Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pengacara Palestina Terancam Dideportasi Israel ke Prancis

Mediaindonesia.com
22/11/2021 20:40
Pengacara Palestina Terancam Dideportasi Israel ke Prancis
Salah Hammouri.(AFP/Abbas Momani.)

PENGACARA Palestina dan pembela hak asasi manusia kelahiran Jerusalem, Salah Hammouri, sedang berjuang melawan deportasi yang akan segera terjadi dari Tanah Airnya itu. Langkah untuk mengusir Hammouri terjadi setelah pihak berwenang Israel menuduhnya melakukan pelanggaran kesetiaan kepada negara Israel dan menggambarkannya sebagai ancaman keamanan.

"Saya hidup dalam ketidakpastian karena saya tidak dapat merencanakan 24 jam ke depan dalam hidup saya. Saya tidak bisa meninggalkan Ramallah karena saya takut ditangkap jika melewati pos pemeriksaan ke Israel," kata Hammouri, yang juga warga negara Prancis.

"Saya tidak dapat mengunjungi rumah dan keluarga saya di Jerusalem dan saya tidak dapat meninggalkan negara itu untuk melakukan perjalanan ke Prancis untuk melihat istri dan anak-anak saya karena saya tidak akan diizinkan untuk kembali," katanya kepada Al Jazeera.

Istri Hammouri yang sedang hamil, Elsa, ditolak masuk ke Israel pada 2016 meskipun memiliki visa kerja. "Dia ditahan di Bandara Ben Gurion selama beberapa hari dan kemudian dideportasi ke Prancis," kata Hammouri. "Saya dulu meninggalkan negara ini setiap tiga bulan untuk pergi dan melihat istri dan dua anak saya, tetapi sekarang itu tidak mungkin."

Pada 18 Oktober, Menteri Dalam Negeri Israel Ayelet Shaked secara resmi memberi tahu pembela hak asasi manusia Palestina-Prancis berusia 36 tahun itu tentang pencabutan status tempat tinggal permanennya di Jerusalem karena pelanggaran kesetiaan kepada Negara Israel. Keputusan itu telah disetujui oleh Jaksa Agung Israel Avichai Mendelblit dan Menteri Kehakiman Gideon Saar.

Baca juga: Irak Tolak Normalisasi Hubungan dengan Israel

Tahun lalu, Hammouri secara resmi diberitahu tentang niat kementerian dalam negeri untuk mencabut izin tinggalnya di Jerusalem. Dia diberitahu bahwa dia bisa menantang langkah tersebut dalam pengajuan tertulis dalam waktu 30 hari.

"Deportasi dan meninggalkan negara asal saya tidak mungkin. Israel tidak memiliki hak untuk mendeportasi warga Palestina dari Tanah Air mereka atau menolak hak kami untuk tinggal di kota kami sendiri," kata Hammouri.

Ribuan orang Palestina telah hidup secara ilegal di Jerusalem dan di Israel karena otoritas Israel menolak untuk memberikan hak tinggal kepada orang Palestina Tepi Barat atau orang asing yang menikah dengan orang Jerusalem, tidak seperti orang Yahudi Israel yang pasangannya secara otomatis diberikan tempat tinggal dan juga kewarganegaraan.

Penolakan Israel atas hak tinggal bagi pasangan Palestina didasarkan pada Hukum Kewarganegaraan dan Masuk ke Israel, diduga atas alasan keamanan. Akan tetapi para kritikus berpendapat itu merupakan bagian dari kebijakan untuk mengubah demografi Jerusalem Timur yang diduduki demi mencapai mayoritas Yahudi.

"Akibatnya, hingga hari ini, ribuan pasangan Palestina dari warga atau penduduk Israel harus tinggal di rumah mereka selama bertahun-tahun tanpa apa-apa selain izin tinggal militer dan tidak ada hak jaminan sosial," kelompok hak asasi Israel, Hamoked, mencatat.

"Dalam sebagian kecil kasus, mereka yang mengajukan unifikasi keluarga dan menerima persetujuan awal sebelum berlakunya undang-undang tersebut menerima status sementara di Israel. Ini memberi mereka hak jaminan sosial tetapi tidak memberi mereka rasa stabilitas di rumah mereka sendiri."

Hukum humaniter internasional secara eksplisit melarang kekuatan pendudukan untuk menuntut kesetiaan dari penduduk yang diduduki. Ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 45 Regulasi Den Haag dan Pasal 68 (3) Konvensi Jenewa Keempat.

Kebijakan Israel untuk mencabut hak tinggal Palestina di Jerusalem Timur yang diduduki lebih lanjut melanggar Pasal 43 Peraturan Den Haag dan Pasal 64 Konvensi Jenewa Keempat yang menetapkan bahwa kekuatan pendudukan tidak boleh bertindak sebagai legislator berdaulat atau memperluas undang-undangnya sendiri atas wilayah pendudukan.

Baca juga: Abbas Kutuk Serangan Israel ke Gubernur Palestina di Jerusalem

Menurut laporan 2018 dari Human Rights Watch, setidaknya hak tinggal 14.595 warga Palestina di Jerusalem telah dicabut oleh Israel sejak 1967. Mayoritas alasannya atas dasar mereka memiliki pusat kehidupan di luar Jerusalem. Pencabutan residensi Hammouri merupakan yang pertama didasarkan pada pelanggaran kesetiaan kepada Israel.

Dia mengatakan langkah-langkah yang diambil terhadapnya tampaknya bermotivasi politik karena pekerjaan hak asasi manusianya dan keras terhadap pendudukan Israel. Dia pertama kali ditangkap saat remaja karena melukis grafiti politik di dinding.

Hammouri kemudian dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena diduga terlibat, bersama dengan warga Palestina lain, dalam awal konspirasi untuk menyerang seorang rabi dari partai politik Shas. Tuduhan in menurut pengacaranya tidak adil karena dia benar-benar menghentikan rencana tersebut.

Dia diberi pilihan untuk dideportasi ke Prancis, tempat ibu dan istrinya berasal, atau menjalani hukuman penjara. Dia menolak untuk dideportasi dari tanah airnya. "Saya menjalani tujuh tahun dari hukuman itu sebelum dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan pada 2011 antara Israel dan Palestina." (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya