Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Warga Gaza Palestina Abaikan Studi dan Gelar demi Upah Israel

Mediaindonesia.com
27/3/2022 10:48
Warga Gaza Palestina Abaikan Studi dan Gelar demi Upah Israel
Pekerja Palestina menunggu di stasiun terakhir di Beit Hanun di Jalur Gaza utara, sebelum mencapai Israel melalui penyeberangan Erez.(AFP/Mohammed Abed.)

SAAT Hussein mendapat izin untuk bekerja di Israel, penduduk Palestina di Kota Gaza itu mengatakan dia siap untuk berhenti kuliah untuk mencari upah menarik yang ditawarkan untuk pekerjaan kasar Israel.

"Saya merasa pintu surga terbuka untuk saya," kata Hussein. Seperti warga Gaza lain yang telah meninggalkan studi mereka untuk mengambil pekerjaan berketerampilan rendah di Israel. Rasa malu membuatnya meminta agar nama lengkapnya dirahasiakan.

Gaza, wilayah Palestina yang berpenduduk sekitar 2,3 juta orang di bawah blokade Israel sejak 2007, menderita tingkat pengangguran di atas 50%. Bahkan mereka yang memiliki gelar pascasarjana mesti berjuang untuk bertahan hidup.

Meskipun begitu, izin kerja Israel menjadi barang langka bagi warga Palestina dalam dekade terakhir ini. Hal itu membuat beberapa izin yang ditawarkan tampak seperti debu emas.

Hussein sedang mengejar gelar master dan berharap meningkatkan potensi pendapatannya. Namun dengan tiga anak yang harus dinafkahi dan utang siswa sebesar US$3.500, melanjutkan studi terbukti tidak dapat dipertahankannya.

"Saya tidak bekerja selama bertahun-tahun," katanya menjelaskan keputusannya untuk meninggalkan Gaza beberapa bulan lalu. Dia mendapat pekerjaan sebagai pengantar barang di Jaffa, selatan Tel Aviv, salah satu dari beberapa tempat di Israel tempat buruh Palestina mengatakan bahwa mereka dapat memperoleh antara 250 dan 700 shekel (antara sekitar US$75 dan US$215) per hari, jauh lebih banyak daripada yang diharapkan kebanyakan orang untuk pekerjaan setara di Gaza.

Hamas mengambil alih kekuasaan di Gaza pada 2007. Sebelum pengambilalihan oleh kelompok Islam, sekitar 120.000 warga Gaza memiliki izin untuk bekerja di dalam wilayah Israel.

Namun Hamas dan Israel telah berulang kali berperang selama 15 tahun terakhir. Selain itu, belakangan ini juga ada pandemi virus korona yang melanda sehingga Israel kadang-kadang sepenuhnya menutup penyeberangan daratnya dengan daerah kantong itu sambil sepenuhnya mengekang pekerjaan lintas batas.

Baca juga: Orang Israel Rusak Ban Puluhan Mobil Warga Sheikh Jarrah Palestina

Sejak dibuka kembali beberapa bulan lalu, negara Yahudi itu telah mengeluarkan 12.000 izin kerja untuk warga Gaza. Kebanyakan izin berupa visa enam bulan dengan opsi untuk diperpanjang.

Tanpa prasyarat

Tempat parkir di persimpangan Erez tempat warga Gaza memasuki Israel sekarang penuh dengan taksi dan minibus yang menunggu untuk mengantar warga Palestina ke tempat kerja. Di antara mereka ialah Mahmud, yang mendapatkan pekerjaan di suatu restoran di Herzliya, kota makmur di utara Tel Aviv.

Dia sebelumnya bekerja untuk organisasi internasional di Gaza, tempat yang sangat didambakan. Namun dia mengatakan akhirnya dia memutuskan bahwa dia tidak bisa menolak kesempatan untuk mendapatkan hingga 550 shekel (US$170) sehari, termasuk lembur--di luar sewa kamar dan makan--di Israel, bahkan jika pekerjaan itu tidak ada hubungannya dengan gelar master dalam pekerjaan sosial.

Sementara banyak warga Gaza menyambut gaji yang lebih tinggi dari Israel, kepala serikat pekerja Gaza, Sami al-Amsi, menyerukan izin untuk memasukkan perlindungan jaminan sosial wajib. Berdasarkan ketentuan saat ini, pekerja dari Gaza yang memasuki Israel hanya ditanggung untuk kecelakaan jika atasan mereka setuju untuk membayar asuransi. Ini pun jarang, menurut organisasi hak-hak buruh Israel Kav LaOved.

Baca juga: Pakar PBB Kecam Dunia Biarkan Israel Terapkan Sistem Apartheid

Beberapa minggu yang lalu, seorang warga Gaza ditabrak mobil di tempat kerjanya, Amsi mengatakan kepada AFP, menjelaskan bahwa keluarganya tidak menerima kompensasi apa pun.

Kondisi itu pun tidak membuat Adham, 35, takut. Meskipun memiliki tiga gelar, termasuk dalam kesehatan masyarakat dan ilmu komputer, dia siap menerima pekerjaan apa pun yang ditawarkan di Israel. "Saya bisa bekerja di restoran, supermarket, atau pabrik," katanya kepada AFP. "Saya tidak punya prasyarat." (AFP/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik