Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Diharap Bisa Mengevaluasi Food Estate

Atalya Puspa
20/10/2024 12:50
Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Diharap Bisa Mengevaluasi Food Estate
Petani milenial menanam padi di lumbung pangan (food Estate), Kecamatan Dadahup, Kapuas, Kalimantan Tengah(Antara Foto)

 

 

PEMERINTAHAN Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diharapkan dapat mengevaluasi dan menghentikan proyek food estate. Sebab, ada  kegagalan beruntun yang menciptakan jejak kerusakan lingkungan dan ekosistem gambut. Hal itu diungkapkan oleh Manajer Kampanye dan Advokasi Pantau Gambut Wahyu Perdana. 

 

"Bukti kegagalan beruntun yang menciptakan jejak kerusakan lingkungan dan ekosistem gambut, cukup menjadi alasan untuk menghentikan proyek ini," kata Wahyu dalam keterangannya, Minggu (20/10). 

 

Wahyu membeberkan, banyak pihak sudah menilai proyek food estate inisiasi Joko Widodo pada 2020 gagal. Namun demikian, area food estate di Kalimantan Tengah justru diperluas. Selain karena ambisi Joko Widodo yang belum tercapai, Prabowo-Gibran juga memiliki misi untuk menambah empat juta hektar luasan panen tanaman pangan. Food Estate yang menjadi program prioritas Prabowo-Gibran ini pun berpotensi menjadi landasan penyusunan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) periode 2024–2029.

 

Masalahnya, lanjut Wahyu, ekstensifikasi Food Estate bertolak belakang dengan komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca hingga di angka nol (net zero emission). Pertentangan ini terjadi karena program tersebut dilaksanakan di areal eks-PLG sejuta hektar peninggalan Presiden Soeharto. Bekas proyek yang telah menjelma sebagai ‘bom karbon’ sebagaimana ditunjukkan lewat karhutla periode 1997–1998 dan 2015.

 

Alih-alih menghentikan proyek Food Estate dan merestorasi gambut yang sudah terdegradasi, pemerintah justru membiarkan lahan ini terbengkalai dan beralih fungsi. Pantau Gambut menemukan sebagian area yang dicadangkan sebagai lumbung pangan nasional, kini telah diakuisisi oleh PT Wira Usahatama Lestari (WUL) sebagai perkebunan sawit seluas 274,6 hektare.

 

“Bagaimana mungkin area yang seharusnya digunakan sebagai lahan produksi pangan, justru dikuasai oleh perkebunan swasta? Hal ini mengingat lokasi Food Estate yang menggunakan lahan berstatus Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP), seharusnya tidak dibebani oleh izin pemanfaatan kawasan hutan. Terlebih, perusahaan perkebunan dengan izin HGU seharusnya tidak beroperasi di lokasi Food Estate dan hanya beroperasi di atas Area Penggunaan Lain (APL)," beber Wahyu. 

 

Tumpang tindih ini, menurut dia, menunjukkan bahwa pelaksanaan proyek Food Estate berpotensi besar menjadi celah permainan mafia tanah ketimbang memperjuangan jargon ketahanan pangan yang selama ini diserukan. Selain itu, terdapat pula 15 titik pemantauan lain yang telah dihilangkan vegetasinya dan kini hanya dibiarkan menjadi semak belukar.

 

Karenanya, ia berharap pemerintah harus menghentikan eksploitasi gambut dan merehabilitasi ekosistem gambut yang terdegradasi. Pengeringan gambut untuk pertanian padi dalam proyek food estate hanya akan memperparah dampak lingkungan dan mempercepat proses kebakaran hutan dan lahan (karhutla). 

 

"Pemerintah harus meninjau kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN). UU Cipta Kerja yang mengatur PSN terlalu mudah mengorbankan standar lingkungan untuk mengeksploitasi lingkungan dan berdampak pada bencana ekologis," tukasnya. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya