Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
SUDAH saatnya memperhatikan kesehatan anak remaja Anda. Bahkan remaja yang tampak sehat dan memiliki berat badan normal pun dapat berisiko mengalami kerusakan jantung jika mereka memiliki satu kondisi kesehatan tersembunyi, demikian peringatan sebuah penelitian baru-baru ini.
Studi yang dipublikasikan dalam Diabetes Care (2012) menemukan bahwa remaja dengan prediabetes memiliki kadar advanced glycation end products-LDL (AGE-LDL) dan oksidasi LDL yang lebih tinggi dibandingkan remaja dengan kadar gula darah normal.
Kondisi ini meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah (aterosklerosis) dan gangguan jantung dini, karena LDL teroksidasi memicu peradangan dan penumpukan plak di arteri. Remaja prediabetes juga menunjukkan tanda-tanda stres oksidatif dan disfungsi endotel, yang mempercepat komplikasi kardiovaskular meski belum berkembang menjadi diabetes tipe 2 penuh.
Penelitian ini menegaskan bahwa prediabetes pada remaja bukanlah kondisi "ringan", melainkan fase kritis yang memerlukan intervensi segera. Tingginya kadar AGE-LDL dan LDL teroksidasi menunjukkan pengaruh negatif dari hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) terhadap kesehatan jantung, bahkan pada usia muda.
Oleh karena itu, deteksi dini melalui pemeriksaan gula darah dan perubahan gaya hidup—seperti diet rendah gula, aktivitas fisik, dan manajemen berat badan—penting untuk mencegah kerusakan jantung permanen.
Studi dalam The New England Journal of Medicine (2015) ini mengungkap bahwa obesitas berat pada remaja berkaitan erat dengan peningkatan risiko sindrom metabolik, termasuk resistensi insulin, hipertensi, dan dislipidemia.
Penelitian terhadap 8.579 anak dan remaja (3-19 tahun) menunjukkan bahwa mereka dengan obesitas parah (BMI ?120% persentil ke-95) memiliki prevalensi sindrom metabolik 50% lebih tinggi dibandingkan obesitas sedang. Temuan ini menegaskan bahwa obesitas bukan sekadar masalah berat badan, melainkan ancaman serius terhadap kesehatan metabolik sejak dini, bahkan sebelum dewasa.
Studi ini juga menemukan bahwa remaja dengan obesitas berat berisiko mengalami kerusakan organ target (seperti hati dan jantung) akibat sindrom metabolik. Para peneliti menekankan pentingnya intervensi dini melalui modifikasi gaya hidup, termasuk diet seimbang dan aktivitas fisik intensif, terutama bagi remaja dengan BMI ekstrem.
Temuan ini menjadi alarm bagi tenaga kesehatan dan orang tua untuk tidak mengabaikan obesitas remaja, sekalipun belum muncul gejala, karena kerusakan metabolik mungkin sudah terjadi secara diam-diam.
Pada kesempatan Hari Kesehatan Sedunia 2016, WHO mengeluarkan seruan untuk bertindak terhadap diabetes, dengan menarik perhatian pada perlunya meningkatkan pencegahan dan pengobatan penyakit tersebut.
Laporan Global pertama WHO tentang diabetes mengungkapkan jumlah orang dewasa penderita diabetes melonjak hampir empat kali lipat sejak 1980, mencapai 422 juta orang. Peningkatan dramatis ini sebagian besar disebabkan oleh peningkatan diabetes tipe 2 dan faktor-faktor yang mendorongnya termasuk kelebihan berat badan dan obesitas.
Pada 2012, diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian. Komplikasinya dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, kebutaan, gagal ginjal, dan amputasi anggota tubuh bagian bawah.
Laporan baru ini menyerukan kepada pemerintah untuk memastikan bahwa masyarakat mampu membuat pilihan yang sehat dan bahwa sistem kesehatan mampu mendiagnosis, mengobati, dan merawat penderita diabetes. Laporan ini mengajak setiap individu untuk menjalani pola makan sehat, tetap aktif secara fisik, dan mencegah kenaikan berat badan yang berlebihan. (WHO/The New England Journal of Medicine/American Diabetes Association/Z-2)
Ilmuwan Salk Institute menggunakan teknologi CRISPR untuk mengidentifikasi mikroprotein kunci dalam sel lemak, berpotensi jadi target terapi obesitas.
Jumlah penderita kanker hati di seluruh dunia diperkiakan hampir dua kali lipat pada 2050, jika pencegahannya tidak segara ditingkatkan.
Pola makan lebih dominan sebagai pemicu obesitas dibandingkan tingkat aktivitas fisik harian.
Hasil skrining kesehatan di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Provinsi DKI Jakarta. Pada skrining itu salah satunya ditemukan 62,09% obesitas.
Hasil pemeriksaan kesehatan ASN DKI Jakarta pada 2024 menunjukkan salah satunya, sebanyak soal ASN Jakarta yang mengalami obesitas dan masalah kejiwaan.
BANYAK mengonsumsi gula bisa berbahaya bagi tubuh untuk jangka panjang karena bisa terserang berbagai penyakit salah satunya obesitas hingga diabetes melitus.
Penelitian menunjukkan, orang yang mengonsumsi natrium tinggi berisiko 19% lebih besar terkena penyakit kardiovaskular dibanding yang membatasi asupan garam
Pagi sering kali dimulai dengan terburu-buru. Namun, di balik rutinitas itu, ada kebiasaan yang diam-diam bisa merusak jantung, terutama lewat menu sarapan Anda.
Dengan kapasitas 25 peserta, pusat pelatihan ini dirancang untuk menjadi pusat pelatihan interdisipliner nasional dalam bidang diagnostik, intervensi, dan pencitraan kardiovaskular.
Ablasi jantung dapat dilakukan untuk mengatasi aritmia dengan detak jantung yang terlalu cepat.
Jika tidak terdeteksi sejak dini, gagal jantung dapat memicu komplikasi yang serius, bahkan menyebabkan kematian.
Universitas Johns Hopkins mengembangkan model AI yang mampu memprediksi risiko kematian jantung mendadak lebih akurat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved