Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Penyakit Jantung di Usia Muda Melonjak: Eliminasi Lemak Trans Jadi Solusi

Siti Sayidah
20/11/2024 04:13
Penyakit Jantung di Usia Muda Melonjak: Eliminasi Lemak Trans Jadi Solusi
Ilustrasi(Freepik)

PENYAKIT jantung koroner, yang dahulu identik dengan usia lanjut, kini mulai mengintai generasi muda. Data BPJS Kesehatan mencatat, pada 2023, terdapat 20,04 juta kasus penyakit jantung, dengan beban pembiayaan mencapai Rp23,52 triliun. 

Persentase kasus pada kelompok usia 25–34 tahun telah mencapai 0,8%, sebuah lonjakan yang dikhawatirkan terus meningkat jika tidak ditangani segera. Lalu apa penyebabnya, dan bagaimana cara efektif mencegahnya?  

Executive meeting bertajuk “Upaya Melindungi Masyarakat dari Penyakit Jantung Koroner Melalui Eliminasi Lemak Trans”, yang diselenggarakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menghadirkan pemaparan menarik mengungkap tren yang mengkhawatirkan terkait penyakit jantung di Indonesia. 

Menurut data terbaru BPJS Kesehatan, penyakit jantung menjadi penyebab kematian utama dengan lebih dari 20 juta kasus pada 2023, dan Rp23,52 triliun telah digelontorkan untuk pembiayaan penyakit ini.  

Dalam presentasinya, jurnalis Satrio Pangarso Wisanggeni, yang  melakukan investigasi sekaligus sebagai pembicara dalam acara executive meeting, menjelaskan bahwa kelompok usia muda kini semakin rentan terkena penyakit jantung.

 “Usia rata-rata diagnosis penyakit jantung di Indonesia turun dari 48,5% pada 2013 menjadi 43,2 pada 2023. Artinya, rata-rata kasus sudah masuk kategori jantung prematur, yaitu di bawah usia 40 tahun bahkan 30 tahun,” ungkapnya, Selasa (19/11), di Novotel, Jakarta.

Salah satu faktor utama adalah perubahan pola hidup yang tidak sehat. Konsumsi makanan olahan seperti daging kemasan meningkat sebanyak 119% dalam satu dekade terakhir, sementara itu aktivitas fisik terus menurun sebanyak 11%. 

Akibatnya, penyakit obesitas sentral melonjak sebanyak 45%, dan meningkatkan risiko penyakit jantung secara signifikan. 

Faktanya pola hidup yang tidak sehat itu, mayoritas didominasi oleh Generasi-Z yang malas berolahraga dan sering mengonsumsi makanan cepat saji. Akibatnya, risiko terkena penyakit jantung dan penyakit lainnya menjadi semakin tinggi. 

Dampak penyakit jantung tidak hanya menyerang individu, tetapi juga ekonomi. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) memperkirakan biaya kesehatan akibat penyakit jantung bisa mencapai Rp39 triliun pada akhir 2024, hampir dua kali lipat dari 2021. 

“Secara umum, biaya pelayanan semakin meningkat dan pasien dari anak muda juga semakin banyak, hal itu dapat terjadi karena pola hidup mereka yang tidak sehat,” jelas Apt Sedu Fajar Muhammad, analis kebijakan penjaminan manfaat rujukan BPJS.  

Bukan hanya itu, Fajar menambahkan, sejatinya, pihak BPJS selalu mengusahakan agar setiap orang mendapatkan pelayanan yang sama.

“Setiap orang berhak mendapat pelayanan yang setara, itu yang selalu kami usahakan meskipun saat ini pengeluaran akibat penyakit kardiovaskuler salah satunya jantung begitu besar,” sambungnya.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan

YLKI bersama para tamu undangan yang hadir dari berbagai lembaga kementrian seperti Kementrian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Yayasan Jantung Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK) dan lainnya telah merekomendasikan penghapusan lemak trans dari makanan olahan sebagai langkah pencegahan. 

Apa itu lemak trans?

Lemak trans adalah jenis lemak yang umumnya terbentuk melalui proses industri, ketika hidrogen ditambahkan ke minyak sayur, membuat minyak tersebut menjadi padat pada suhu ruangan dan tahan lama. 

Makanan yang digoreng, seperti ayam goreng dan kentang goreng, kadang menggunakan minyak sayur biasa. Namun, saat digoreng dengan suhu tinggi, minyak tersebut bisa mengubah kandungannya menjadi lemak trans, terutama jika sudah digunakan berkali-kali akan menimbulkan efek yang buruk bagi tubuh.

Lemak trans diketahui meningkatkan risiko penyakit jantung. Adapun langkah lain yang diputuskan selain mengeliminasi lemak trans adalah regulasi konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) melalui kebijakan seperti cukai makanan tidak sehat akan semakin sulit beredar ke masyarakat. 

Direktur Pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular Siti Nadia Tarmizi, menekankan perlunya deteksi dini yang dilakukan pemerintah. 

“Pemerintah dapat mendorong adanya program cek kesehatan rutin di fasilitas layanan kesehatan, seperti pemeriksaan kolesterol dan tekanan darah secara gratis,” ujarnya.  

Meskipun sudah dilakukan kegiatan edukasi pada Masyarakat, percuma saja jika tanpa perubahan gaya hidup dan regulasi ketat, kasus penyakit jantung di usia muda akan terus meningkat. 

Penyakit jantung memang tidak pandang usia, tapi dengan langkah preventif, masyarakat bisa mengubah arah statistik buruk ini menjadi lebih baik.

Dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, ancaman dari penyakit ini masih dapat ditekan. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik