Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Siapakah Yahya Sinwar, Penerus Ismail Haniyeh sebagai Pemimpin Hamas?

Ferdian Ananda Majni
07/8/2024 16:25
Siapakah Yahya Sinwar, Penerus Ismail Haniyeh sebagai Pemimpin Hamas?
Yahya Sinwar.(AFP)

HAMAS telah menunjuk pemimpinnya di Gaza, Yahya Sinwar sebagai pemimpin urusan politik untuk menggantikan Ismail Haniyeh, yang dibunuh dalam dugaan serangan Israel di Teheran pekan lalu.

Pengumuman kelompok Palestina ini disampaikan pada Selasa (6/8) ketika ketegangan meningkat di Timur Tengah. Sementara Iran menjanjikan balas dendam terhadap Israel atas pembunuhan Haniyeh di wilayahnya.

Israel belum mengkonfirmasi atau menyangkal keterlibatannya dalam serangan 31 Juli itu.

Baca juga : Yahya Sinwar Pimpin Hamas Gantikan Ismail Haniyeh

Dianggap sebagai arsitek serangan 7 Oktober terhadap Israel, Sinwar kini akan mencoba mendorong gerakan tersebut melewati masa-masa yang tidak menentu di seluruh wilayah dari lokasi yang tidak diketahui di Gaza.

Pemimpin Palestina yang tinggal di Gaza ialah musuh publik nomor satu di Israel. Jadi, dengan memilihnya sebagai kepala biro politik, Hamas mengirimkan pesan pembangkangan kepada pemerintah Israel.

Namun masih belum jelas cara Sinwar berkomunikasi dengan sesama anggota Hamas, menjalankan operasi politik sehari-hari gerakan tersebut, dan mengawasi perundingan gencatan senjata di Gaza sambil bersembunyi. Para pejabat Israel tidak merahasiakan keinginan mereka untuk membunuhnya.

Baca juga : Ismail Haniyeh Dibunuh, AS Percaya Gencatan Senjata Gaza Terwujud

Lahir pada 1962 di Khan Younis, Sinwar sering digambarkan sebagai salah satu pejabat tinggi Hamas yang paling tidak kenal kompromi. Dia ditangkap berulang kali oleh Israel pada awal 1980-an karena keterlibatannya dalam aktivisme antipendudukan di Universitas Islam di Gaza.

Setelah lulus, ia membantu membangun jaringan pejuang untuk melakukan perlawanan bersenjata melawan Israel. Kelompok tersebut kemudian menjadi Brigade Qassam, sayap militer Hamas.

Sinwar bergabung dengan Hamas sebagai salah satu pemimpinnya segera setelah kelompok itu didirikan oleh Syekh Ahmad Yasin pada 1987. Tahun berikutnya, ia ditangkap oleh pasukan Israel dan dijatuhi empat hukuman seumur hidup karena tuduhan keterlibatan dalam penangkapan dan pembunuhan dua tentara Israel dan empat tersangka mata-mata Palestina.

Baca juga : Komentar Joe Biden tentang Pembunuhan Ismail Haniyeh

Dia menghabiskan 23 tahun di penjara Israel tempat dia belajar bahasa Ibrani dan menjadi ahli dalam urusan Israel dan politik dalam negeri. Dia dibebaskan pada tahun 2011 sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan yang mencakup pembebasan tentara Israel Gilad Shalit yang ditangkap oleh Hamas.

Setelah dibebaskan, Sinwar dengan cepat kembali naik pangkat di Hamas. Pada 2012, ia terpilih menjadi anggota biro politik kelompok tersebut dan ditugaskan untuk berkoordinasi dengan Brigade Qassam.

Dia memainkan peran utama politik dan militer selama tujuh minggu serangan Israel terhadap Gaza pada 2014. Tahun berikutnya, Amerika Serikat (AS) mencap Sinwar sebagai teroris global yang ditetapkan secara khusus.

Baca juga : Ismail Haniyeh Tewas, Pakistan: Israel Injak-Injak Hukum Internasional

Pada 2017, Sinwar menjadi ketua Hamas di Gaza menggantikan Haniyeh yang terpilih sebagai ketua biro politik kelompok tersebut. Berbeda dengan Haniyeh, yang melakukan perjalanan regional dan menyampaikan pidato selama perang yang berlanjut di Gaza, hingga pembunuhannya, Sinwar bungkam sejak 7 Oktober.

Namun dalam wawancara dengan Vice News pada 2021, Sinwar mengatakan bahwa meskipun orang-orang Palestina tidak ingin berperang karena biayanya mahal, mereka tidak akan mengibarkan bendera putih.

"Untuk waktu yang lama, kami melakukan perlawanan damai dan kerakyatan. Kami berharap dunia, masyarakat bebas, dan organisasi internasional akan mendukung rakyat kami dan menghentikan pendudukan yang melakukan kejahatan dan pembantaian rakyat kami. Sayangnya, dunia hanya diam dan menyaksikan," katanya.

Sinwar kemungkinan menggambarkan Great March of Return saat warga Palestina melakukan protes setiap minggu selama berbulan-bulan di perbatasan Gaza pada 2018 dan 2019. Namun aksi itu menghadapi tindakan keras Israel yang menewaskan lebih dari 220 orang dan melukai lebih banyak lagi.

Ketika ditanya tentang taktik Hamas, termasuk menembakkan roket tanpa pandang bulu yang dapat membahayakan warga sipil, Sinwar mengatakan warga Palestina berperang dengan segala cara yang mereka miliki.

Dia menuduh Israel sengaja membunuh warga sipil Palestina secara massal, meski memiliki persenjataan canggih dan tepat sasaran.

"Apakah dunia mengharapkan kita menjadi korban yang berkelakuan baik saat kita dibunuh, agar kita dibantai tanpa membuat keributan?" pungkas Sinwar. (Aljazeera/Z-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya