Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
QATAR, Mesir dan Amerika Serikat (AS) telah meminta Israel dan Hamas untuk melanjutkan perundingan guna mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza. Namun, pemboman terus-menerus yang dilakukan Israel di Gaza telah menewaskan hampir 40 ribu warga Palestina.
Dalam pernyataan bersama pada Kamis (9/8), ketiga negara tersebut mendesak Israel dan Hamas untuk melanjutkan diskusi pada 15 Agustus di Doha atau Kairo. Hal itu, untuk menutup semua kesenjangan yang tersisa dan memulai implementasi kesepakatan tanpa penundaan lebih lanjut.
“Ini adalah waktu untuk menyimpulkan perjanjian gencatan senjata dan membebaskan sandera dan tahanan,” kata mereka, dilansir dari Al Jazeera, Jumat (9/8).
Baca juga : Hamas Bahas Gencatan Senjata Gaza dengan Qatar, Mesir, Turki
“Kami telah bekerja selama berbulan-bulan untuk mencapai kesepakatan kerangka kerja dan kini hal tersebut telah dibahas, hanya rincian implementasinya yang belum ada," ujarnya.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan cepat menanggapi seruan tersebut. Menurutnya, Israel akan mengirim delegasi untuk menghadiri pembicaraan minggu depan untuk menyelesaikan rincian dan melaksanakan perjanjian kerangka kerja.
Sementara, faksi politik Palestina yang menguasai Gaza, Hamas belum memberikan tanggapan. Pernyataan bersama tersebut muncul di tengah kegagalan upaya selama berbulan-bulan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza, di mana serangan militer Israel telah menewaskan sedikitnya 39.699 warga Palestina dan melukai 91.722 lainnya sejak awal Oktober.
Baca juga : Hamas dan Jihad Islam Ajukan Respons Gencatan Senjata ke Mediator Internasional
Pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh baru-baru ini di ibu kota Iran, Teheran juga memicu pertanyaan tentang prospek kelanjutan perundingan gencatan senjata.
Pembunuhan Haniyeh dipandang oleh banyak orang sebagai upaya pemerintahan Netanyahu untuk menggagalkan upaya negosiasi untuk mengakhiri perang.
Dari Amman, Yordania, koresponden Al Jazeera Hamdah Salhut mengatakan kematian Haniyeh akan menambah kompleksitas negosiasi di masa depan. “Ada banyak pihak yang bergerak di sini,” katanya, merujuk pada risiko serangan balasan dari Iran atau salah satu proksinya.
Baca juga : Menlu Negara Arab Menegaskan Dukungan untuk Rencana Gencatan Senjata di Gaza
“Selain itu, kita harus ingat bahwa Israel sekarang akan bernegosiasi dengan Yahya Sinwar, yang merupakan pemimpin politik baru Hamas,” tambah Salhut, merujuk pada pengganti Haniyeh.
Dia telah melakukan negosiasi ini sebelumnya dengan beberapa hal yang tidak dapat dinegosiasikan dan telah menambahkan ke dalam daftar itu.
Namun, dalam pernyataan hari Kamis, Qatar, Mesir dan AS mengatakan ini adalah saatnya untuk memberikan bantuan segera kepada masyarakat Gaza yang telah lama menderita serta para sandera dan keluarga mereka yang telah lama menderita.
Baca juga : Pembicaraan Perdamaian Hamas dan Israel Kembali Buntu
“Tidak ada waktu lagi yang bisa disia-siakan atau ada alasan dari pihak mana pun untuk penundaan lebih lanjut,” kata negara-negara tersebut.
Pernyataan tersebut ditandatangani oleh Presiden AS Joe Biden, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani dari Qatar. Analis politik senior Al Jazeera, Marwan Bishara mengatakan pernyataan tersebut menunjukkan negara-negara yang menjadi perantara sudah kehabisan kesabaran.
“AS didorong untuk memberikan tekanan yang lebih besar karena ancaman perang regional yang lebih luas,” jelas Bishara.
“Saya pikir idenya di sini adalah bahwa mereka akan kembali ke meja perundingan, pada tanggal 15 Agustus, dan baik Hamas maupun Israel akan mempertimbangkan untuk membahas rinciannya,” katanya.
Bishara menyebut banyak rincian yang masih belum jelas, termasuk siapa saja tahanan dan tawanan Palestina yang ditahan di Gaza yang akan dibebaskan pada tahap pertama perjanjian tersebut dan berapa banyak yang akan dibebaskan selanjutnya.
Namun negara-negara penengah yakin mereka memiliki kerangka perjanjian yang baik sekarang untuk perjanjian gencatan senjata tiga tahap.
“Saya pikir ini kurang lebih merupakan seruan untuk bertindak, sebuah seruan untuk mendesak, untuk bertindak lebih cepat dari sebelumnya," sebutnya.
Direktur eksekutif Fellowship of Reconciliation, yang berbasis di AS, Ariel Gold mengatakan pernyataan tersebut belum bisa dipastikan.
“Kita sudah pernah mengalami hal ini sebelumnya,” kata Gold kepada Al Jazeera, seraya mencatat bahwa pemerintahan Presiden Biden berkali-kali menyebut bahwa pihaknya berada pada tahap akhir perundingan.
Gold mengatakan Biden, yang telah memberikan dukungan militer dan diplomatik yang kuat kepada Israel di tengah perang, harus menjelaskan kepada Netanyahu bahwa akan ada konsekuensi nyata dan pasti jika menolak perjanjian gencatan senjata ini.
Selama berbulan-bulan, para pembela hak-hak Palestina di AS telah mendesak Biden untuk berhenti mengirim senjata ke Israel ketika perang terus berlanjut.
Seorang profesor di American University of Beirut, Rami Khouri mengatakan pemilihan waktu pernyataan tersebut kemungkinan besar mencerminkan tekanan yang dihadapi Biden.
“Mengapa tanggal 15?" tanya Khouri, merujuk pada tanggal pernyataan bersama untuk memulai kembali perundingan.
“Saya pikir hal ini terjadi karena dua orang yang paling putus asa di dunia saat ini untuk melakukan gencatan senjata, selain warga Palestina, adalah Kamala Harris dan Joe Biden yang merupakan seorang Genosida, begitu ia dikenal di AS," lanjutnya.
Khouri menekankan bahwa tanggal 15 Agustus datang hanya beberapa hari sebelum Partai Demokrat mengadakan konvensi nasional mereka di Chicago, Illinois.
Pertempuran yang sedang berlangsung di Gaza dapat memicu perselisihan dan protes terhadap konvensi tersebut, yang dirancang sebagai platform kampanye kepresidenan Harris.
“Mereka sangat ingin gencatan senjata ini terjadi,” kata Khouri, seraya menambahkan bahwa waktunya sangat penting. (I-2)
MESKIPUN menghadapi penangkapan, deportasi, dan konfrontasi dengan aparat keamanan Mesir, sejumlah peserta Global March to Gaza atau Konvoi Global ke Gaza tetap bersikeras bertahan di Kairo.
11 WNI yang tergabung dalam kelompok independen The Strong Minor Project (TSMP) telah memutuskan untuk kembali ke tanah air setelah sebelumnya berencana mengikuti aksi Global March to Gaza.
DI media sosial, viral 10 warga negara Indonesia (WNI) yang ingin bergabung dalam gerakan Konvoi Global ke Gaza terkena ancaman polisi Mesir.
MENTERI Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Rabu (11/6) meminta Mesir untuk mencegah para aktivis mencapai perbatasan Mesir dengan Jalur Gaza dan memasuki wilayah Palestina.
SEBANYAK 12 aktivis di kapal Madleen gagal menembus blokade Israel. Namun gerakan itu membakar ribuan aktivis lain sedunia untuk meluncurkan Konvoi Global ke Gaza.
PRESIDEN Mesir Abdel Fattah Al Sisi melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Iran Masoud Pezeshkian untuk membahas pentingnya mencegah eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah.
Konflik yang kembali memanas terjadi setelah Israel melancarkan serangan udara secara tiba-tiba terhadap sejumlah target di Iran.
Seluruh negara di dunia diminta untuk mengambil langkah nyata guna menekan Israel.
PEMERINTAH Amerika Serikat secara resmi meningkatkan peringatan perjalanan ke Israel menjadi level tertinggi setelah serangkaian serangan rudal Iran kembali
Tindakan balasan yang dilakukan Iran merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia di tengah eskalasi agresi dari pihak Israel.
SERANGAN hari pertama Israel terhadap Iran telah menaikkan harga minyak dunia yang signifikan.
KONFLIK antara Israel dan Iran terus berlanjut tanpa tanda-tanda mereda. Peperangan memasuki hari kelima pada Selasa. Kedua negara saling meluncurkan rudal sejak Jumat pekan lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved