Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KEMENTERIAN Kesehatan menyatakan akan menjamin pemberian insentif kepada para dokter di Indonesia yang tengah menjalani program pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit ((PPDS). Tak hanya pemberian insentif, PPDS juga berkah berhak mendapat memperoleh perlindungan hukum dan waktu istirahat sesuai Undang-Undang (UU) Pendidikan Kedokteran.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mempersiapkan Bulan lalu Kemenkes memastikan bahwa residen yang menjalani PPDS berbasis rumah sakit atau hospital based akan mendapatkan besaran biaya hidup (BBH).
“Sistem pemberian insentif ini melalui APBN yang saat ini kita sedang upayakan untuk percepatan karena masih ada kendala administrasi. Aturan ini juga sesuai permenkes yang sudah ditetapkan. Namun ini khusus untuk PPDS berbasis rumah sakit,” katanya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Sabtu (17/8).
Baca juga : Bullying Menghambat Upaya Mencetak Dokter Spesialis
Saat ditanya berapa nominal insentif yang akan dikucurkan untuk para peserta PPDS selama menjalankan pendidikan, Nadia belum bisa memastikan. Namun ia mengatakan rentang angka berkisar Rp 2-7 juta rupiah per bulan.
Ketua Junior Doctors Network Indonesia Tommy Dharmawan mengatakan bahwa selain faktor perundungan, isu depresi yang berakhir pada aksi bunuh diri dari calon dokter spesialis ini juga bisa disebabkan karena masalah kesejahteraan atau finansial sehingga perlu ditangani dengan baik, sehingga ia merekomendasikan agar peserta PPDS untuk mendapatkan gaji dari rumah sakit tempat ia bekerja.
“Bagaimanapun pemberian gaji ini sangat penting karena para PPDS ini biasanya sudah punya keluarga karena rentang usianya dewasa sudah umur 30 jadi sudah pasti mereka membutuhkan biaya untuk kehidupan sehari-hari, sedangkan waktu mereka habis untuk pendidikan, belajar dan praktik di rumah sakit,” ujarnya.
Baca juga : Pengamat Minta Kasus Perundungan Sesama Dokter tidak Digeneralisir
Menurut Tomm, PPDS berbasis universitas dan berbasis rumah sakit secara prinsip harus dilaksanakan bersama-sama dan setara. Dikatakan bahwa universitas tetap harus menggandeng mitra rumah sakit pendidikan dan begitupun PPDS berbasis rumah sakit, harus tetap bermitra dengan universitas. Ia juga menyoroti beratnya beban kerja PPDS.
“Di beberapa rumah sakit pendidikan, ada beban administrasi yang harus dilakukan residen, misalnya mencatat jumlah operasi atau basis data pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Beban administrasi ini seharusnya ditiadakan bagi calon dokter spesialis,” jelasnya.
Data Kementerian Kesehatan mencatat 22,4 persen calon dokter spesialis atau mahasiswa PPDS terdeteksi mengalami gejala depresi. Melalui data tersebut, 16,3 persen mengalami gejala depresi ringan; 4 persen gejala depresi sedang; 1,5 persen gejala persen dengan depresi sedang-berat; dan 0,6 persen gejala depresi berat.
Baca juga : RSCM Sempurnakan Sistem Pengawasan Usai Ditegur karena Perundungan
Semetara itu, sekitar 3 persen dari responden bahkan mengaku merasa lebih baik mengakhiri hidup atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apapun akibat tekanan eksternal seperti pembullyan hingga beban kerja yang berat dan tidak adanya insentif.
Hal ini berdasarkan hasil penapisan (skrining) kesehatan jiwa mahasiswa PPDS di 28 rumah sakit vertikal pada 21, 22, dan 24 Maret 2024. Penapisan dilakukan pada 12.121 peserta PPDS dengan menggunakan kuesioner Patient Health Questionnaire-9.
Sementara itu, ketua Ketua Umum PB IDI, Mohammad Adib Khumaidi menjelaskan bahwa para dokter yang tengah menjalani program pendidikan dokter spesialis (PPDS) layak mendapatkan insentif dan berbagai hak yang ada dalam UU. Menurutnya, para peserta PPDS yang menjalankan pelayanan pada pasien di rumah sakit dan instansi kesehatan di tempat mereka menjalani PPDS bisa didefinisikan sebagai pekerja.
“Seharusnya residen PPDS seperti pekerja pada umumnya harus mendapatkan haknya untuk terima insentif, perlindungan hukum, dan waktu istirahat. Sebab mereka juga melakukan pelayanan kesehatan pada pasien yang datang, serta sekaligus sebagai tenaga medis yang ada di dalam institusi kesehatan, seperti di rumah sakit dan klinik kesehatan,” jelasnya. (H-2)
PENYAKIT hipertensi, diabetes melitus, hingga masalah gigi menjadi penyakit yang banyak ditemukan dalam program Cek Kesehatan Gratis (CKG).
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur melakukan penyelidikan epidemiolog menyusul temuan 2 kasus covid-19 di provinsi tersebut.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan pentingnya memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak-anak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Sejalan dengan penjelasan Kementerian Kesehatan yang menyebutkan vaksinasi booster covid-19 tetap direkomendasikan.
Lonjakan terbaru kasus covid-19 di sejumlah negara di Asia kembali menghadirkan tantangan kesehatan masyarakat yang harus segera ditangani.
DISPARITAS prevalensi stunting antara provinsi masih sangat besar. Provinsi Bali menjadi provinsi terbaik dalam hal penurunan stunting, bahkan jauh di bawah angka nasional.
SISWA Kelas 6 Sekolah Dasar Negeri (SDN) Maccini I/1 di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Sulawesi Selatan, meninggal dunia diduga karena mengalami perundungan oleh teman sekolahnya.
Respons yang cepat dan deteksi dini dapat minimalisir dampak lebih buruk dari perilaku bullying, baik bagi korban, dan juga yang melakukan bullying.
Sidang menampilkan tiga terdakwa yaitu Taufik Eko Nugroho, Sri Maryani, dan Zara Yupita Azra
Kasus perundungan dan pemerasan PPDS Anestesi Undip Semarang tersebut masih dalam penanganan jaksa penuntut umum.
Wildan juga mengalami pemerasan hingga Rp500 juta untuk membiayai pesta seniornya.
Dalam kasus perundungan ini, polisi telah memeriksa 36 saksi. Tak hanya itu, uang sebesar Rp97 juta juga telah disita.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved