Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KALANGAN pelaku industri periklanan secara tegas menolak Pasal 449 pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang mengatur larangan pemajangan iklan produk tembakau dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Pasal tersebut dianggap telah dirancang dengan mengabaikan partisipasi publik sehingga membuat aturannya menjadi cacat proses dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi industri kreatif dan periklananan maupun sektor turunannya, mulai dari penurunan omzet, efisiensi tenaga kerja, hingga menekan pendapatan Pemerintah Daerah (Pemda).
Ketua Umum Asosiasi Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi, menilai PP 28/2024 disahkan tanpa melibatkan berbagai pemangku kepentingan terdampak. Akibatnya, terdapat berbagai pasal yang mustahil untuk diimplementasikan di lapangan karena berpotensi menimbulkan pemahaman yang beragam, termasuk di Pasal 449. Di pasal tersebut, mispersepsi terhadap detail penentuan jarak yang dimaksud bisa terjadi serta pemerintah dinilai gagal untuk memahami tekni operasional sektor periklanan.
Baca juga : Ini Pasal Aturan Pembatasan Rokok dan Iklan Rokok di PP 28/2024
“Aturan radius inilah yang bermasalah dan akan mematikan bisnis kami. Jumlah tenaga kerja media luar-griya ini bisa semakin drop sampai ke pemecatan atau PHK langsung, angkanya bisa sampai 59% dari total pekerja. Ini sangat bahaya,”’ ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Jumat (30/8).
Dia menambahkan sebanyak 86% anggota AMLI akan terdampak langsung akibat aturan ini. Secara rinci dari angka tersebut, setidaknya 44% akan mengalami dampak negatif yang signifikan karena 50% penghasilannya berasal dari iklan produk tembakau. Sebanyak 23% sisanya dipastikan terancam gulung tikar jika aturan ini diberlakukan karena sebanyak 75% penghasilannya berasal dari iklan produk tembakau.
Mewakili pelaku usaha media luar-griya, Fabian memohon agar peraturan ini direvisi dengan mempertimbangkan masukan dari pelaku usaha yang terdampak. “Harapannya, aspirasi kami didengar oleh pemerintah. Sebaiknya, aturan terkait reklame di luar-griya mengacu pada PP 109/2012 saja. Yang terbaru ini (Pasal 449) dihapuskan saja,” ujarnya.
Baca juga : Jelang Pilkada, Ribuan Pohon di Depok Rusak Akibat Pemasangan Atribut dengan Cara Dipaku
Sementara itu, Ketua Badan Musyawarah Regulasi Dewan Periklanan Indonesia (DPI) sekaligus Anggota Tim Perumus Etika Pariwara Indonesia, Herry Margono, mengatakan pengambilan kebijakan ini seakan tidak memahami situasi yang terjadi di lapangan.
Sebelum aturan ini disahkan, DPI telah menyampaikan aspirasi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes), namun tidak pernah direspon. Pihaknya juga menyoroti bahwa mayoritas sektor periklanan di daerah terdampak langsung dari zonasi 500 m pelarangan iklan produk tembakau tersebut dan nilainya besar, sehingga dapat mempengaruhi usaha periklanan secara signifikan.
Mewakili dewan periklanan, Hery juga meminta agar aturan ini direvisi dan ditinjau ulang sesuai dengan berbagai masukan industri yang dinilai masih luput dari partisipasi publik. “Harusnya, PP itu bisa membuat industri semakin berkembang, bukan malah menekan kami,” terangnya.
Baca juga : Baliho Calon Peserta Pilgub Sudah Mulai Terpasang di Sumatera Barat
Di kesempatan yang sama, Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sutrisno Iwantono, menambahkan dari sisi hukum, APINDO melihat PP 28/2024 cacat proses sejak awal karena tidak melibatkan pemangku kepentingan yang terdampak. Kemunculan peraturan ini telah menimbulkan gejolak yang luar biasa dari lintas sektor, termasuk penolakan secara tegas dari para pengusaha periklanan serta pedagang dan peritel.
“Berbagai penolakan ini menandakan bahwa belum adanya komunikasi yang terjalin antara pemeritah dan pelaku usaha. Setahu saya di APINDO, saya juga tidak pernah terlibat diskusi tersebut. Maka, bisa disimpulkan bahwa kebijakan ini memiliki banyak persoalan dan cacat dalam implementasi, sehingga sulit untuk dilaksanakan di lapangan,” timpalnya.
Selain itu, aturan ini dinilai dapat mengancam serapan tenaga kerja di berbagai sektor yang berkaitan dengan industri tembakau hingga mendorong maraknya peredaran rokok ilegal akibat pelarangan yang sepihak.
Baca juga : Kampanye Belum Mulai, Baliho Pilkada Mulai Marak
Maka, Iwantono berharap berbagai masukan dari pelaku usaha dapat dijadikan pertimbangan utama bagi pemerintah saat ini. Khusus untuk PP 28/2024 ini, ia meminta untuk direvisi atau diundur karena tidak memungkinkan untuk dijalankan berdasarkan desakan dari berbagai sektor.
Selain penolakan untuk Pasal 449, PP ini juga mendapatkan penolakan yang masif untuk Pasal 434, yang melarang penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dari para pedagang dan peritel. Hal ini semestinya menjadi pertimbangan penting dari pemerintah untuk menunda pelaksanaan dari aturan ini.
“Sebaiknya direvisi sesuai masukan dari masing-masing industri. Kalau belum bisa diputuskan sekarang, ya ditunda pelaksanaannya,” pungkasnya. (Z-8)
Artinya belanja iklan menjadi dorongan bagi kementerian/lembaga ataupun juga perusahaan industri untuk bisa mengeluarkan biaya pada media nasional.
SASA meluncurkan iklan televisi baru bertajuk "We are MSG, Micin Self-Approved Generation - Be You Be Confident".
Potensi industri periklanan juga meningkat seiring dengan jumlah total nilai belanja iklan di Indonesia pada 2022 yang mencapai sekitar Rp 287 triliun.
Belanja iklan digital di Indonesia akan meningkat menjadi US$2,55 miliar pada 2023.
Bawaslu menyoroti adanya partai politik (parpol) yang muncul di iklan televisi sebelum masa kampanye. Mestinya, iklan di televisi hanya diperbolehkan pada 21 hari akhir masa kampanye.
INDUSTRI Hasil Tembakau (IHT) nasional terus mengalami tekanan dari masifnya kampanye anti-rokok yang disuarakan secara berkelanjutan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Kemendag dan Kemenperin defensif atas implementasi PP Kesehatan, YLKI menilai fenomena yang absurd dan anomali.
Penerapan kemasan polos akan memicu maraknya peredaran rokok ilegal karena identitas produk akan sulit dikenali, sehingga konsumen beralih ke produk ilegal yang lebih murah.
Salah satu pasal yang menjadi perbincangan pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah atau area bermain anak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved