Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tidak Kunjung Paripurna, RUU PPRT seperti Sekadar Hiasan

M Iqbal Al Machmudi
12/2/2025 21:18
Tidak Kunjung Paripurna, RUU PPRT seperti Sekadar Hiasan
Pekerja Rumah Tangga demo menuntut pengesahan RUU PPRT jadi UU.(Dok. MI/Susanto)

SEJAK 2004 atau 21 tahun lalu, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sudah sering masuk prolegnas namun pembahasannya masih terkesan sangat lambat. Hal itu, seakan RUU PPRT hanya seperti hiasan.

Pada 18 Januari 2023 pemerintah sudah mendukung percepatan pengesahan RUU PPRT. Maka eksekutif dan legislatif perlu duduk bersama mencari cara dan diskusikan agar inisiatif dari seluruh pihak yang seharusnya sudah kompak untuk segera membawa RUU PPRT di DPR RI segera disahkan. Apalagi status RUU PPRT kini dilimpahkan (carry over) ke DPR periode 2024-2029.

"RUU PRT seakan seperti sekedar hiasan saja yang dibahas tapi tidak pernah ada keseriusan dari partai politik atau DPR RI untuk menyelesaikan. Ini lah anggapan yang dari kawan-kawan yang bergerak perjuangkan RUU PRT," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam peringatan hari PRT Indonesia secara daring, Rabu (12/2).

Maka harus melihat dengan hati bahwa ketidakadilan terus terjadi akibat tidak ada perlindungan hukum yang menjadi tanggung jawab bersama.

Dari beberapa tahun terakhir seruan pengesahan RUU PPRT sudah terjadi melalui berbagai cara seperti audiensi, media, hingga demo. Meski sudah banyak tenaga, uang, dan waktu dikorbankan hingga RUU PPRT masuk prolegnas tapi masih belum jelas ujungnya.

"Sehingga momentum peringatan hari PPRT nasional perlu menjadi pengingat kita semua bahwa untuk betul-betul bisa mengingatkan kawan-kawan dan pimpinan status RUU ini bisa didorong masuk ke pembahasan DPR," ujarnya.

Kondisi saat ini bahwa konstruksi sosial PRT sering tidak diakui sebagai pekerja, karena orang melihat hanya pekerja di sektor barang dan jasa yang sering mendapat perhatian dan pengakuan. Maka penyusunan RUU PPRT menjadi jalan melambung yang harus didukung multisektor dari masyarakat, legislatif, hingga eksekutif.

Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem Willy Aditya menjelaskan azas RUU PPRT merupakan kekeluargaan dan kemanusiaan sehingga jika pemberi kerja merekrut langsung PRT maka bisa melakukan kesepakatan dan pemberi kerja wajib memberikan perlindungan. Kemudian pada RUU PPRT mengatur detil adalah PRT yang direkrut melalui penyalur.

"Karena selama ini penyalur PRT bentuknya hanya yayasan sehingga perlu didorong agar badan usaha agar tidak rentan terhadap perdagangan manusia," ungkapnya.

Selanjutnya ia menjelaskan RUU PRT akan mengatur kewajiban dan hak-hak PRT, pemberi kerja, dan peran negara. Kemudian para PRT juga diatur sebagai kelompok PBI  BPJS Kesehatan.

"Ini komitmen politik kerakyatan, seperti gayung bersambut Presiden RI yang nomor satukan penegakkan HAM dan melanjutkan kepemimpinan dari presiden sebelumnya," tegas Willy.

Di kesempatan yang sama, Direktur Institut Sarinah Eva Kusuma Sundari mengatakan perjalanan 21 tahun RUU PPRT memiliki banyak hambatan karena mandek di komisi selama 9 tahun, kemudian akhirnya masuk ke Baleg hingga sampai ke Bamus. Kemudian satu tahun terakhir, justru problemnya di ketua DPR RI karena ketika RUU PPRT sudah masuk ke Bamus justru tidak dapat dukungan dari ketua DPR RI untuk jadi agenda di rapat paripurna.

"Penghentian oleh ketua DPR sampai 2 kali yaitu selama 3,5 tahun untuk penetapan inisiatif DPR. Begitu dapat DIM berhenti lagi 1,5 tahun. Sehingga diharapkan tahun ini bisa diurai karena diantara pimpinan memaknai kolektif kolegial itu adalah ketika tidak ada monopoli agenda," ungkapnya.

Ke depannya agar RUU PPRT segera disahkan, ia mengusulkan perlu ada konsensus antar pimpinan DPR RI bahwa pengesahan ini dibahas melalui pendekatan HAM untuk menjaga martabat PRT dan orang yang mempekerjakannya agar adil.

"Saya mengusulkan agar ada konsensus dari pimpinan dan fraksi-fraksi agar ada pembahasan dilanjutkan di komisi XIII karena menggunakan perspektif HAM," pungkasnya.  (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya