Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija), Hana Suryani menilai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tidak semestinya diberlakukan secara ketat di tempat hiburan malam.
Kendati belum ditetapkan dalam Perda, lokasi hiburan malam merupakan ruang privat yang pengunjungnya telah memiliki kesepakatan sosial, serta didominasi oleh orang dewasa di atas 21 tahun.
“Kalau saya pribadi mendukung area tanpa rokok, apalagi di ruang publik seperti taman, halte, atau tempat umum lainnya. Tapi kalau di dunia hiburan, itu kan tempat kita bayar untuk masuk,” ujar Hana saat dihubungi, Selasa (24/6).
Ia menyarankan agar pemerintah lebih bijak dengan menyediakan pengaturan teknis, seperti pemisahan area merokok dan tidak merokok, serta kewajiban tempat hiburan untuk melengkapi fasilitas teknologi seperti exhaust dan air purifier yang memadai.
"Teknologi sekarang udah ada semua, bahkan air purifier bisa menyaring partikel terkecil. Masak kita masih ribut soal asap rokok?” tambahnya.
Bukan hanya tentang rokok, Hana mengeluhkan beratnya beban yang kini ditanggung para pelaku industri hiburan. Pajak hiburan di DKI Jakarta yang kini mencapai 40 persen dinilai sangat membebani, apalagi ditambah wacana pelarangan merokok melalui Raperda KTR.
“Kami ini bukan lagi loyo, nafas sudah di tenggorokan. Pajak sudah mencekik, sekarang mau ditambah larangan-larangan. Ya udah, mati aja sekalian,” katanya.
Menurutnya, sejak pajak hiburan menyentuh angka 25 persen di tahun 2020, industri hiburan malam sudah mulai terpuruk. Pandemi memperparah kondisi itu, dan kini setelah perlahan bangkit, tarif pajak malah melonjak menjadi 40 persen.
“Jangan tanya penurunan omzet, udah sadis. Tamu hanya datang Jumat dan Sabtu, itu pun mereka kaget lihat pajak. Sosialisasinya gak nyampe ke masyarakat, ujung-ujungnya kami yang disalahin,” ungkapnya.
Hana berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam merancang kebijakan. Bukan sekadar melarang, tetapi menciptakan solusi teknis yang adil dan realistis. Menurutnya, larangan total justru akan menciptakan masalah baru.
“Saya juga gak suka bau rokok, tapi bukan berarti harus dilarang total. Yang penting asapnya gak ganggu, berarti tempatnya wajib sediakan standar teknis yang baik. Ayo duduk bareng, jangan bikin kebijakan sepihak,” tutupnya. (Far/P-1)
(YLKI) mendorong agar Pemprov DKI segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jakarta.
(Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD Provinsi DKI Jakarta mandek sejak 2015. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta akhirnya membentuk pansus
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved