Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Pengunjuk Rasa di Myanmar Abaikan Peringatan Militer

Nur Aivanni
09/2/2021 13:45
Pengunjuk Rasa di Myanmar Abaikan Peringatan Militer
Para demonstran membawa poster yang menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi di Kota Yangon, Myanmar, Selasa (9/2).(Sai Aung Main / AFP)

PARA pengunjuk rasa anti-kudeta di seluruh Myanmar menentang larangan militer yang baru pada aksi unjuk rasa dan turun ke jalan pada Selasa (9/2) untuk hari keempat berturut-turut.

Setelah menyaksikan ratusan ribu orang berdemonstrasi menentang kudeta pekan lalu, Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing berpidato di televisi pada Senin (8/2) malam untuk membenarkan perebutan kekuasaan yang dilakukan militer.

Pernyataannya muncul ketika militer melarang pertemuan lebih dari lima orang di beberapa bagian Yangon, ibu kota komersial negara itu, dan daerah lain di seluruh negeri di mana demonstrasi besar meletus selama akhir pekan dan Senin (2/2). Jam malam juga diberlakukan di lokasi-lokasi titik aksi protes.

Namun pada Selasa pagi, aksi protes yang baru muncul di berbagai bagian Yangon, termasuk di dekat markas Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi, yang ditahan militer pada hari pertama kudeta.

Para pengunjuk rasa membawa plakat anti-kudeta termasuk "Kami ingin pemimpin kami", yang mengacu pada Suu Kyi, dan "Tidak ada kediktatoran".

Di Kota San Chaung - di mana pertemuan besar secara khusus dilarang - sejumlah guru berbaris di jalan utama, melambaikan hormat tiga jari yang telah menjadi ciri khas para pengunjuk rasa.

"Kami tidak khawatir dengan peringatan mereka. Itu sebabnya kami keluar hari ini. Kami tidak dapat menerima alasan adanya kecurangan suara. Kami tidak ingin ada kediktatoran militer," kata seorang guru Thein Win Soe kepada AFP.

Kota Kamayut yang menjadi  daerah lainnya di mana pertemuan dilarang terdapat ratusan pengunjuk rasa yang membangkang, menyanyikan lagu dan melambaikan poster.

Di ibu kota Naypyidaw, polisi berulang kali menembakkan meriam air ke kerumunan kecil pengunjuk rasa, yang melawan serangan itu dan menolak mundur. "Akhiri kediktatoran militer," teriak orang-orang di kerumunan saat meriam air itu ditembakkan.

Dalam menghadapi gelombang pembangkangan yang semakin berani, militer merilis sebuah pernyataan di TV pemerintah pada Senin yang memperingatkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah melanggar hukum.

"Tindakan harus diambil sesuai dengan hukum dengan langkah efektif terhadap pelanggaran yang mengganggu, menghalangi dan menghancurkan stabilitas negara, keamanan publik dan supremasi hukum," kata pernyataan yang dibacakan oleh penyiar di MRTV. (AFP/Nur/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya