Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Junta Myanmar Imbau Pasukan Keamanan tidak Gunakan Peluru Tajam

Atikah Ishmah Winahyu
02/3/2021 16:02
Junta Myanmar Imbau Pasukan Keamanan tidak Gunakan Peluru Tajam
Demonstran Myanmar.(AFP/STR.)

MILITER Myanmar meminta pasukan keamanan yang bertanggung jawab atas serangan mematikan terhadap pengunjuk rasa antikudeta selama akhir pekan lalu untuk tidak menggunakan amunisi langsung. Ini seiring dengan terus berkembangnya kecaman dari internasional.

Pengumuman itu dibuat dalam siaran di MRTV yang dikelola negara, setelah Myanmar pada Minggu (28/2) mengalami hari paling mematikan sejak kudeta 1 Februari. PBB mengatakan setidaknya 18 pengunjuk rasa tewas dan 30 lain terluka.

Militer juga mengatakan bahwa lebih dari 1.300 pengunjuk rasa ditangkap selama demonstrasi nasional. "Mengenai metode penyebaran massa, pasukan keamanan telah diperintahkan untuk tidak menggunakan peluru tajam," kata siaran itu sambil menuduh pengunjuk rasa menghasut kekerasan dengan menggunakan ketapel dan bom bensin.

"Pasukan keamanan diizinkan untuk melindungi diri mereka sendiri ketika pengunjuk rasa membahayakan nyawa mereka dengan melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa di bawah pinggang," imbuhnya. Tidak jelas bahwa pasukan hanya akan menggunakan peluru karet dalam pertahanan mereka.

Gelombang demonstrasi baru dimulai Selasa setelah pengadilan Myanmar mengajukan dakwaan tambahan terhadap pemimpin sipil yang ditahan, Aung San Suu Kyi. Dakwaan itu diperkirakan dapat menahannya di balik jeruji besi untuk jangka waktu lebih lama.

Bertambahnya korban tewas dapat meningkatkan tekanan pada pemerintah di seluruh dunia untuk mengambil tindakan lebih lanjut terhadap para jenderal Myanmar yang menolak untuk mengakui kemenangan besar partai politik Suu Kyi pada November.

Seruan untuk menahan diri dari menggunakan peluru tajam datang ketika para menteri luar negeri di 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang akan mengadakan pertemuan informal pada Selasa (2/3). Mereka membahas situasi Myanmar untuk pertama kali sejak kudeta.

ASEAN telah lama mengikuti kebijakan nonintervensi dalam urusan dalam negeri para anggotanya, termasuk Myanmar. Sejauh ini organisasi itu menahan diri untuk tidak mengutuk militer atas tindakan atau merujuk pada kudeta.

Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-o-cha dilaporkan menyebutnya sebagai masalah politik yaitu masalah negara mereka. Indonesia, di sisi lain, mengeluarkan pernyataan pada Minggu yang menyerukan agar pasukan keamanan untuk menahan diri dari penggunaan kekuatan dan menghindari korban lebih lanjut.

"Ketidakstabilan di Myanmar pada akhirnya menimbulkan bahaya bagi kita semua di Asia Tenggara. Jadi ini bukan hanya situasi Myanmar," kata Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan dalam wawancara pada Senin.

"Meskipun seperti yang saya katakan, tanggung jawab untuk menyelesaikan ini terletak pada pihak berwenang di Myanmar," tandasnya. (Straits Times/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya