Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SEORANG hakim federal AS mempertanyakan alasan pemerintahan Trump mengabaikan perintahnya untuk menghentikan deportasi sekelompok warga Venezuela yang diduga anggota geng kriminal. Hakim James Boasberg, ketua hakim federal di Washington DC, memerintahkan agar penerbangan deportasi dihentikan dan dipulangkan pada Sabtu malam.
Namun, pejabat Gedung Putih berdalih mereka tidak melanggar perintah tersebut. Dalam dokumen pengadilan, mereka menyatakan perintah Boasberg hanya disampaikan secara lisan, bukan dalam bentuk tertulis, sehingga dianggap tidak mengikat secara hukum. Selain itu, mereka mengklaim pesawat sudah meninggalkan wilayah udara AS sebelum perintah diberikan.
Dalam sidang pada Senin, Boasberg menegaskan ia memerintahkan secara jelas agar pesawat yang membawa para deportan diputar balik. Ia mempertanyakan alasan Departemen Kehakiman mengabaikan perintah tersebut hanya karena tidak tertulis.
Sebagai tindak lanjut, Boasberg meminta rincian lebih lanjut terkait waktu penerbitan perintah deportasi dan informasi mengenai penerbangan tersebut. Pemerintah diberi batas waktu hingga Selasa pukul 12.00 (16:00 GMT) untuk memberikan laporan lengkap. Sementara itu, proses deportasi ditangguhkan hingga keputusan lebih lanjut dalam sidang yang dijadwalkan pada Jumat mendatang.
Pemerintahan Trump juga mengajukan permintaan agar Boasberg dicabut dari kasus ini.
Perselisihan ini bermula saat AS mendeportasi 238 warga Venezuela yang diduga anggota geng Tren de Aragua (TdA) dan 23 anggota geng internasional MS-13. Para deportan dikirim ke sebuah penjara di El Salvador.
Trump menuduh geng TdA melakukan invasi terhadap AS dan menggunakan Undang-Undang Alien Enemies Act sebagai dasar hukum untuk deportasi. Undang-undang yang disahkan pada 1798 ini sebelumnya hanya digunakan selama Perang Dunia II untuk mendeportasi warga negara dari negara-negara Poros.
Kelompok hak asasi manusia meragukan dasar hukum yang digunakan Trump. Dari 261 orang yang dideportasi, hanya 137 orang yang dinyatakan berdasarkan Alien Enemies Act. Status hukum deportasi sisanya masih belum jelas.
Saat sidang berlangsung pada Sabtu, Boasberg mengeluarkan perintah penangguhan deportasi selama 14 hari. Namun, pesawat yang membawa para deportan telah lepas landas, sehingga ia memberikan instruksi verbal agar penerbangan dihentikan segera.
Pemerintahan Trump berargumen instruksi lisan tidak memiliki kekuatan hukum untuk membatalkan deportasi yang sudah berjalan. Gedung Putih menegaskan mereka tidak menolak untuk mematuhi perintah pengadilan, tetapi hanya mengikuti prosedur yang berlaku.
Di sisi lain, organisasi hak asasi manusia seperti American Civil Liberties Union (ACLU) mengecam langkah Trump, menyebutnya sebagai tindakan berbahaya dengan menyalahgunakan undang-undang perang untuk tujuan politik. Amnesty International USA juga mengkritik kebijakan ini, menyebutnya sebagai bentuk diskriminasi terhadap migran Venezuela.
El Salvador setuju menerima deportan dari AS. Presiden Nayib Bukele bahkan menyindir keputusan hakim dengan unggahan di media sosial yang berbunyi, "Oopsie... Terlambat," disertai emoji tertawa. Pemerintah El Salvador juga merilis rekaman para tahanan di salah satu penjara mega mereka.
Menurut Gedung Putih, pemerintah AS memberikan dana sebesar $6 juta kepada El Salvador untuk menerima para deportan. Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan bahwa biaya ini jauh lebih murah dibandingkan menahan mereka di penjara AS.
Langkah deportasi ini menjadi bagian dari kampanye besar Trump dalam menindak imigrasi ilegal selama masa jabatan keduanya. Dua geng kriminal yang menjadi sasaran deportasi ini telah dinyatakan sebagai "organisasi teroris asing" oleh Trump setelah ia kembali ke Gedung Putih pada Januari lalu. (BBC/Z-2)
AS menuduh Hamas tidak menunjukkan keseriusan dalam merespons proposal gencatan senjata yang telah dibahas selama lebih dari dua pekan.
Skema kerja sama merupakan bagian dari kesepakatan tarif timbal balik antara kedua negara.
PEMERINTAH Indonesia dan Amerika Serikat telah sepakat untuk menyusun protokol keamanan dalam menjaga data pribadi warga negara Indonesia (WNI)
Hingga kini Amerika Serikat belum memiliki undang-undang perlindungan data pribadi yang setara dengan regulasi Indonesia.
Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi menyampaikan keprihatinan atas klausul pengelolaan data pribadi warga negara Indonesia oleh pihak AS.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) membantah kabar yang menyebutkan pemerintah menjual data pribadi WNI kepada Amerika Serikat.
Usai amnesti terhadap AP diberikan, WNI tersebut dideportasi ke luar Myanmar pada 19 Juli 2025 melalui Thailand sebelum tiba di tanah air.
Keberhasilan Imigrasi Surakarta mengamankan puluhan warga Tiongkok, yang berlanjut langkah pendeportasian itu, berkat informasi masyarakat.
Petinju Meksiko Julio Cesar Chaves Jr ditangkap ICE terkait dugaan keterlibatan dengan kartel Sinaloa.
Greta Thunberg kembali ke Swedia setelah dideportasi dari Israel karena ikut misi kemanusiaan ke Gaza. Ia mengecam Israel atas dugaan kejahatan perang dan genosida.
KEMENTERIAN Luar Negeri Israel menyatakan aktivis iklim asal Swedia Greta Thunberg telah dideportasi dari negara tersebut, Selasa (10/6/2025).
Pemerintah Israel menyatakan seluruh penumpang kapal tersebut akan dikembalikan ke negara masing-masing.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved