Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
KELOMPOK Hamas yang menguasai Jalur Gaza, Palestina, mengutuk keras agresi terang-terangan Amerika-Inggris lewat udara dan laut terhadap Yaman pada Kamis (11/1). Hamas menyebut hal itu sebagai aksi terorisme yang sebenarnya.
"Kami menegaskan bahwa agresi brutal terhadap Yaman adalah tindakan terorisme yang tidak boleh tidak diperhitungkan, yang berada di bawah pengaruh kemauan negara. pendudukan Zionis dan kepemimpinan ekstremis Nazi, dan hanya akan meningkatkan perpecahan dan ketegangan di kawasan. Washington dan London bertanggung jawab atas dampaknya," cetus Hamas dalam pernyataan resminya dikutip dari Telegram, Jumat (12/1).
Hamas mengatakan, agresi Amerika-Inggris merupakan agresi terang-terangan terhadap kedaulatan Yaman, dan ancaman terhadap keamanan wilayah sekitarnya.
Baca juga : Serangan AS di Yaman Tewaskan 5 Orang, Tidak Surutkan Dukungan Houthi untuk Palestina
Peristiwa itu menjadi saksi militerisasi Amerika dan Inggris dan anteknya Israel, yang bertujuan melindungi pendudukan Nazi-Zionis dan untuk menutupi kejahatannya terhadap rakyat Palestina dan seluruh wilayah.
Hamas menegaskan bahwa kawasan ini tidak akan menyaksikan keamanan dan stabilitas kecuali dengan mengakhiri pendudukan Zionis di tanah Palestina dan Arab.
Baca juga : Arab Saudi Respons Serangan AS-Inggris ke Yaman, Minta Semua Pihak Menahan Diri
Hamas mendesak Washington dan London untuk meninjau kembali kebijakan kolonial mereka untuk menghormati kedaulatan negara dan kepentingan masyarakat Arab yang tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kejahatan brutal Zionis dan perang genosida yang menimpa rakyat Palestina, serta pelanggaran terhadap kesucian Islam dan Kristen, terutama Masjid Al-Aqsa yang diberkati.
"Kami sangat menghargai posisi persaudaraan Yaman dan rakyatnya yang heroik dalam berdiri bersama rakyat Palestina dalam Pertempuran Thuufan Al-Aqsa," kata Hamas.
Dalam pernyataannya, angkatan bersenjata Houthi mengatakan, AS dan Inggris melancarkan 73 kali serangan di Yaman pada Kamis (11/1), dan menyebabkan kematian lima orang, serta melukai enam orang lainnya.
"Lima orang syahid dan melukai enam orang lainnya dari angkatan bersenjata kami," sebut Brigadir Yahya Saree, juru bicara Houthi Yaman dalam pernyataan resminya, Jumat (12/1), dikutip dari Telegram.
Houthi mengatakan, serangan Amerika-Inggris tersebut menunjukkan dengan jelas dukungannya terhadap kelanjutan kejahatan genosida Israel di Gaza. (Z-4)
Houthi belum mengaku bertanggung jawab atas serangan itu yang membuat Eternity kehilangan tenaga mesin di lepas pantai kota Hodeida yang dikuasainya.
Serangan kelompok Houthi Yaman menyebabkan kerusakan struktural yang parah, memaksa awak kapal meninggalkan kapal di perairan yang ganas di lepas pantai Yaman.
Kelompok pemberontak Houthi di Yaman kembali melancarkan aksi mereka, mengakhiri masa tenang selama beberapa bulan terakhir.
Houthi mengumumkan telah meluncurkan rudal balistik Zulfiqar yang menargetkan sebuah lokasi "sensitif" di Israel selatan. Serangan itu diklaim telah berhasil mengenai sasarannya.
PARA pemimpin Iran menyadari bahwa mereka sendiri yang harus melawan AS dan Israel. Republik Islam itu tidak punya jaringan proksi dan sekutu di Timur Tengah dan sekitarnya.
Pejabat senior Houthi yang didukung Iran menyatakan akan meminta pertanggungjawaban Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump atas serangan udara terhadap fasilitas nuklir.
PM Otoritas Palestina Mohammad Mustafa tegaskan Hamas serahkan kendali Jalur Gaza dan senjata kepada Otoritas Palestina.
Pemerintahan AS boikot konferensi PBB untuk mendukung solusi dua negara, menyebutnya sebagai aksi publisits tidak tepat waktu.
Pejabat militer Israel mengungkap belum pernah ada bukti soal tudingan terhadap Hamas yang dituduh secara sistematis mencuri bantuan kemanusiaan di Gaza.
Donald Trump mengisyaratkan dukungan untuk eskalasi militer Israel di Gaza.
AS menuduh Hamas tidak menunjukkan keseriusan dalam merespons proposal gencatan senjata yang telah dibahas selama lebih dari dua pekan.
PM Israel Benjamin Netanyahu dituding sengaja memperpanjang perang di Gaza demi kepentingan politik, khususnya menjelang pemilu nasional.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved