Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Pendiri dan Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menegaskan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak perlu gamang mengimplementasikan peraturan pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Baca juga : Pengusaha Nilai Aturan Kemasan Polos akan Picu Rokok Ilegal
Beleid yang dibuat pada akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai futuristik karena melindungi kesehatan publik yang lumayan integratif dan komprehensif. Oleh sebab itu, PP 28/2024 patut diapresiasi dan didukung demi keberlangsungan kesehatan masyarakat Indonesia yang lebih kuat.
“Relevan dengan itu, maka sudah seharusnya Menteri Kesehatan (Menkes)/Kemenkes sebagai _lead sector_ tak perlu gamang untuk mengimplementasikan PP 28/2024, sekalipun tekanan dari kalangan industri terutama industri rokok dan industri makanan minuman dalam kemasan,” papar Tulus melalui keterangan tertulis, Jumat (4/10).
Baca juga : Kemenperin: 11 Ribu Buruh Tekstil Kena PHK akibat Aturan Kemendag
Ia menyebut beberapa kementerian, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian tampak defensif dengan upaya Kemenkes untuk mengimplementasikan PP 28/2024 tersebut. Padahal secara normatif prosedural, kementerian terkait, seperti Kemendag dan Kemenperin telah menyetujui naskah substansi RPP menjadi PP.
“Tidak mungkin Presiden Jokowi menyetujui dan mengesahkan PP 28/2024 tanpa adanya endorsement dari semua kementerian teknis terkait. Jadi kalau Kemendag dan Kemenperin atau kementerian lain bersikap defensif dengan upaya implementasi PP 28/2024, ini jelas fenomena yang _absurd_ dan anomali,” tegasnya.
Baca juga : Soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Ada Gap Perizinan dari Kemendag
Sikap Kemendag dan Kemenperin menurutnya patut dipertanyakan.
"Ada apa dan siapa dibalik sikap Kemendag dan Kemenperin yang defensif itu? Sudah bisa ditebak kan?,” cetusnya.
Baca juga : Kemendag Tegaskan tidak Ada Pelarangan Impor Barang Elektronik
Upaya Kemenkes membuat Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), sebagai instrumen operasional PP 28/2024, ujar dia, secara substansi sudah _on the track_. Menurut Tulus, tidak ada yang dilanggar, tak ada yang keliru, dan tidak pula melampaui substansi yang sudah diatur dalam PP 28/2024, termasuk masalah kemasan rokok yang distandarkan.
“Ingat ya, kemasan yang distandarkan, bukan kemasan rokok polos, seperti yang diklaim oleh pihak industri,” ujarnya.
Dengan demikian, Tulus mengatakan tak cukup alasan bagi Kemenkes dan atau kementerian lain untuk menyandera implementasi PP 28/2024 tersebut. Apalagi pasal- pasal tertentu, khususnya pengaturan peringatan kesehatan bergambar (pictorial health warning) dan kemasan atau bungkus rokok yang distandarkan itu, diberlakukan 2 (dua) tahun sejak disahkannya.
“ Jadi masih sangat cukup waktu bagi sektor industri untuk menyiapkan kemasan baru dimasa transisi tersebut,” ujar dia.
Menurutnya kemasan yang distandarkan sangat fungsional bagi konsumen untuk mendapatkan informasi bahaya rokok, karena selama ini peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok, tertutup oleh pita cukai.
Kemenkes dan kementerian lain, ujar Tulus, seharusnya punya spirit yang sama dengan substansi PP 28/2024 tersebut, yakni spirit futuristik untuk melindungi dan mewujudkan kesehatan publik secara kuat, integratif dan komprehensif; sebagai upaya untuk mengakselerasi terwujudnya generasi emas. (H-3)
"Iya 200 lebih, detailnya tanya ke Kemenperin. Kalau kami hanya memantau apakah perusahaan itu melaksanakan mekanisme protokol pencegahan Covid-19 atau tidak."
Masih ada perusahaan yang tidak masuk daftar pengecualian, tetapi tetap beroperasi. Sanksi tegas pun diberikan apabila perusahaan itu masih membandel.
"Ya (dicabut). Toh hanya kurang lebih 1 bulan saja. Kecuali produksi bahan-bahan yang memang diperlukan saat pandemi ini," kata Abdul Azis.
"Ini masalah komunikasi. Seharusnya Kemenperin yang mengikuti pemprov karena pemprov yang memegang komando di daerah itu."
Jumlah perusahaan yang beroperasi selama penerapan PSBB di Jakarta pun semakin bertambah.
Diketahui, ada 200 lebih perusahaan yang mendapatkan izin dari Kemenperin. Hal ini lah, sebut Zita yang bisa membuat pembatasan sosial gagal.
Larangan pemajangan iklan rokok dalam di tempat umum pukul industri periklanan
Salah satu pasal yang menjadi perbincangan pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah atau area bermain anak.
Penerapan kemasan polos akan memicu maraknya peredaran rokok ilegal karena identitas produk akan sulit dikenali, sehingga konsumen beralih ke produk ilegal yang lebih murah.
INDUSTRI Hasil Tembakau (IHT) nasional terus mengalami tekanan dari masifnya kampanye anti-rokok yang disuarakan secara berkelanjutan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved