Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PEGIAT Pendidikan Indonesia (Pundi), sebuah Yayasan berfokus pada pendidikan dan moderasi beragama mengadakan talkshow Ramadan bertajuk "Haedar Nashir dan Pengarusutamaan Moderasi Beragama". Diselenggarakan pada Minggu, 31 Maret 2024 bertempat di aula Ada Sarang, Banguntapan, Yogyakarta.
Talkshow ini membahas buku “Jalan Baru Moderasi Beragama: Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir”. Buku ini berisi urgensi moderasi beragama di tengah masyarakat yang semakin plural.
Acara tersebut menghadirkan Elga J. Sarapung, Hatib Rahmawan, Mutiullah, dan Jumaldi Alfi. Setiap narasumber berbagi pandangan tentang bagaimana membangun toleransi dan saling pengertian antarumat beragama.
Baca juga : RRI Gelar Dialog Moderasi Beragama dengan Tokoh Agama
Elga J. Sarapung, selaku Direktur Institut Dialog Antar-iman (DIAN) Interfidei dan kontributor buku tersebut, menekankan pentingnya moderasi beragama bagi generasi muda dalam menghadapi realitas masyarakat yang semakin beragam.
"Kita harus belajar hidup dengan yang berbeda. Kita harus proaktif. Karena kalau kita tidak banyak bergaul, di kepala kita hanya ada stereotype. Kita terlalu banyak curiga," tegas Elga.
Lebih lanjut, Elga mendorong generasi muda untuk tidak hanya fokus pada satu bidang ilmu, seperti agama. "Bicara soal moderasi beragama, kita tidak hanya bisa belajar soal Alkitab atau Al-Qur’an, kita harus belajar juga ilmu-ilmu lain. Bagaimana bisa kita memahami teologi tetapi tidak mempelajari ilmu-ilmu lain atau buta terhadap kenyataan," imbuhnya.
Baca juga : Pupuk Persatuan dalam Kemajemukan dan Sikap Moderat dalam Beragama
Elga mengapresiasi program moderasi beragama yang digagas oleh pemerintah dan berbagai organisasi. Menurutnya, program ini sejalan dengan pemikiran seorang Haedar Nashir tentang pentingnya hidup rukun dan damai dalam perbedaan.
"Pemikiran moderasi beragama Pak Haedar bukan hanya soal beragama, tetapi juga aspek-aspek kehidupan yang lain. Pluralisme bukan hanya soal antar-agama, tetapi juga intra-agama." papar Elga.
Hatib Rachmawan, Koordinator Program Pundi dan Dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD), memaparkan tentang moderasi beragama dalam Muhammadiyah dan tantangannya bagi generasi muda.
Baca juga : Buka Bersama Tokoh Lintas Agama: Jadikan Agama sebagai Solusi
Hatib menjelaskan bahwa Muhammadiyah memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan moderasi beragama. "Muhammadiyah selalu mengedepankan narasi-narasi moderasi, bahkan di tengah pertarungan ideologi internal," ungkapnya.
Lebih lanjut, Hatib menilai bahwa narasi moderasi yang digagas oleh Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir, dapat diterima oleh kalangan konservatif.
"Pak Haedar adalah sosok yang genuine. Pendidikannya ditempa di Indonesia, tetapi gagasannya diterima secara internasional," papar Hatib.
Baca juga : Peringatan 1.083 Tahun Al Azhar, Wapres Ma'ruf Amin Akan Dianugerahi Tokoh Wasathiyah
Hatib juga menekankan pentingnya memahami Al-Quran dengan tiga dimensi: individual, keumatan, dan rahmatan lil alamin. "Pemahaman ini penting untuk melandasi moderasi beragama," imbuhnya.
Menurut Hatib, generasi muda perlu melampaui cara berpikir berkelompok (post-nahnuniyyah) dalam moderasi beragama. "Tidak semua hal perlu dipahami secara fiqh atau hitam putih. Humanisme tetap harus dikedepankan. Maka manusiakanlah manusia," pesannya.
Mutiullah, Direktur Laboratorium Filsafat UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, memberikan pandangannya tentang moderasi beragama dan kaitannya dengan dimensi sosial-ekonomi.
Baca juga : Keterbukaan Lembaga Filantrofi Muslim dalam Isu Moderasi
Mutiullah menilai bahwa sosok Haedar Nashir memiliki sikap kritis terhadap berbagai persoalan dan menawarkan solusi dengan menekankan peran kaum intelektual. "Perubahan itu sangat ditentukan oleh peran kaum intelektual," tegasnya.
Mutiullah juga menekankan bahwa moderasi beragama tidak perlu diteriakkan, tetapi dipraktikkan. "Moderasi beragama itu ruhnya Pancasila," paparnya.
Namun, Mutiullah mengingatkan bahwa sebagaimana sosok Haedar Nashir yang sangat kritis terhadap pelbagai problematika kebangsaan, moderasi beragama perlu dikaji dalam dimensi sosial-ekonomi. "Pak Haedar Nashir tentu saja sering mengungkapkan bahwa moderasi beragama bukan hanya soal beragama, tetapi juga soal sosial dan kesejahteraan ekonomi," imbuhnya.
Baca juga : Moderasi Beragama Upaya Menangkal Sebaran Radikalisme
Jumaldi Alfi, seorang pegiat seni dan kebudayaan, memaparkan pentingnya kebudayaan dalam moderasi beragama dan perannya dalam menarik minat generasi muda.
Jumaldi mengemukakan bahwa spirit penggerak moderasi beragama adalah kesenian dan kebudayaan. "Batas-batas etnis maupun kelompok dapat dicairkan oleh kesenian dan kebudayaan. Perbedaan tidak lagi menjadi hambatan," paparnya.
Oleh karena itu, Jumaldi mendorong agar gerakan kebudayaan menjadi fokus utama dalam moderasi beragama. "Bukan hanya soal kebudayaan lama yang perlu dilestarikan, tetapi juga kebudayaan kaum muda yang sangat dinamis seperti sekarang," imbuhnya.
Acara ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang moderasi beragama kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Selain itu, diharapkan acara ini dapat menjadi wadah untuk membangun dialog dan kerjasama antarumat beragama dalam mewujudkan masyarakat yang damai dan harmonis.
Dalam menyukseskan acara ini, Pundi berkolaborasi dengan PT Jamkrindo, Islam Milenial, Laboratorium Filsafat UIN Sunan Kalijaga, dan Ada Sarang. (Z-8)
Kemenag menginisiasi gerakan penanaman satu juta pohon matoa pada peringatan Hari Bumi 2025.
MENTERI Agama Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya menjaga independensi tokoh agama agar dapat menjalankan fungsi kritisnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
MENTERI Agama, Nasaruddin Umar mengatakan bahwa di era post-truth atau era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran saat ini, menjadi ulama sangat tidak mudah.
Dia berharap tokoh agama tidak diperlakukan seperti pemadam kebakaran yang hanya dilibatkan untuk menyelesaikan persoalan tapi sebab yang menyebabkan persoalan itu tidak pernah dilibatkan.
Pramono Anung mengaku terharu sekaligus bahagia setelah bertemu Kiai Zainuri karena mendapat doa
RENCANA pertemuan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan presiden terpilih Prabowo Subianto disebut masih tentatif sebelum atau sesudah pelantikan Prabowo sebagai presiden.
WAKIL Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka menegaskan bahwa keberagaman adalah kekuatan bangsa. Hal itu disampaikan dalam Acara Tawur Agung Kesanga, Perayaan Hari Suci Nyepi
Kementerian Agama sedang menyusun Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Hal ini menindaklanjuti arahan Menteri Agama Nasaruddin Umar yang mendorong agama menjadi elemen membangun kedamaian
Hari Toleransi Internasional yang diperingati setiap 16 November mengingatkan pentingnya sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam masyarakat yang beragam.
Toleransi adalah sikap menghargai dan menerima perbedaan dalam agama, budaya, dan ras untuk menciptakan kehidupan yang damai. Berikut contoh sikap toleransi.
Daerah-daerah ini menunjukkan bahwa masyarakat yang berbeda keyakinan bisa hidup berdampingan secara damai.
SETIAP 3 November, Indonesia merayakan Hari Kerohanian Nasional. Momen ini menjadi pernyataan komitmen menghargai keberagaman agama yang ada di tanah air.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved