Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Catatan untuk Peta Jalan Pendidikan Indonesia

Despian Nurhidayat
14/10/2024 07:15
Catatan untuk Peta Jalan Pendidikan Indonesia
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi (kiri)(MI/SUSANTO)

BEBERAPA waktu lalu Kementerian PPN/Bappenas telah meluncurkan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045. Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Cecep Darmawan mengatakan bahwa dirinya mengapresiasi terbentuknya peta jalan ini. 

Namun demikian, dia memberikan beberapa catatan yang perlu dipikirkan lebih jauh oleh Bappenas mengenai Peta Jalan Pendidikan Indonesia yang akan dilakukan selama 20 tahun ke depan tersebut.

“Dari sisi substansi sudah bagus ada masalah dan solusi. Tapi catatan saya, mungkin belum memasuki 8 standar pendidikan secara khusus. Misalnya saya lihat itu kan ada 4 pilar pendidikan. Ini sudah bagus dibuat seperti ini untuk membidik dari pilar apa saja. Sebetulnya ini pola lama juga. Harusnya ada pilar satu lagi yaitu digitalisasi pendidikan. Ini harus jadi pilar tersendiri sehingga pilar lainnya bisa dilakukan akselerasi dan percepatan,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Minggu (13/10).

Baca juga : Bappenas Luncurkan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025--2045

“Tata kelola dana pendidikan juga enggak disebut. Selama ini kan bukan masalah perencanaan, tapi sinkronisasi dan kolaborasi dana pendidikan yang 20% dari APBN. Hal yanh pokok itu perlunya refocussing anggaran untuk kementerian pendidikan. Selama ini kan hanya kebagian 15% dari dana pendidikan. Seharusnya peta jalan ini mengembalikan kewenangan dana pendidikan ini,” sambung Cecep.

Dia juga menilai bahwa peta jalan ini seharusnya mampu memetakan  persoalan guru, seperti berapa banyak guru honorer dan cara mengatasinya, sertifikasi guru, dan kesejahteraan guru yang juga masih timpang.

Cecep juga menilai sebaiknya regulasi yang ada saat ini yaitu Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional perlu mengalami revisi.

Baca juga : DPR Dorong Bappenas Libatkan Pemuda dalam Perencanaan Pembangunan

“Jadi UU Sisdiknas sebaiknya diubah dulu deh. Tata kelola berubah tapi Sisdiknas masih lama enggak akan matching,” tegasnya.

Secara terpisah, Anggota DPR RI, Dede Yusuf mengapresiasi diterbitkannya peta jalan ini. Menurutnya Bappenas sebagai lembaga perencanaan di pemerintah sudah sewajarnya meluncurkan peta jalan ini sebagai upaya untuk menjaga agar pendidikan di Indonesia tetap sesuai jalur.

“Bappenas kan memang lembaga perencanaan. Ada perencanaan menengah dan panjang. Kalau pendidikan itu memang perencanaan jangka panjang sampai 2045 untuk 20 tahun ke depan dan Bappenas akan berperan besar,” ujar Dede Yusuf.

Baca juga : Perolehan Kursi Perempuan DPR Periode 2024-2029 Tertinggi dalam Sejarah

Dia juga mengatakan bahwa dirinya baru saja meluncurkan buku mengenai proses pembiayaan pendidikan yang harusnya dilakukan oleh negara. Dede Yusuf berharap buku ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan ke depannya.

“Mudah-mudahan buku saya bisa dibaca Bappenas sehingga pembiayaan bisa sesuai perencanaan. Sekarang kan dana pendidikan masih dibagi-bagi tapi outputnya belum terbukti. Mudah-mudahan buku yang saya sumbangkan bisa dibaca dan masuk proses perencanaan Bappenas,” jelasnya.

Di lain pihak, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh menekankan bahwa peta jalan ini sudah benar dan tinggal nanti bagaimana caranya bisa diterapkan. 

Baca juga : Penambahan Komisi di DPR Beratkan Anggaran dan Koordinasi

“Karena ini untuk 20 tahun mendatang dan dinamikanya sangat luar biasa, kita tidak boleh terjebak pada ilmu yang sekarang sedang tren saja. Jadi ada ilmu first horizon yaitu ilmu yang sedang top, second horizon yang sedang nanjak, dan ada yang third horizon atau yang masih riset. Sehingga kalau kita terjebak pada ilmu yang sedang top saja, 5-10 tahun sudah selesai. Tapi kalau kita ambil second horizon, dia 5 tahun lagi akan sampai puncak, baru 5-10 tahun berikutnya turun. Nah kalau ambil third horizon itu yang akan lama,” ucap Muhammad Nuh.

“Oleh karena itu saya merumuskan pendidikan itu simpel saja. Jadi capaian pendidikan sekarang bergantung capaian masa lalu, masa kini, dan kemampuan membaca masa depan. Oleh karena itu, meskipun kita yang kita ajari top semua, tapi kalau kita abai terhadap ilmu yang akan datang, pada saatnya anak ini pada saat dewasa ilmunya expired,” lanjutnya.

Dia juga memberikan tanggapan perihal skor PISA Indonesia yang tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Menurutnya, hal itu terjadi karena pergantian sistem atau kurikulum pendidikan yang selalu terjadi setiap pergantian pemerintahan.

“Laporan OECD sangat jelas pada 2015 ada kenaikan tertinggi bahkan kalau diteruskan akan terus begini. Tapi kelemahan kita pendidikan itu ditempatkan pada fragmented sistem. Ganti menteri ganti lagi (kurikulum). Sehingga sebaiknya urusan pendidikan tidak terfregmentasi hanya berdasarkan urusan pemerintahan,” tegas Muhammad Nuh.

Dia juga meminta ke depannya angka partisipasi kasar (APK) PAUD dapat dinaikkan. Pasalnya, saat ini APK PAUD masih jauh di bawah SD dan hal ini tidak boleh terjadi lagi.

“Terbukti bahwa kita belum menempatkan secara sadar bahwa PAUD itu kata kunci. Pembentukan otak itu padahal sebelum 5 tahun. 90% terbentuk dari situ. Jadi perlu diberikan stressing betul-betul gerakan PAUD ini. Kalau itu bisa Insya Allah kami yakin pendidikan Indonesia akan bagus,” urainya.

Sementara itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kemendikbud-Ristek, Anindito Aditomo menuturkan bahwa peta jalan pendidikan ini sejalan dengan strategi yang sudah dibangun Kemendikbud-Ristek sepanjang 5 tahun ini. 

“Saya beri beberapa contoh seperti akses untuk pendidikan dasar dan menengah. Di peta jalan ini disebutnya akses yang berkeadilan. PPDB setiap tahun selalu heboh karena masyarakat tahu ada sekolah yang lebih bagus dari pada yang lain. Sehingga resource yang terbatas ini diperebutkan oleh banyak orang yang sama-sama berhak,” kata Anindito.

“Sebelum PPDB diubah oleh Pak Muhadjir dan diperkuat oleh Pak Nadiem, PPDB itu sangat menguntungkan kelas menengah atas. Orang yang bisa masuk ke sekolah favorit adalah anak dari keluarga menengah atas yang mampu memberikan pengalaman belajar yang baik di rumah dan di bimbingan belajar sehingga nilai ujian nasionalnya dulu lebih bagus dan bisa masuk ke pendidikan lanjut yang favorit juga,” lanjutnya.

Menurut Anindito, anak-anak dari keluarga miskin, disabilitas, dan dhuafa, tidak bisa tersenyum karena mereka sebagian besar tidak terakomodasi di sekolah negeri yang bagus. 

Maka dari itu, kebijakan di peta jalan ini adalah memperkuat akses yang berkeadilan dan sudah dirintis melalui PPDB yang mensyaratkan zonasi, afirmasi kemiskinan dan afirmasi disabilitas. 

“Ada banyak masalah, tidak bisa kita pungkiri di PPDB itu, tetapi solusinya bukan untuk kembali kepada mekanisme PPDB lama, yang justru melanggengkan ketimpangan. Solusinya adalah meningkatkan kualitas semua sekolah, terutama sekolah negeri supaya orang tidak lagi berebut karena semua sekolah di mana pun saya tinggal, saya tidak cemas mengenai akses sekolah yang baik. Ini yang harus kita upayakan melalui yang kita cantumkan di peta jalan ini,” pungkasnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya