Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Biden kian Berpeluang Menang

Faustinus Nua
06/11/2020 02:51
Biden kian Berpeluang Menang
Pendukung calon presiden petahana dari Partai Republik, Donald Trump, menggedor kaca pembatas di Detroit, Michigan, AS, Rabu (4/11).(AFP/JEFF KOWALSKY)

PELUANG menang dalam Pilpres AS kemarin kian mengerucut ke arah kandidat dari Partai Demokrat, Joe Biden. Perolehan suara di Michigan dan Wisconsin membawanya mendekati mayoritas. Namun, pesaingnya, Presiden Donald Trump, mengklaim telah dicurangi dan membawa masalah ini ke pengadilan supaya penghitungan suara dihentikan.

Menurut situs data pemilu US Elections Project, tercatat hampir 160 juta warga AS telah memberikan suara atau menjadi jumlah pemilih tertinggi dalam 120 tahun terakhir.

Joe Biden membutuhkan satu negara bagian lagi untuk meraih 270 suara elektoral, sekaligus mengunci kemenangan. Keunggulannya di Wisconsin dan Michigan membuat dia sudah memperoleh 264, sedangkan Trump baru mendapat 214 suara.

Penghitungan suara hari ini diperkirakan selesai di Georgia (16 suara elektoral), North Carolina (15), dan Nevada (6). Namun, surat suara yang dikirim melalui surat di North Carolina pada saat atau sebelum pilpres masih bisa dihitung hingga 12 November.

Biden bisa mencapai angka 270 untuk maju ke Gedung Putih dengan menang di satu dari tiga negara bagian itu, sedangkan Trump harus unggul di ketiganya agar bisa tetap berpeluang terpilih kembali.

Dengan momentum itu, Biden lalu berpidato di televisi dari kediamannya di Wilmington, Delaware. “Saat penghitungan suara selesai, kami yakin akan keluar sebagai pemenang,” tegas Biden.

Berbeda dengan retorika Trump yang merasa dicurangi, Biden berupaya menunjukkan kesan tenang. Dia berharap warga AS dapat kembali rukun setelah dilanda perpecahan dalam empat tahun kepemimpinan Trump serta dihantam pandemi yang terus menelan korban.

“Kita harus mulai berhenti menganggap pesaing sebagai musuh. Faktor yang menyatukan kita sebagai bangsa Amerika jauh lebih kuat daripada apa pun yang merusak persatuan,” ujar pria 77 tahun tersebut.

Tidak menerima

Trump, 74, menyatakan tidak akan menerima hasil penghitungan suara yang ada. “Kerusak an sudah telanjur terjadi kepada sistem kita dan kepada pilpres itu sendiri,” tulisnya di Twitter. Dia juga menuding, meski tidak didukung bukti atau penjelasan, soal adanya surat-surat suara rahasia yang ditambahkan ke hasil penghitungan di Michigan.

Tim kampanye Trump telah melayangkan tuntutan hukum di Michigan, Pennsylvania, Georgia, serta menuntut penghitungan ulang untuk Wisconsin.

Di Pennsylvania, mereka akan bergabung dengan gugatan Partai Republik mengenai perpanjangan tenggat penerimaan surat suara melalui pos. Jika berhasil, mereka berpotensi mendiskualifikasi puluhan ribu surat suara yang dikirimkan setelah 2 November.

Tindakan Trump mendapat kritik dari Michael Link, ketua misi pengamat internasional untuk Pilpres AS. Dia menilai Trump melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

“Hal yang paling menggang- gu ialah seorang kepala negara meminta penghitungan suara dihentikan karena sudah mengklaim kemenangan sebelumnya. Itu ialah penyalahgunaan kekuasaan. Klaim manipulasi dari Trump juga tidak berdasar,” ujar Link saat diwawancara oleh harian Stuttgarter Zeitung dari Jerman. (Nur/AFP/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya