomi, keberhasilan pembangunan, pengurangan angka kemiskinan, dan lain lain.

Tapi, tepat di hari pemerintahan Jokowi berakhir dan berpindah tangan ke Prabowo, pernyataan untuk tidak jemawa dengan angka statistik itu pun diteriakkan oleh Prabowo di hadapan anggota MPR RI dan tamu undangan dari berbagai negara yang hadir dalam pelantikannya. Termasuk, di hadapan seluruh masyarakat Indonesia yang menyaksikan dan mendengarkan siaran langsung pelantikan.

"Jangan senang melihat angka statistik. Jangan bangga bahwa kita diterima di negara G-20, Kemiskinan di Indonesia terlalu banyak, anak kurang gizi masih banyak, dan yang belum dapat pekerjaan juga masih banyak, banyak sekolah yang tidak terurus, kekayaan dipermainkan pengusaha nakal yang tidak patriotik. Mari lihat kenyataan, jangan puas dan gembira, tapi Jangan punya sikap seperti burung unta yang jika tidak suka melihat sesuatu, dia memasukkan kepalanya ke tanah." Prabowo menghela napas sebelum ia melanjutkan, seolah memastikan pesannya sampai kepada semuanya.

"Kita harus mampu memproduksi pangan dan jadi lumbung pangan dunia. Kita juga harus bisa swasembada energi, karena dalam keadaan terjadi perang, ketegangan, dan lain-lain, kita harus siap dengan kemungkinan paling jelek, sebab negara lain pasti akan memikirkan dirinya sendiri. Kita akan kesulitan mencari sumber energi. Kita harus swasembada energi. Dan, untuk menjamin, melindungi yang paling lemah. kita juga harus melakukan hilirisasi agar nilai tambah bisa kita berikan kepada rakyat. Tapi pimpinan harus jadi contoh. Ikan menjadi busuk, busuknya dari kepala. Pemimpin yang berani akan bisa membuat yang tidak mungkin menjadi bangsa yang berdemokrasi, berkedaulatan rakyat, gotong royong, tidak saling mencaci. Demokrasi harus sejuk dan damai. Kita harus menghindari perpecahan dan perlu bekerja sama. Gemah rupah loh jinawi, baldatun toyyibatun warrobun gofur. Rakyat yang merdeka: Bebas dari ketakutan, kemiskinan, dan kelaparan, kebodohan, penindasan, dan penderitaan. Masih ada rakyat usia 70 tahun menarik becak. Ini bukan ciri negara merdeka. Mari kerja keras, berjuang, menghimpun semua kekayaan kita. Politik mudah diucapkan, tapi tidak mudah dicapai. Tapi bisa jika bersatu dengan menghilangkan dendam dan kebencian."

Betapa semangatnya Presiden Prabowo menyampaikan semua pesan politiknya. Fokusnya pada kepentingan rakyat. Namun, para calon menterinya tampaknya tidak fokus pada ucapan Prabowo, melainkan terjebak dalam euforia pelantikan itu sendiri. Bahkan, mengkhayal pada kemungkinan namanya akan diumumkan atau tidak sebagai menteri, wakil menteri, atau jabatan lainnya.

 

Dilema peran dalam kepemimpinan

Pemilihan menteri, wakil menteri, dll yang jumlahnya ratusan itu tampaknya tidak melalui proses meritokrasi. Sepanjang Presiden suka, punya kedekatan politik, partai pun bersikap sama dalam menitipkan kadernya, termasuk penunjukan staf khusus, utusan khusus, dan lain lain, menyebabkan yang dipilih dan terpilih tampaknya justru berpotensi mengalami gegar budaya. Entah karena tiba-tiba memiliki kedudukan sebagai pejabat negara, menjadi orang populer baru dalam bidang berbeda, atau secara tiba-tiba memimpin birokrasi yang tidak pernah dikenalnya sedikit pun sebelumnya.

Presiden Prabowo harus benar-benar jeli melihat semua pembantunya yang bahkan punya potensi menjadi one man show. Melupakan visi dan misi presiden, lalu melenggang berdasarkan sindroma kekuasaan yang bisa didapatnya dengan mudah, tanpa harus melalui berbagai tes, baik akademis maupun psikologi sebagaimana layaknya pejabat birokrasi di bawahnya. Yang penting Presiden suka, mereka ketika ditanya jawabnya bisa, maka jadilah mereka pejabat yang diberi banyak fasilitas dan pasti merasa punya kuasa. Pesan Presiden Prabowo bahwa ikan busuk mulai dari kepala hanya akan dianggap angin lalu saja.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya