Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
SEORANG mantan negosiator sandera Israel, Gershon Baskin, telah mengungkapkan rincian jeda agresi Israel di Gaza dalam tiga minggu. Itu mengacu pada sebuah proposal buatan Amerika Serikat (AS) yang telah diterima oleh Hamas.
Baskin, yang dikenal karena perannya dalam memfasilitasi negosiasi masa lalu antara Israel dan Hamas, termasuk pembebasan tentara Israel Gilad Shalit pada 2011, mengajukan proposal kepada kontak-kontaknya dalam kelompok Palestina tersebut awal bulan ini.
Dilansir Anadolu, Selasa (17/9), dia mengatakan Hamas menyetujui persyaratan tersebut, yang mencakup diakhirinya kehadiran Israel di Gaza, bersamaan dengan pembebasan semua sandera Israel dan sejumlah warga Palestina yang disepakati di penjara Israel. Semuanya dalam rentang waktu hanya tiga minggu.
Baca juga : Minta Maaf, Netanyahu Tetap Keras Kepala Persulit Gencatan Senjata Gaza
Aktivis tersebut mengatakan bahwa ia didekati oleh keluarga sandera Israel untuk bernegosiasi dengan Hamas demi kesepakatan gencatan senjata jilid II yang lebih baik daripada yang saat ini ada di atas meja. Baskin memulai diskusi dengan seorang pemimpin Hamas yang merupakan bagian dari tim negosiasi kelompok tersebut dan yang telah dikenalnya selama 18 tahun.
“Saya mengajukan pertanyaan yang sangat sederhana: Apakah Anda (Hamas) setuju dengan kesepakatan yang akan mengakhiri perang dalam tiga minggu? Israel akan menarik diri sepenuhnya dari Gaza. Anda akan membebaskan semua sandera baik yang hidup maupun yang mati di Gaza, dan akan ada kesepakatan mengenai pembebasan tahanan Palestina,” katanya.
Kontak Hamas, menurut Baskin, memakan waktu beberapa hari untuk diskusi internal sebelum mengonfirmasi bahwa mereka menyetujui kesepakatan tersebut. “Kini saya memutuskan untuk mengumumkannya ke publik, dan saya telah memberitahukan kepada Qatar, Mesir, AS, dan juga kepada publik Israel serta tim negosiasi Israel,” katanya.
Baca juga : Hamas Tuding Netanyahu Tanggung Jawab atas Kebuntuan Negosiasi Gaza
Baskin mengklarifikasi bahwa dirinya tidak terlibat dalam negosiasi tersebut dalam kapasitas resmi, sehingga ia mendesak Hamas untuk mengumumkan sendiri keputusan mereka tentang proposal tersebut.
“Saya tidak mewakili Hamas dan saya tidak mewakili pemerintah Israel. Yang saya desak adalah agar negosiator Israel bertanya kepada Qatar dan Mesir bertanya kepada Hamas apakah mereka setuju dengan kesepakatan tersebut,” tuturnya.
Mengenai tanggapan dari para mediator, Baskin mengatakan ia tidak dapat membahas rinciannya karena hal tersebut masih dalam proses. "Itu ada di tangan pejabat. Ini harus melalui jalur resmi. Saya sudah berkomunikasi dengan Hamas. Saya sudah berkomunikasi dengan keluarga-keluarga. Saya sudah berkomunikasi dengan orang-orang Israel yang sangat penting yang mengatakan bahwa mereka akan berkomunikasi dengan para negosiator Israel,” paparnya.
Baca juga : Ini Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Sulit Terwujud
Sejak 7 Oktober, Baskin mengatakan dia telah dihubungi beberapa kali oleh anggota keluarga sandera Israel dan forum yang dibentuk oleh keluarga mereka, dan sekali oleh tim negosiasi Israel.
“Saya berharap kita dapat melanjutkan ini karena ada kemungkinan untuk mengakhiri perang ini dalam tiga minggu,” katanya.
Kebebalan Netanyahu
Baca juga : Hamas Beberkan Hambatan Utama Gencatan Senjata di Gaza
Kebuntuan yang terus-menerus dalam perundingan gencatan senjata terjadi karena posisi Israel dan Hamas saling bertentangan. “Hamas mengatakan bahwa mereka tidak akan membuat perjanjian apa pun dengan Israel yang tidak mengakhiri perang, dan posisi Perdana Menteri Netanyahu adalah bahwa dia tidak akan membuat perjanjian dengan Hamas yang mengakhiri perang,” jelasnya.
Kedua posisi yang sangat bertolak belakang ini telah menciptakan situasi di mana para mediator, AS, Qatar, dan Mesir, telah menghabiskan waktu tiga bulan untuk merundingkan kesepakatan yang buruk, katanya. Itu mengacu pada proposal tiga fase yang diumumkan pada bulan Mei oleh Presiden AS Joe Biden.
Kesepakatan itu mencakup proses yang akan memakan waktu berbulan-bulan, di mana hanya sejumlah kecil sandera Israel yang akan dikembalikan dan nasib yang lainnya tidak akan diketahui. Kemudian ada ketentuan bagi penarikan diri bertahap Israel dalam 45 hari pertama dari apa yang disebut sebagai daerah berpenduduk di Gaza.
Mantan mediator tersebut mengatakan kebuntuan dalam perundingan gencatan senjata telah memungkinkan perang berlanjut terlalu lama. "Hal ini menyebabkan terlalu banyak sandera Israel terbunuh, terlalu banyak warga Palestina terbunuh, terlalu banyak penderitaan yang terus terjadi sementara tidak ada satu pun yang terlibat yang memiliki visi strategis untuk masa depan," katanya.
Mengenai masa depan Gaza, Baskin menekankan bahwa rekonstruksi dan rehabilitasinya terkait erat dengan pengaturan politik yang muncul setelah perang berakhir.
“Tidak ada satu pun negara di dunia yang akan menyediakan uang untuk membangun kembali Gaza jika Hamas tetap berkuasa Palestina memiliki tugas untuk menemukan pemimpin alternatif untuk memerintah Gaza, dan akhirnya memerintah seluruh Palestina sebagai satu pemerintahan yang bersatu,” paparnya.
Biden mengobarkan perang saat Israel berencana menduduki kembali Gaza. Menggemakan pandangan yang dianut banyak orang di seluruh dunia, Baskin menegaskan bahwa satu-satunya pemain yang memiliki kekuatan untuk memaksa Israel tetaplah AS.
“Biden harus mengakhiri perang ini. Biden telah mengobarkan perang ini terlalu lama, memberi Israel bom dan kebebasan untuk melakukan apa pun yang diinginkannya. Kita semua tahu bahwa AS dapat mengakhiri perang ini dalam waktu seminggu jika mau,” katanya.
Untuk bergerak maju, kata Baskin, AS harus membuang rencana buruk yang ingin mereka kembangkan dan telah dinegosiasikan habis-habisan selama tiga bulan. “Mereka perlu menerima rencana tiga minggu ini dan mendorongnya maju dan memaksakannya pada Israel dan Hamas melalui Qatar dan Mesir,” katanya.
Ia menekankan bahwa Israel harus dipaksa menerima kesepakatan gencatan senjata karena Netanyahu tidak ingin mengakhiri perang dan sebaliknya berencana untuk menduduki kembali Gaza.
"Ia (Netanyahu) memiliki anggota pemerintahannya yang menyusun rencana mendalam dan terperinci untuk permukiman Israel baru di Gaza. Ada orang-orang yang telah menulis rencana untuk mengevakuasi seluruh wilayah utara Gaza dan siapa pun yang tidak pergi akan dianggap sebagai pejuang Hamas dan akan dibunuh, lalu akan meratakannya dengan buldoser dan membangun permukiman Israel," pungkasnya. (I-2)
SEORANG bayi berusia 35 hari meninggal akibat kelaparan di RS al-Shifa, Gaza, di tengah blokade Israel.
DUTA Besar Amerika Serikat untuk Israel, Mike Huckabee, meminta Israel bertanggung jawab karena telah menyerang sebuah gereja Katolik bersejarah di wilayah Taybeh, Palestina.
KELOMPOK Hamas menyambut baik kesepakatan internasional yang dicapai di Kolombia untuk menjatuhkan sanksi terhadap Israel atas perang yang terus berlanjut di Jalur Gaza.
UNRWA yang merupakan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi Palestina mendesak Israel supaya UNRWA segera diizinkan masuk ke Jalur Gaza.
PNC akan terdiri dari 350 anggota, dua pertiga di antaranya mewakili tanah air, dan sepertiga lainnya mewakili warga yang tinggal di luar negeri dan diaspora.
PAUS Leo XIV kembali menyerukan penghentian segera kekerasan di Jalur Gaza.
Mantan PM Israel Ehud Plmert menyebut pembangunan Kota Kemanusiaan di GAza sebagai kamp konsentrasi.
PERUNDINGAN gencatan senjata Jalur Gaza berada di ujung tanduk. Soalnya, Hamas dan Israel pada Sabtu (12/7) saling menuduh pihak lain menghalangi upaya mencapai kesepakatan.
LAPORAN baru dari Israel menuduh Hamas menggunakan kekerasan seksual sebagai senjata perang selama serangan 7 Oktober. Namun, seorang pejabat tinggi PBB membantahnya.
Israel siap untuk melakukan negosiasi menuju gencatan senjata permanen di Jalur Gaza.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved