Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) menegaskan inovasi teknologi wolbachia untuk menurunkan kasus dengue (DBD) tidak menimbulkan penyakit lain, tidak seperti yang dituduhkan.
"Nggak menimbulkan penyakit baru karena sudah ada penelitian dan kajian risiko," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi saat dikonfirmasi, Jumat (17/11).
Wolbachia merupakan bakteri alami di serangga dan sekitar 6 dari 10 jenis serangga di dunia termasuk kupu-kupu, lalat buah dan lebah. Bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia atau vertebrata yang lain, dan tidak menyebabkan manusia atau hewan menjadi sakit.
Baca juga : Kemenkes: Nyamuk Berbakteri Wolbachia bukan Hasil Rekayasa Genetika
Sebaliknya, teknologi wolbachia dapat menurunkan replikasi virus dengue di tubuh nyamuk. Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue.
Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak.
Baca juga : Efektivitas Nyamuk Wolbachia Berbeda-beda di Tiap Negara
Sebelumnya, penyebaran terlur nyamuk wolbachia di Bali menimbulkan kontroversi sehingga ditunda sampai waktu tidak ditentukan.
"Sekarang sedang kita bahas dengan pemerintah provinsi untuk menunda dulu dan melakukan sosialisasi sampai masyarakat siap," ujar Nadia.
Uji coba implementasi teknologi wolbachia sebelumnya sudah dilakukan di 5 kota yakni Semarang, Bandung, Jakarta Barat, Bontang, dan Kupang.
"Sementara Bali kemarin kerja sama dengan pemerintah provinsi dan World Mosquito Program di Indonesia," pungkasnya. (Z-4)
Tantangan kedokteran tropis di Indonesia kian meningkat, terutama pasca pandemi covid-19 yang mempercepat penyebaran penyakit menular
Dana dari DFAT (Kemenlu Australia) tersebut bersifat komplementer, artinya melengkapi dana yang berasal dari APBN
DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menegaskan peningkatan kasus DBD bukan karena teknologi nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia.
Masyarakat diminta juga untuk memerhatikan kondisi lingkungan tempat nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.
TEKNOLOGI wolbachia dianggap sebagai trobosan untuk pengentasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di hulu. Terobosan riset tersebut memetakan multifaktor penyebab dengue
Masyarakat diminta untuk tetap waspada dan menjaga kebersihan lingkungan.
Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, pencegahan agar nyamuk tidak berkembang biak dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip 3M Plus dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk.
MUSIM kemarau basah merupakan kondisi yang memungkinkan timbul dan merebaknya berbagai penyakit. Di antaranya seperti demam berdarah dengue (DBD), diare, dan leptospirosis.
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
Sejumlah faktor turut memperparah penyebaran penyakit DBD yakni tingginya mobilitas penduduk, perubahan iklim, dan urbanisasi.
DOKTER spesialis penyakit dalam dr. Dirga Sakti Rambe menyebut terdapat penjelasan mengapa kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia sulit sekali dihentikan.
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) melaporkan hingga 2 Juni 2025 terdapat 277 kasus kematian akibat DBD dari 63.014 kasus incidence rate dari berbagai daerah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved