Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Serangan Rusia ke Ukraina Bikin Penduduk Dunia Merintih

Cahya Mulyana
28/3/2022 16:19
Serangan Rusia ke Ukraina Bikin Penduduk Dunia Merintih
Suasana di wilayah pertemuan yang berada di Kota Trostyanets, Wilayah Sumy, pada 27 Maret 2022.(AFP)

INVASI Rusia di Ukraina menyebabkan banyak korban nyawa, luka hingga kelaparan bukan hanya rakyat keduanya namun juga dunia. Kedua negara yang berseteru merupakan lumbung energi dan aneka jenis bahan pangan.

Misalnya, Lebanon, negara yang jauh dari Rusia maupun Ukraina tetapi merasakan betul dampak perseteruan kedua negara. Pasalnya, Lebanon merupakan pengimpor gandum asal Ukraina yang saat ini harganya meroket karena keterbatasan pasokan dan distribusi.

Baca juga: Islamic Development Bank Dukung Presidensi G20 Indonesia

Layal Aswad, warga negara yang telah dilanda krisis selama dua tahun itu mengeluhkan konflik tersebut. Menurut dia invasi Rusia ke Ukraina membuat harga makanan dan energi melonjak jauh lebih mahal.

“Bahkan harga roti sekarang tidak bisa kita anggap remeh lagi,” kata perempuan berusia 48 tahun itu. Selain Lebanon, rakyat Irak dan Suriah hingga Sudan dan Yaman juga mengeluhkan hal serupa.

Ukraina dan Rusia menyumbang sepertiga dari ekspor gandum dan jelai global, yang diandalkan negara-negara di Timur Tengah untuk memberi makan jutaan orang yang hidup dari roti bersubsidi dan mi instan murah. Mereka juga pengekspor utama biji-bijian lain dan minyak biji bunga matahari untuk memasak.

Bahkan sebelum perang di Ukraina, orang-orang di negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara tidak mendapatkan cukup makanan untuk dimakan. Sekarang dengan gangguan perdagangan yang dipicu oleh konflik tersebut memantik lebih banyak masyarakat dunia yang harus merasakan kelaparan.

“Sederhananya, semakin banyak orang yang tidak mampu membeli makanan dengan kualitas atau kuantitas yang mereka butuhkan di negara-negara yang terkena dampak konflik dan krisis ini,” kata Lama Fakih, Direktur Timur Tengah dan Afrika Utara di Human Rights Watch.

Menurut dia dampak perang Rusia dengan Ukraina terlihat di Irak dan Sudan. Rakyat di kedua negara ramai-ramai turun ke jalan untuk mengecam pemerintah mereka masing-masing yang dinilai gagal mengendalikan harga dan menyediakan kebutuhan pokok.

Baca juga: PBB: Korban Tewas Warga Sipil Ukraina Capai 1.119

“Masyarakat memiliki hak atas pangan, dan pemerintah harus melakukan segala daya mereka untuk melindungi hak itu, jika tidak, kita tidak hanya berisiko mengalami kerawanan pangan tetapi juga ketidakamanan dan ketidakstabilan yang dapat dipicu oleh kekurangan berat dalam skala ini,” kata Fakih.

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva mengatakan keterpurukan ekonomi dan keterbatasan pangan memicu banyak pemberontakan. "Ketika harga melonjak, dan orang miskin tidak dapat memberi makan keluarga mereka, mereka akan berada di jalanan,” kata Georgieva.

Perang juga telah memicu kekhawatiran donatur yang sedianya memberikan bantuan untuk penduduk miskin di Jazirah Arab mengalihkannya ke Ukraina.

“Untuk jutaan orang Palestina, Lebanon, Yaman, Suriah, dan lainnya yang tinggal di negara-negara yang mengalami konflik, kehancuran ekonomi yang dahsyat, dan kebutuhan kemanusiaan yang meningkat, ini sama dengan mematikan alat pendukung kehidupan yang kritis,” kata sebuah analisis yang dirilis oleh Carnegie Middle Pakar Timur.

Baca juga: Putin Dinilai Budanov Gunakan Skenario Korea Memecah Ukraina

Di Suriah, terdapat 14,6 juta orang bergantung pada bantuan luar negeri atau 9% lebih banyak dari 2021 dan 32% lebih banyak dari 2020. Data itu dipaparkan Joyce Msuya, Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan.

Perang di Suriah yang sudah berjalan 11 menyebabkan lebih dari 90% penduduk negara itu hidup dalam kemiskinan. Produk-produk seperti minyak goreng, harganya sudah berlipat ganda pascaperang Rusia-Ukraina.

Sementara di Yaman, kebutuhan dasar menjadi semakin sulit untuk dipenuhi bagi jutaan orang miskin setelah tujuh tahun konflik horizontal. Sebuah laporan baru-baru ini oleh PBB dan kelompok bantuan internasional memperkirakan bahwa lebih dari 160.000 orang di Yaman kemungkinan akan mengalami kelaparan pada tahun ini.

Jumlah itu masih bisa naik jauh lebih tinggi karena perang di Ukraina. PBB mengucurkan dana untuk negara itu mencapai $1,3 miliar atau hanya satu pertiga dari kebutuhan.

"Saya tidak punya apa-apa,” kata Ghalib al-Najjar, ayah tujuh anak Yaman yang berusia 48 tahun yang tinggal di kamp pengungsi di luar ibu kota Sanaa.

“Saya butuh tepung, sebungkus tepung. saya butuh nasi. saya butuh gula. Saya membutuhkan apa yang dibutuhkan orang (untuk bertahan hidup).”

Lebanon tengah dihantam keruntuhan ekonomi selama dua tahun terakhir. Beberapa supermarket besar kehabisan tepung dan minyak jagung minggu ini.

"Apa pun yang ditaruh di rak, itu yang dibeli," kata Hani Bohsali, ketua Sindikat importir makanan Lebanon.

Baca juga: Ukraina Bersedia Bahas Permintaan Netralitas Rusia

Dia mengatakan 60% minyak goreng yang dikonsumsi di Lebanon berasal dari Ukraina dan sisanya sebagian besar dari Rusia. Sementara itu, 5 liter (1 galon) minyak goreng di Lebanon sekarang harganya hampir sama dengan upah minimum bulanan, yang masih tetap pada 675.000 pound Lebanon.

Mesir, pengimpor gandum terbesar dunia, termasuk yang paling rentan. Tekanan ekonomi, termasuk kenaikan inflasi, meningkat di negara itu, di mana sekitar sepertiga dari populasi lebih dari 103 juta hidup di bawah garis kemiskinan.

Harga makanan pokok seperti roti telah meningkat hingga 50%. Masyarakat menduga para pedagang mempermainkan harga dengan dalih perang di Ukraina. “Mereka mendapat untung dari penderitaan kami,” keluh Doaa el-Sayed, seorang Guru Sekolah Dasar di Mesir dan ibu dari tiga anak.

Libya, negara yang dilanda perang saudara selama bertahun-tahun juga mengalami lonjakan harga bahan makanan. Kemudian Palestina pun merasakan kondisi serupa.

Baca juga: PM Israel Positif Covid-19 Usai Bertemu Menlu AS

Fayeq Abu Aker, seorang pengusaha Gaza, Palestina mengatakan sekotak berisi empat botol minyak goreng harganya $26 atau dua kali lipat dari harga sebelum perang di Ukraina.

“Dalam 40 tahun bisnis saya, saya belum pernah melihat krisis seperti ini,” katanya. (APNews/Cah/A-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya