PILKADA Kota Medan 2020 menampilkan kontestasi politik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ada dua pasangan calon. Satu pasang calon adalah petahana dan pasangan calon penantangnya dinilai kental dengan nuansa politik dinasti.
Akhyar Nasution yang berpasangan dengan Salman Alfarisi, sebagai wakilnya, ialah sang calon petahana. Setelah Dzulmi Eldin ditangkap KPK tahun lalu, Akhyar yang sebelumnya menjabat wakil wali kota kemudian menjadi Plt wali kota.
Adapun pasangan calon yang punya embel-embel politik dinasti ialah Bobby Afif Nasution yang berpasangan dengan Aulia Rachman. Bobby bu kan punya trah politik dinasti bia sa, tapi politik dinasti level istana. Dia adalah suami dari Kahiyang Ayu, putri Presiden Joko Widodo.
Jarang-jarang calon petahana tidak lebih diunggulkan dan ini yang menjadi keunikan utama Pilkada Medan 2020. Mungkin ini pun tidak pernah dibayangkan Akhyar sebelumnya bahwa meskipun menjadi calon petahana, kelak ia berhadapan dengan calon yang sama kuat, calon dari istana.
Pengamat politik Sumatra Utara Dadang Darmawan Pasaribu bahkan menilai Bobby memiliki kans lebih besar memenangi Pilkada Medan 2020.
"Meski melihatnya dari berbagai sudut pandang, tetap yang lebih kuat adalah Bobby," kata Dadang, Minggu (11/10).
Dari sisi pemanfaatan kekuasaan, misalnya. Selama ini para calon petahana kerap menggunakan kekuasan mereka untuk mengatasi para pesaing menggunakan mesin berokrasi.
Namun, khusus untuk Pilkada Medan 2020, petahana tidak dapat maksimal memanfaatkan mesin bi rokrasi tersebut karena yang dilawan ialah menantu dari penguasa tertinggi Republik ini.
Kemudian dari sisi dukungan po litik. Bukan hanya Akhyar yang mendapat topangan politik identitas karena diusung PKS. Bobby juga memilikinya karena memperoleh dukungan dari parpol dan ormas Islam dengan berbagai afiliasinya.
Sumber: Tim Riset MI-NRC
Perjalanan Politik Bobby Afif Nasution
Trauma
Masih dari sisi dukungan politik. Di atas kertas, Bobby juga memiliki jumlah parpol pendukung jauh lebih banyak daripada Akhyar, yakni delapan berbanding dua. Bila kedelapan parpol itu berkomitmen mengonversi kursi mereka menjadi suara, dan itu akan mengantarkan Bobby ke Balai Kota dengan mudah.
Selanjutnya, belajar dari pengalaman 15 tahun terakhir, warga Medan sudah mengalami trauma yang dalam terhadap para wali ko ta terpilih sebelumnya. Secara ber turut-turut, Abdillah, Rahudman dan Dzulmi Eldin, sama-sama menjadi pesakitan KPK.
"Sehingga saat ini banyak orang Medan menginginkan figur baru, tidak menjadi bagian dari masa la lu, dan harapan ini ada di Bobby," lanjut Dadang.
Muryanto Amin, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universi tas Sumatra Utara, juga melihat se lama ini tidak banyak capaian prestasi yang ditorehkan pemerintah kota. Medan mengalami lebih banyak stagnasi jika dibandingkan dengan kota-kota besar lain di Indonesia.
Kondisi itu kemudian menjadi keuntungan bagi Bobby yang akan dengan mudah mengapitalisasinya menjadi isu-isu kampanye. Alhasil, Bobby dapat lebih mudah menjaring dukungan, terlebih apabila semua gagasan yang disampaikannya lebih masuk akal dan akan membawa perubahan. (X-3)