Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pakar Hukum dan Akademisi di Bandung Soroti Putusan Praperadilan Tom Lembong

Sugeng
23/1/2025 13:39
Pakar Hukum dan Akademisi di Bandung Soroti Putusan Praperadilan Tom Lembong
Diskusi Panel Pra Peradilan dalam Penegakan Hukum di Indonesia yang digelar di Kampus Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis (23/1)(MI/SUMARIYADI)

KEPUTUSAN Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan yang diajukan Tom Lembong, jadi sorotan pakar hukum dan akademisi di Bandung.

Diskusi Panel Pra Peradilan dalam Penegakan Hukum di Indonesia yang digelar di Kampus Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis (23/1), itu, menampilkan narasumber yang terdiri dari pakar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita, Prof Nandang Sambas dari Universitas Islam Bandung, dan dua akademisi Universitas Padjadjaran Somawijaya dan Elis Rusmiati.

Dalam kasus putusan praperadilan yang diajukan Tom Lembong, Dosen Hukum Unpad Somawijaya menilai hakim lebih menitikberatkan pada formalitas 2 alat bukti tanpa mempertimbangkan relevansi alat bukti terhadap tindak pidana yang disangkakan.

"Saya juga melihat kurangnya pengawasan terhadap proses penetapan tersangka. Hakim pada kasus Thom Lembong menilai penetapan tersangka didasarkan pada potential loss, yang menurut Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 tidak memenuhi syarat sebagai kerugian negara yang nyata," paparnya.

Selain itu, dia juga melihat adanya prosedur administratif yang tidak sah. Penyidik melakukan penahanan terhadap Thom Lembong tanpa dasar penangkapan terlebih dahulu.

Menurut Somawijaya dalam kasus ini ada ketidakmampuan peradilan menjamin perlindungan HAM. Padahal, lembaga Pra Peradilan seharusnya menjadi mekanisme untuk melindungi hak-hak asasi tersangka dari tindakan sewenang-wenang.

"Hal tersebut belum sepenuhnya dapat diterapkan secara menyeluruh dalam setiap perkara, termasuk kasus Thom Lembong," tandasnya.

Dia melihat, ketidakpastian dalam penetapan tersangka dan pengabaian terhadap prosedur yang benar dapat mengakibatkan pelanggaran hak asasi
manusia dan keadilan dalam proses hukum. Artinya, penegakan hukum
dilakukan dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan,
termasuk bukti yang cukup dan kerugian yang nyata, untuk menjaga
integritas sistem peradilan

"Pra Peradilan seharusnya berfungsi sebagai mekanisme pengawasan terhadap proses penegakan hukum, memberikan ruang bagi individu untuk mengajukan keberatan terhadap penetapan tersangka. Namun, dalam praktiknya, lembaga ini sering kali terjebak dalam penilaian formalitas, yang dapat mengabaikan substansi dan berpotensi melanggar hak asasi manusia," tegas Somawijaya.

Untuk itu, dia berharap adanya reformasi dalam kerangka hukum agar
Praperadilan dapat berfungsi lebih efektif. Perlu adanya penguatan regulasi praperadilan untuk memastikan lembaga ini dapat berfungsi secara efektif dalam melindungi hak asasi manusia dan memberikan
kepastian hukum bagi tersangka.


Hak asasi


Sementara itu, mantan Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Prof Romli Atmasasmita mengingatkan seorang tersangka atau terdakwa memiliki hak atas kedudukan yang setara di hadapan hukum. Mereka juga memiliki hak untuk diperlakukan secara manusiawi dan bebas dari penyiksaan dalam proses peradilan pidana.

"Seorang tersangka atau terpidana memiliki hak untuk diperiksa dalam pemeriksaan yang adil dan terbuka untuk umum. Mereka juga memiliki hak untuk tetap dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan peradilan yang memiliki kekuatan hukum tetap," tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, Prof Nandang Sambas mengingatkan lembaga peradilan bahwa dalam pra peradilan alat bukti memiliki fungsi yang sangat penting.

"Dalam tindak pidana korupsi, pembuktian unsur utama ialah dua alat bukti yang mendukung unsur ada tidaknya pidana korupsi dan bagaimana proses memperolehnya. Juga harus dibuktikan adanya unsur perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi," jelasnya.

Penyidik, tambah dia, juga harus bisa membuktikan adanya unsur merugikan keuangan negara, perekonomian negara, unsur penyalahgunaan jabatan, kesempatan atau sarana.

"Proses memperoleh alat bukti sebagai bukti awal harus diuji kebenarannya, kehati-hatian, serta keprofesionalannya melalui mekanisme lembaga pra peradilan," tandasnya.

Di sisi lain, Dosen FH Unpad Elis Rusmiati melihat banyaknya kelemahan dalam proses praperadilan. Di antaranya, pemeriksaan dalam sidang yang hanya dilakukan oleh hakim tunggal.

"Tugas sehari-hari hakim itu banyak. Jika dia bertindak sebagai hakim tunggal dalam praperadilan, itu sangat berat dan membebani," ungkap mantan hakim itu.

Kelemahan lain yang menonjol ialah pemeriksaan yang dibatasi paling lambat hanya berlangsung 7 hari. Selain itu, pengajuan pra peradilan juga gugur jika pemeriksaan pokok perkara sudah dimulai.

"Dalam banyak kasus pra peradilan, hakim hanya memperhatian soal kuantitas, seperti pada alat bukti. Kualitas alat bukti sendiri diabaikan," tegasnya.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner