Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SATU bulan menjelang akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR RI periode 2019-2024 sejumlah rancangan undang-undang (RUU) tak kunjung disahkan. Aturan-aturan tersebut yakni Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), RUU Masyarakat Hukum Adat (MAH) dan turunan dari Undang-Undang No.12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Aktivis perempuan dan anak sekaligus Ketua Institut Sarinah Eva K Sundari mengatakan negara belum menjadikan isu HAM dan perlindungan perempuan sebagai salah satu prioritas.
“Tampaknya pemerintah lebih sibuk mengurus hal yang terkait dengan penataan kekuasaan daripada kewajiban menata kesejahteraan rakyat terutama para perempuan miskin misalnya pekerja rumah tangga (PRT),” ujarnya kepada Media Indonesia di Jakarta, Minggu (1/9).
Ia menekankan bahwa RUU PPRT selama 19 tahun ditunggu dan sudah seharusnya menjadi prioritas negara. Terlebih lagi, sambung dia, ada jutaan pekerja rumah tangga (PRT) yang berkontribusi terhadap pembangunan nasional namun belum mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja karena belum diakui secara aturan perundang-undangan.
Baca juga : Selama RUU PPRT Disandera DPR, Praktik Perbudakan Modern akan Langgeng di Indonesia
“Bukannya segera membentuk panja untuk mengebut dan mengesahkan RUU PPRT, tapi justru pimpinan DPR minta agar Badan Kajian DPR menganalisa cost dan benefit RUU PPRT, padahal ada Naskah Akademik dan Surpres beserta daftar inventaris masalah pemerintah sudah setahun lalu dikirim ke DPR. Ini menyalahi prosedur proses legislasi sebagaimana di proses legislasi,” jelasnya.
Tidak hanya pemerintah, Ketua DPR Puan Maharani menurutnya juga memperlakukan RUU PPRT secara serampangan. Eva meyakini bahwa para pejabat tak menjadikan nasib perempuan marginal sebagai pihak yang harus mendapat perlindungan, alih-alih serius mengesahkannya justru mengulur waktu dan memertanyakan kajiannya kenbali.
“DPR dan Presiden seperti sedang poco-poco, bermain-main dengan nasib rakyat. Mereka sengaja mengulur-ngulur waktu sebagai strategi keengganan mereka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terutama perempuan. Di saat-saat terakhir masa jabatan justru pola kedua lembaga terasa menyedihkan, tindakan mereka jahat kepada nasib perempuan terutama para perempuan miskin,” tuturnya. (H-3)
KETUA DPR RI Puan Maharani menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti surat dari Forum Purnawirawan TNI yang mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Direktur Utama Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Marwan al-Sultan, yang tewas dalam serangan udara Israel.
KETUA DPR RI Puan Maharani mendesak pemerintah untuk segera memberikan bantuan dan perlindungan kepada seorang selebgram asal Indonesia yang ditahan oleh otoritas Myanmar.
Puan Maharani mengatakan seluruh partai politik akan berkumpul membahas putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan Pemilu lokal.
Puan belum melihat langsung surat usulan Forum Purnawirawan TNI yang mendesak pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
DPR RI berpeluang membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengevaluasi penyelenggaraan Haji 2025
Abdon Nababan mengungkapkan berdasarkan UUD masyarakat adat merupakan bagian dari HAM, atas dasar itu Kementerian HAM merupakan rumah bagi masyarakat adat.
DI tengah tantangan ketahanan pangan nasional, masyarakat adat disebut telah membuktikan diri sebagai penjaga kedaulatan pangan yang berkelanjutan.
RUU Masyarakat Adat penting untuk menjamin hak-hak masyarakat adat yang selama ini terabaikan.
Mekanisme perlindungan yang menyeluruh terhadap para pekerja rumah tangga dan masyarakat adat harus diwujudkan.
Tantangan yang dihadapi masyarakat adat semakin besar, terutama dalam menghadapi kebijakan dan praktik pembangunan yang kerap mengabaikan hak-hak masyarakat adat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved